Oleh : Tri Silvia
(Pemerhati Masyarakat)
Ngeri, seorang kakek berusia 60 tahun ditahan polisi akibat melakukan rudapaksa pada seorang remaja usia 15 tahun di Bogor. Aksi ini tentunya harus jadi catatan serius bagi seluruh lini masyarakat, ternyata tidak hanya anak-anak muda yang melakukan aksi kejahatan. Namun, kakek-kakek yang secara fitrah sudah saatnya mendekatkan diri pada Allah pun bisa melakukan hal bejat tersebut. Kenapa?
Sebab sistem lah ini semua terjadi. Sistem kapitalis saat ini berhasil mengubah fitrah masyarakat di hampir seluruh lapisannya. Baik posisinya sebagai anggota keluarga (ayah, ibu, kakak, adik, kakek, paman, dll), masyarakat dari segi kategori umur (anak-anak, remaja, dewasa, orang tua), ataupun dari segi profesi (kepala sekolah, guru, pemuka agama, aparatur pemerintah, bos, dll).
Sistem kapitalis membuat semua orang merasa berhak untuk melakukan segala hal secara bebas, termasuk hal-hal yang melanggar aturan agama dan masyarakat. Dalam kasus ini, mereka merasa bebas untuk mengakses video porno kapanpun dan dimana pun, pergaulan yang semakin kebablasan, cara berpakaian yang semakin tak karuan membuat masyarakat menuju pada dekadensi moral yang semakin parah. Salah satu contohnya adalah kasus rudapaksa yang merebak terjadi akhir-akhir ini.
Menjadi semakin parah, saat kita melihat bahwa hukuman yang dikenakan kepada pelaku tergolong hukuman ringan. Jangankan rasa keadilan dan efek jera, para pelaku justru mendapatkan pengalaman baru usai berbagi cerita dengan tahanan lainnya. Alhasil, bukan jera yang terjadi, pelaku justru menemukan cara melakukan kejahatan dengan lebih mahir.
Tidak ada yang salah dengan kata bebas. Namun, ketika bebas itu dirangkai dalam sebuah sistem bernama kapitalisme liberal. Maka, kata bebas akan berubah menjadi bablas (kebebasan yang tak mengenal batas). Sungguh, di Islam pun ada istilah bebas. Namun bebas yang dimaksud bukanlah bebas tanpa batas, melainkan kebebasan yang berjalan di atas koridor hukum-hukum syara'. Sehingga meskipun bebas berekspresi, masih terdapat aturan-aturan lain yang harus ditaati.
Inilah makna kebebasan yang harus diikuti, bukan bablas sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya. Sungguh, kebebasan semacam itu hanya bisa diterapkan ketika Islam diterapkan secara kaffah di muka bumi. Tidak setengah-setengah. Artinya, tegaknya syari'at Islam terkait dengan ibadah dan akhlak harus diikuti dengan diterapkannya syari'at tentang pergaulan, sanksi, ekonomi, sosial, budaya juga pemerintahan.
Ketika syari'at Islam diterapkan dalam negara, maka aktivitas pergaulan bebas akan diberantas. Negara akan menerapkan hukuman tegas bagi orang-orang yang berzina, baik yang sudah menikah ataupun belum. Apalagi untuk para pelaku rudapaksa, maka mereka akan dikenakan hukuman yang lebih berat lagi.
Negara akan menciptakan ruang umum (termasuk transportasi) yang aman, terutama untuk para wanita dan anak-anak. Islam pun akan memperhatikan secara detail pemisahan antara kaum laki-laki dan perempuan di ruang tersebut. Kaum perempuan pun akan diinstruksikan untuk menutup aurat-aurat mereka di ruang tersebut.
Segala jenis media yang menghantarkan pada kemaksiatan akan diberangus, diganti dengan tayangan edukasi dan dakwah. Pembinaan ke tengah-tengah umat pun akan dimasifkan dan dikoordinir dengan baik oleh Khalifah. Dalam pembinaan tersebut, masyarakat akan diedukasi terkait hukum-hukum syara' dalam Alquran dan hadits, baik yang diadopsi negara maupun tidak.
Dengan segala gambaran di atas, kita akan mengetahui bahwa penerapan syariat Islam dalam sebuah negara bukan saja menjadi solusi kuratif (penanganan/penyelesaian masalah), melainkan juga mencakup solusi preventif (pencegahan). Masyarakat tahu betul akibat dari perbuatan maksiat yang dilakukan.
Para pelaku kemaksiatan akan sadar betul, jika kemaksiatan yang dilakukan bukan saja mengundang dosa dan kutukan. Melainkan juga hukuman dan sanksi yang berat dari negara. Hukuman yang tidak hanya dirasakan oleh yang bersangkutan, melainkan juga dilihat dan disaksikan oleh seluruh anggota keluarga dan masyarakat.
Itulah yang dilakukan oleh Islam dalam bingkai kenegaraan. Dengan cara tersebut, niscaya aksi rudapaksa yang marak hari ini akan menyusut signifikan sampai jumlah kasusnya pun bisa dihitung jari atau bahkan hilang dari jangkauan. Semoga masa itu akan segera datang ditengah kekecewaan masyarakat dan harapan besar mereka pada hal baru yang bisa membawa pembaharuan dan kesejahteraan.
Wallahu A'lam bishShawwab
Tags
Opini