Sekaten Jogja untuk Peringatan Maulid, Bolehkah Menurut Islam?



Oleh. Lilik Yani (Muslimah Peduli Umat)

Setiap bulan Maulid di daerah Jogya dan Solo ada peringatan Sekaten yang berasal dari kata sahadatain. Maknanya bagus untuk mengingatkan aqidah tapi cara yang digunakan apakah sesuai syariah? 

***
Acara tahunan Sekaten di Solo kali ini diwarnai kericuhan. Kericuhan di tradisi sakral itu bermula dari perdebatan soal siapa yang berhak menabuh gamelan pertama kali pada prosesi Ngungelaken Gangsa di Masjid Agung Surakarta pada Senin (9/9) siang. Kendati demikian, tradisi Sekaten sebenarnya selalu berlangsung dengan khidmat. Mari kenalan lebih lanjut tentang sejarah dan makna Sekaten.

Sekaten adalah tradisi tahunan di Jawa, khususnya di Solo dan Yogyakarta, yang digelar untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Acara ini memadukan unsur agama dan budaya, termasuk tabuhan gamelan yang menjadi bagian penting dari rangkaian prosesi. Gamelan Sekaten, seperti Kyai Guntur Madu, dimainkan sebagai simbol awal acara sakral tersebut. (detik.com, 12/9/24)

Sekaten, Tradisi Dilestarikan untuk Dakwah di Jawa

Peringatan Sekaten tidak bisa dipisahkan dari Maulid Nabi 
Muhammad Saw, sebuah tradisi yang sudah lama dikenal di kalangan umat Islam. Meski begitu, penting untuk dicatat bahwa selama hayat Nabi, peringatan Maulid ini tidak ada. Bahkan, hingga 200 tahun setelah wafatnya Nabi saw., peringatan ini belum juga dikenal.

Tradisi Maulid pertama kali diadakan oleh al-Muzaffar Abu Said, seorang raja dari Irbil, pada awal abad ketiga Hijriyah, lebih dari dua abad setelah wafatnya Nabi saw. Awalnya, peringatan ini bertujuan untuk menggugah semangat hidup beragama dan meneladani kehidupan Nabi saw. Sejak saat itu, Maulid Nabi berkembang menjadi tradisi yang menyebar luas di kalangan umat Islam dengan variasi yang beragam sesuai budaya setempat.

Sekaten sendiri merupakan peringatan Maulid Nabi Saw yang khas Jawa, bermula dari zaman Kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa. Pada masa itu, gamelan merupakan seni yang digemari masyarakat. Para Wali, terutama Sunan Kalijaga, menggunakan gamelan sebagai sarana untuk mengumpulkan masyarakat di depan masjid, lalu memberikan penyuluhan agama Islam.

Masyarakat yang tertarik dan ingin memeluk Islam, dibimbing untuk mengucapkan Syahadat. Nama “Sekaten” diyakini berasal dari kata “Syahadatain,” yang mengalami perubahan dalam pengucapannya. 
Sekaten pada dasarnya adalah kegiatan dakwah Islam yang dikemas dengan hiburan yang digemari masyarakat kala itu. Suasana Jawa yang kental, terutama melalui gending-gending gamelan, menjadikan Sekaten sangat berkesan bagi masyarakat. Setelah menikmati hiburan, masyarakat kemudian diajak untuk mendengarkan pengajian agama.

Dalam perkembangannya, Sekaten mengalami berbagai perubahan. Hiburan yang ditampilkan kini lebih beragam, mulai dari berbagai kesenian hingga pasar malam. Namun, prinsip dasar Sekaten tetap tidak berubah, yakni menggabungkan dakwah Islam dengan hiburan. Dengan demikian, perayaan Sekaten sebenarnya bergantung pada niat dan motivasi individu yang merayakannya. Selama tujuannya adalah untuk memperkuat iman dan menyebarkan ajaran Islam, perayaan Sekaten dapat dianggap sebagai bagian dari dakwah Islam. Namun, penting bagi umat Islam untuk selalu menjaga agar esensi dari perayaan ini tidak luntur oleh berbagai hiburan yang berkembang di sekitarnya

Ikhtilat dalam Sekaten Tak Bisa Dihindarkan

Iktilath (bercampur-baurnya laki-laki dan perempuan dalam satu tempat) merupakan hal terlarang dalam agama Islam, sebagaimana Islam melarang zina maka segala hal yang mengarah kepada zina pun diharamkan, sebagaimana firman Allah

“dan janganlah kamu mendekati zina, itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra’: 32).

Allah Ta’ala melarang hamba-hamba-Nya dari perbuatan zina dan perbuatan yang mendekatkan kepada zina, yaitu ber-ikhtilath (bercampur-baur) dengan sebab-sebabnya dan segala hal yang mendorong kepada zina tersebut.

