Oleh : Hestie
Tawuran antar kelompok remaja marak terjadi, khususnya di Jabodetabek. Dalam dua bulan belakangan, terjadi beberapa peristiwa yang menimbulkan korban luka hingga meninggal dunia. Penemuan 7 jenazah di Kali Bekasi kemarin ditengarai terkait tawuran. Korban diduga lompat ke sungai menghindari razia petugas.
Nyawa melayang sia-sia karena tawuran. Bukan kali ini saja, pada 8 September lalu seorang pelajar SMK meninggal dunia dalam tawuran antar geng di Sawah Besar, Jakarta Pusat. Polisi menangkap dua pelaku yang juga masih remaja.
Sementara itu, pertengahan Agustus lalu, di Bogor, Jawa Barat, tawuran antargeng motor menewaskan seorang remaja akibat terkena sabetan celurit. Dari sejumlah pemberitaan di media, sudah banyak korban tewas dan luka karena tawuran yang rata-rata dilakukan oleh para remaja ini.
Fenomena ini merupakan dampak dari mengakarnya paham sekulerisme yang telah menjangkiti negeri ini. Paham sekulerisme telah menjauhkan umat Islam dari ajaran agamanya. Ide ini paling efektif disebarkan melalui dunia pendidikan. Dunia pendidikan yang menjadi harapan untuk mencetak generasi yang berbudi pekerti luhur, cerdas dan sukses di masa depan pun otomatis mengemban ide-ide sekularisme.
Penerapan ide-ide itu dapat dilihat dari minimnya pendidikan agama bagi siswa. Seperti di sekolah-sekolah umum yang hanya memberlakukan 2 jam saja dalam sepekan. Waktunya, tidak sebanding dengan waktu yang digunakannya untuk mengkaji ilmu-ilmu umum atau melakukan aktivitas lainnya.Sehingga bagi yang tidak mendapatkan pendidikan agama dari dalam keluarga, aspek pembentukan kepribadian yang kuat pada akidah akan terabaikan.
Paham sekulerisme pada dunia pendidikan bisa dilihat dari tujuannya. Pendidikan pada negeri ini lebih berorientasi pada dunia, sementara urusan akhirat atau keagamaan cenderung diabaikan. Sehingga para lulusannya akan lebih mengedepankan misi demi kesuksesan dunia dari pada misi sukses di akhirat.
Begitupun dalam kasus tawuran remaja atau pelajar karena pendidikan agama yang diterima sangatlah minim dan hanya sebatas pengetahuan, bukan sebagai ukuran yang dijadikan pedoman dalam bertingkah laku, sehingga akan terjebak pada fanatisme jahiliyah karena ketidakmampuannya mengendalikan gharizah baqa’ yaitu naluri mempertahankan diri.
Solusi terbaik dalam masalah tawuran remaja ini adalah dengan memperbanyak pendidikan Islam. Pasalnya, pendidikan dalam Islam merupakan usaha nyata dan terstruktur secara sistematis. Semua itu untuk menyukseskan misi penciptaan manusia sebagai hamba dan Khalifah di bumi ini.
Tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk melahirkan generasi berkepribadian Islam, menguasai pemikiran Islam dengan handal, menguasai ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi dan memiliki keterampilan yang berdaya guna.
Tiga peranan penting untuk melahirkan generasi unggul sebagai aset negara, yaitu keluarga, masyarakat dan negara itu sendiri. Dalam keluarga, Islam memerintahkan orang tua untuk mendidik anak-anaknya sesuai dengan syariat Islam yaitu dengan penuh keimanan dan ketakwaan. Sehingga selama hidupnya akan sadar bahwa dirinya terikat dengan syariat Islam.
Hal sama berlaku di masyarakat, di mana Islam mengajarkan untuk saling tolong menolong, utamanya amar makruf nahi mungkar. Hal ini tentu saja akan menciptakan suasana dalam masyarakat yang penuh dengan keimanan dan eratnya ukhuwah insaniyah, khususnya dikalangan remaja.
Sedangkan faktor negara, adalah lebih pada kewajiban menyediakan pendidikan berbasis akidah Islam. Dari lembaga pendidikan ini akan lahir generasi yang berkepribadian Islam yaitu pola pikir dan pola sikapnya sesuai dengan ajaran Islam sehingga menjadi remaja yang rahmatan lil alamin.
Tags
Opini