Oleh: Salis F Rohmah
Ratusan pelajar lintas agama di Balikpapan mendapatkan Sosialisasi Moderat Sejak Dini yang disampaikan oleh ibu Iriana Jokowi, ibu Wury beserta istri-istri beberapa menteri jajaran Kabinet Indonesia Maju (11/9/2024). Eny Retno Yaqut, istri menteri agama menyebutkan bahwa tujuan diselenggarakan sosialisasi tersebut agar terbentuk pelajar yang cinta damai dan toleran. Eny juga berharap para pelajar yang mengikuti acara tersebut dapat menjadi duta moderasi di sekolah masing-masing. Dalam kesempatan tersebut ibu Iriana juga menyebutkan bahwa kegiatan semacam ini akan terus terselenggara meski dirinya dan KIM akan purna tugas.
Kegiatan sosialisasi moderasi beragama memang kerap kali menjadi agenda pemerintah utamanya yang menargetkan pelajar atau anak muda. Sejak presiden Jokowi menjabat topik ini menjadi bahan yang terus-menerus digaungkan. Menjadi penting menurut pemerintah, bahkan moderasi beragama juga masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Terlihat moderasi beragama ini sangat jelas menjadi agenda besar rezim saat ini. Seolah darurat bagi negeri untuk mengatasi intoleransi. Benarkah demikian? Seberapa darurat moderasi beragama sehingga harus ditanamkan sejak dini kepada generasi?
Faktanya deretan kasus remaja yang terjadi lebih menyesakkan dada bukan pada masalah intoleransi. Maraknya perundungan, perzinahan, miras, narkoba, mental illness, kriminalitas bahkan pembunuhan oleh remaja terjadi bagai jamur di musim hujan. Bukankah hal tersebut lebih genting untuk diatasi? Sedangkan moderasi beragama tak berhubungan sama sekali dengan kasus yang marak terjadi?
Alih-alih menjadi solusi, moderasi dalam beragama justru membuat kaum muda muslim jauh dari taat yang hakiki. Bertujuan mencetak generasi muslim yang moderat sejatinya malah jauh dari kepribadian yang islami. Muslim diminta pro dengan ide di luar Islam padahal hal tersebut tidak sesuai dengan ajaran Islam. Apalagi jika generasi muslim tak terdidik dengan pemahaman syariat Islam yang baik, maka jelas dia akan terjebak dengan delusi moderasi.
Moderasi sejatinya hadir untuk menangkal radikalisme yang tercium pada tubuh generasi muslim. Meskipun muslim yang taat memang harusnya radikal, tapi radikalisme selalu disorot menjadi sumber dari terorisme yang membahayakan. Hingga radikalisme dan intoleransi menjadi genting untuk diperangi. Nampak adanya kekhawatiran akan kebangkitan Islam pada generasi muslim. Sepertinya rezim ini latah pula sebagaimana barat memerangi islamophobia.
Maka sungguh generasi muslim justru harusnya menjadi duta Islam tanpa embel-embel moderat. Generasi yang mencintai negeri karena ketaatannya kepada Ilahi justru menjadikan aturan Allah-lah yang diadopsi. Karena ketakwaan yang akan melindungi generasi dari rusaknya akhlak dan tindak kriminal yang hari ini banyak ditinggalkan oleh generasi.
Profil generasi muslim yang tangguh memang harusnya dicetak oleh negara. Namun negara tersebut adalah yang bervisi berlandaskan aqidah Islam. Sejalan dengan visi negara maka kurikulum pendidikan akan melahirkan generasi berkepribadian Islam yang berakhlak karimah. Itulah Negara Khilafah Islamiyyah yang mandiri tak mampu diarahkan negara lain. Apalagi menjaga ideologi dan kepentingan negara lain.
Wallahu a'lam bishshawab.
Tags
Opini