Dari sisi bahaya, tentunya ikhtilath memiliki bahaya yang besar, yaitu merusak hati seseorang sehingga terdorong untuk memikirkan tentang zina dan bahkan melakukannya, padahal hati merupakan segumpal daging yang menjadi penentu untuk baik atau buruknya perangai seseorang, Bahaya Iktilath ini dimulai dari pandangan mata yang kemudian bergerak masuk ke dalam hati, padahal Allah memerintahkan agar kita menjaga pandangan mata.

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka, Sungguh, Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nur: 30)

Peringatan sekaten meskipun diniatkan untuk dakwah, tapi cara yang dilakukan melanggar hukum syariat, maka tentunya dilarang. Dakwah bisa dilakukan banyak cara lainnya, karena mudharat dari ikhtilat saat peringatan Sekaten lebih besar dan bisa berefek jangka panjang. 

Bagaimana Islam Memandang Peringatan Maulid Nabi?

Maulid Nabi untuk meneladani kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. Saat ini tidak ada role model kepemimpinan ideal. Beliau Uswatun hasanah atau contoh kebaikan dalam semua urusan. Kiat sebagai umat tinggal meneladani saja, termasuk dalam hal ibadah, juga kepemimpinan.

Rasulullah SAW menunjukkan berbagai nilai kepemimpinan yang luar biasa dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa diantaranya melibatkan keadilan, kesabaran, kejujuran, kasih sayang dan kepemimpinan berbasis keteladanan. Beliau selalu memberikan contoh yang baik dalam tindakan dan perkataannya, memimpin dengan bijaksana dan menempatkan kepentingan umat diatas kepentingan pribadi. 

Sebagaimana didalam Al-Qur’an Surah Al-Ahzab ayat 21 yang artinya : 
Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat serta yang banyak mengingat Allah.

Kejujuran adalah prinsip yang sangat dipegang teguh oleh Rasulullah. Beliau menjadi teladan dalam kejujuran dan Amanah, sehingga dikenal sebagai “Al-Amin” atau orang yang dapat dipercaya. Rasulullah juga menunjukkan kasih sayang kepada seluruh umat termasuk kepada anak-anak, wanita dan orang-orang yang membutuhkan.

Adapun nilai-nilai kepemimpinan Rasulullah SAW yang bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari adalah : 
Pertama, Kepemimpinan Berbasis Keteladanan. Rasulullah SAW menjadi contoh yang hidup bagi umatnya. Tindakan, perkataan dan sikapnya senantiasa mencerminkan ajaran islam. Ini menciptakan landasan kuat bagi otoritasnya. 

Kedua, Kepemimpinan Inklusif. Rasulullah membangun hubungan baik dengan semua lapisan masyarakat tanpa memandang suku, ras atau status sosial. Dia mengajarkan pentingnya persaudaraan dan kesetaraan diantara umat islam. 

Ketiga, Kepemimpinan Berbasis Keadilan. Rasulullah SAW mengedepankan keadilan dalam segala aspek kehidupan. Beliau menetapkan aturan dan kebijakan yang adil, bahkan dalam situasi yang sulit sekalipun. 

Keempat, Kepemimpinan Partisipatif. Rasulullah SAW melibatkan umatnya dalam pengambilan keputusan. Dia mendengarkan pendapat dan masukan dari sahabat-sahabatnya, menciptakan iklim partisipasi dan keterlibatan dalam komunitas. 

Kelima, Kepemimpinan Berbasis Kasih Sayang. Rasulullah SAW menunjukkan kasih sayang dan perhatian kepada umatnya. Dia mendengarkan keluhan, memberikan nasihat dan selalu siap membantu mereka yang dalam kesulitan. 

Keenam, Kepemimpinan Berbasis Keberanian. Rasulullah SAW memiliki keberanian yang luar biasa dalam memperjuangkan kebenaran dan melawan ketidakadilan. Keberaniannya menjadi inspirasi bagi umat islam. 

Ketujuh, Kepemimpinan Berbasis Tanggung Jawab. Rasulullah SAW mengajarkan pentingnya tanggung jawab, baik dalam urusan agama maupun dunia. Beliau memastikan bahwa tugas dan amanah yang diberikan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Salah satu contoh keteladanan Rasulullah SAW yang sangat mencolok dalam kepemimpinannya adalah insiden yang terjadi setelah penaklukkan Mekkah. Pada saat itu, Mekkah sudah diambil alih oleh pasukan muslim dan Rasulullah SAW memasuki kota suci tersebut dengan keadaan sangat besar dan mulia. Meskipun memiliki kekuasaan mutlak untuk membalas dendam atas segala penderitaan yang dialami oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya selama bertahun-tahun, Rasulullah SAW memilih sikap yang sangat mulia dan penuh kasih sayang.

Kepemimpinan Rasulullah adalah role model terbaik yang berlanjut dalam bentuk kepemimpinan Islam.  Semua aktivitas di segala bidang diatur oleh Islam, meskipun dalam suatu negara ada banyak agama dan keyakinan. Silakan beragama sesuai keyakinan masing-masing tapi semua aturan yang diterapkan adalah syariat Islam, aturan dari Allah yang bisa menjamin hidup sejahtera, selamat dunia hingga akhirat.

Wallahualam bissawwab

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak