Oleh : Dwi Maya Damayanti, S.Pd.
Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Remaja
Pernikahan dini masih menjadi topik hangat yang diperbincangkan diberbagai kalangan, terutama di Kementerian Agama yang beranggapan bahwa pernikahan anak berdampak buruk bagi generasi. Melihat dari berbagai seminar yang digelar, tampaknya seolah mengkriminalisasi pernikahan anak dengan sudut pandang negatif. Pernikahan dini atau anak dijadikan tersangka utama penyebab stunting di Negara ini. Padahal Pernikahan dini bukanlah stu-satunya alasan penyebab stunting atau pun maraknya perceraian di tengah-tengah masyarakat.
Narasi Sesat Seputar Pernikahan Dini
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, menegaskan pentingnya kualitas remaja dalam mencapai bonus demografi. Pendidikan dan kesehatan harus menjadi prioritas utama untuk mewujudkan generasi yang berkualitas.
“Kita bisa mencapai bonus demografi jika kita benar-benar memperhatikan pendidikan yang berkualitas dan kesehatan yang terjamin bagi remaja kita,” kata Woro dalam Seminar Nasional Cegah Kawin Anak di Semarang, Kamis (19/9/24). Ia juga mengungkapkan pentingnya pencegahan pernikahan anak dengan memastikan usia pernikahan sesuai dengan batas yang wajar. “Jangan sampai terjadi perkawinan anak. Artinya, menikahlah di usia yang sewajarnya,” tambahnya. (Sumber: www.kemenag.go.id)
Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Cecep Khairul Anwar mengatakan, pendidikan adalah kunci utama untuk mencegah perkawinan anak. "Kesadaran publik dan pendidikan adalah kunci utama dalam pencegahan perkawinan anak. Kami berkomitmen meningkatkan pemahaman masyarakat tentang risiko perkawinan anak serta memastikan akses pendidikan yang setara," ujar Cecep.
Ia juga mengungkapkan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan lembaga pendidikan dalam sosialisasi bahaya kawin anak. "Semakin banyak pihak yang terlibat, semakin besar dampak positif yang dapat dirasakan. Kerja sama lintas sektor menjadi fondasi kuat dalam memerangi praktik perkawinan anak," tambahnya. Cecep menjelaskan, Kemenag telah mengambil sejumlah langkah untuk mencegah perkawinan anak, salah satunya melalui pembinaan kepada siswa-siswi madrasah. Para pelajar tersebut dilatih untuk menyebarkan pesan tentang bahaya nikah dini dan menginspirasi teman-teman sebaya, sehingga dapat menjadi agen untuk mencegah perkawinan anak. (Sumber: www.kemenag.go.id)
Akar Masalah
Apabila menanggapi terkait perbincangan hangat tentang masih banyaknya pernikahan dini, seharusnya tidak perlu terus mempermasalahkan pernikahan dini dan membatasi usia nikah. Justru yang harus diperhatikan adalah akar masalahnya dan solusi yang harus dilakukan. Kalau dicermati dan dianalisis, Akar masalahnya yaitu mereka memang belum siap berumah tangga, lalu media yang sering mempertontonkan pornografi-pornoaksi sehingga menjadi stimulus kemaksiatan, dan yang terakhir negara belum mengeluarkan aturan pergaulan antara laki-laki dan perempuan dalam berinteraksi.
Hal ini pun menunjukkan bahwa tidak lepas dari penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan negara berlepas tangan dari tanggung jawab melayani kepentingan rakyat dengan pelayanan yang baik. Adapun hamil di luar nikah dan pergaulan bebas juga ditumbuhsuburkan oleh kehidupan liberal yang difasilitasi oleh sistem negara. Negara tidak punya kemampuan membersihkan konten media dan media sosial dari pemikiran, film, dan gambar yang menstimulasi rangsangan seksual.Sangat disayangkan bahwa negara membiarkan liberalisasi pemikiran, budaya dan sosial menginternalisasi kehidupan generasi. Jadi kebijakan pemerintah mengenai pencegahan pernikahan dini itu untuk apa? Sampai-sampai berusaha secara luar biasa tanpa koma.
Bahaya Ideologis dan Isu Global
Pengamat politik dan generasi Endiyah Puji Tristanti, S.Si. menilai (Mnews, 2023), di balik narasi pencegahan pernikahan dini ada bahaya ideologis. “Narasi yang diaruskan secara global tentang tingginya angka pernikahan dini karena banyaknya aspek-aspek HAM yang dilanggar, lebih bersifat ideologis. Ini sangat berbahaya,” jelasnya.
Pelan tetapi pasti, lanjutnya, global (baca: Barat) berhasil menanamkan standarisasi dan keyakinan yang salah pada generasi muda dan umat. “Landasan berpikir generasi muda muslim bukan lagi akidah Islam. Pemikiran mereka telah bergeser menerima ide-ide liberalisme, hak asasi manusia, dan pluralisme yang bertentangan dengan pemikiran Islam,” ujarnya prihatin. Dalam jangka panjang, ungkapnya, ideologisasi liberalisme sekuler yang telah mengakar dalam benak generasi ini akan menambah hambatan penerimaan generasi muda terhadap Islam kaffah. (Mnews, Minggu, 29/09/2024)
Selama ini pemerintah mempraktikkan pragmatisme berpikir, kemudian mengajarkannya pada generasi muda. Sedangkan arus opini global masif menarasikan nilai-nilai hak asasi manusia, menyiapkan konten ideologis yang makin liberal, mengemasnya dengan kemasan yang bersahabat dengan kaula muda. Kebijakan pemerintah pun minus pemikiran ideologis, serta kosong terhadap visi dan misi penjagaan terhadap akidah generasi muda.
Selain itu, pernikahan dini telah menjadi isu global yang dinarasikan negatif karena tidak sejalan dengan kepentingan kapitalisme. Tingginya angka kehamilan tidak diinginkan atau secara faktual merupakan penyebab tingginya angka perzinaan remaja akibat pergaulan tidak syar’i inilah biang keroknya, bukan pernikahan dini.
Bahkan, ada kegagalan membuka akar masalah dalam sosialisasi pencegahan pernikahan dini tersebut. Pemerintah lebih mengedepankan tinjauan dampak negatif, seperti menyebabkan stunting, kanker serviks, perceraian, dan KDRT. Pemerintah ingin agar masyarakat dengan mudah, tanpa berpikir mendalam, serta-merta menolak pernikahan dini. Pemerintah enggan memahami akar persoalan.
Seharusnya pemerintah lebih fokus pada kebijakan kebijakan yang mencegah anak terjerumus pergaulan bebas, bukan menyibukkan diri mencegah perkawinan anak yang sebenarnya kategori mereka bukan anak-anak menurut syariat sehingga sebenarnya perkawinan mereka sah menurut syara’.
Pencegahan perkawinan anak sejatinya adalah amanat SDGs yang merupakan program Barat yang harus diwujudlkan juga di negeri-negeri muslim. Tentu saja program tersebut berpijak pada paradigma Barat, yang nyata-nyata bertentangan dengan syariat Islam. Di antara target yang akan dicapai adalah pengentasan stunting dan pencegahan pernikahan anak, yang dijadikan proyek nasional dalam RPJMN 2020-2024. Angka perkawinan anak ditargetkan turun dari 11,2% di tahun 2018 menjadi 8,74% di tahun 2024. dan target ini akan berdampak kepada berkurangnya angka kelahiran dalam keluarga muslim, bahkan akan menghancurkan keluarga muslim.
Dalam hal ini, pemerintah berdosa karena turut menarasikan pernikahan dini sebagai suatu hal yang berbahaya. Sebab yang berbahaya bukan pernikahan dini. Bahaya yang sesungguhnya adalah kehidupan liberal yang sekuler dan anti-Islam. Pola kehidupan liberal sekuler itu secara pasti akan menghancurkan masa depan negara di masa mendatang jika Islam tidak segera diterapkan untuk menyelamatkan generasi.
Sistem Islam Melindungi Generasi
Islam memiliki aturan rinci terkait dengan pernikahan. Dan negara Islam akan menerapkan hal-hal yang sesuai dengan syariat Allah. Dalam negara yang menerapkan Islam secara kaffah, berbagai hal yang menjadi problem hari ini –yang muncul karena penerapan sistem sekuler kapitalisme- dapat terselesaikan. Termasuk terjaganya pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang akan mencegah pergaulan bebas dan segala dampaknya. Rakyat pun hidup sejahtera karena sistem ekonomi Islam akan menjamin terwujudnya kesejahteraan. Pun sistem media akan makin menguatkan kepribadian Islam.
Paradigma pembangunan Khilafah adalah mewujudkan rahmat bagi seluruh alam. Keimanan kepada Allah menjadi landasan pembangunannya, ketundukan pada syariat menjadi spirit pembangunan. Manusia akan dijauhkan dari segala bentuk kemaksiatan karena Islam memiliki aturan yang rinci terkait sistem pergaulan. Negara Islam menerapkan segala hal terkait pernikahan. Pernikahan menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat, yang dilaksanakan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah atau merupakan wujud ibadah seorang hamba.
Nabi SAW bersabda, “Nikah itu sunnahku, siapa yang membenci sunnahku maka bukan dari golonganku” (HR. Ibnu Majah).
Tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warohmah. Keluarga tenteram, saling berkasih sayang karena Allah. Sehingga terwujud kelestarian keturunan dalam ketaqwaan. Negara berperan besar menyiapkan warganya memasuki jenjang pernikahan. Negara melakukan edukasi mengenai pernikahan, bahkan memasukkannya dalam kurikulum pendidikan. Meliputi berbagai hal terkait aspek berumah tangga, hak dan kewajiban suami-istri, pola asuh anak, pemenuhan gizi keluarga, dan masih banyak lagi aspek yang lainnya.
Negara Islam menjaga warganya dari pergaulan bebas dan menjamin kesejahteraan rakyatnya melalui penerapan sistem ekonomi Islam. Dan sistem media disandarkan pada koridor syariat hanya terealisasi dalam negara Khilafah. Khilafah akan memperluas pengaruhnya ke seluruh dunia, memberikan desain peradaban baru yang memanusiakan manusia. Walhasil, pernikahan dini, narkoba, seks bebas, dan kemaksiatan lainnya dengan sendirinya akan lenyap seiring lenyapnya kehidupan liberal di wilayah kekuasaan Khilafah. Wallahu a'lam.
Tags
Opini