MEGATHRUST, WASILAH MUHASABAH MENUJU ISLAM KAFFAH



 
                  Oleh : Ummu Aqeela
 

Gempa besar megathrust hingga saat ini masih menjadi topik yang hangat di tengah masyarakat Indonesia, karena gempa ini berpotensi memiliki kekuatan yang sangat besar dan disebut 'tinggal tunggu waktu' sebelum kejadian.
 
Pembahasan ini terjadi setelah Jepang kembali dilanda gempa besar di Nankai dengan kekuatan 7,1 Skala Richter (SR) pada 8 Agustus lalu. Sejak saat itu hingga kini, pembahasan gempa besar terus menjadi topik yang hangat di Indonesia karena mereka khawatir bahwa gempa ini dapat terjadi kapan saja.
 
Untuk diketahui, gempa megathrust adalah gempa bumi yang sangat besar yang terjadi di zona subduksi, wilayah tempat salah satu lempeng tektonik bumi terdorong di bawah lempeng lainnya. Kedua lempeng biasanya terus bergerak mendekati satu sama lain, tetapi menjadi "terjebak" di tempat mereka bersentuhan. Akhirnya, penumpukan regangan melebihi gesekan antara kedua lempeng dan gempa megathrust yang besar terjadi.
 
Zona megathrust bukanlah hal baru. Di Indonesia, zona sumber gempa ini sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan Indonesia. Zona ini berada di zona subduksi aktif, seperti Subduksi Sunda mencakup Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba, Subduksi Banda, Subduksi Lempeng Laut Maluku, Subduksi Sulawesi, Subduksi Lempeng Laut Filipina, dan subduksi Utara Papua. (CNBC Indonesia, 14 Sebtember 2024)
 
Setelah menilik fakta tersebut diatas, harus pahami bahwa aktivitas alam yang berpotensi menjadi bencana dapat terjadi kapan saja. Sehingga, penting untuk terus menghimbau masyarakat agar mempererat kerjasama dan meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan akan bencana. Sudah seharusnya negara kita mulai memperkuat tindakan siap siaga terhadap bencana alam yang terjadi sebagai bentuk ikhtiar atas ujian yang menimpa negeri ini. Tentu, tugas besar itu dibebankan oleh pemimpin negara yang bahkan sejauh ini sudah menilai betul bahwa Indonesia berada di wilayah Ring of Fire.

Mitigasi dan sistem peringatan dini yang mengedepankan teknologi digital harus mulai diterapkan oleh pemerintah. Masyarakat harus mudah mendapatkan akses informasi, terutama yang tinggal di pegunungan dan pesisir pantai. Bukti dari minimnya mitigasi bencana yang dilakukan negeri ini adalah bencana yang terus berulang dan menimbulkan kerusakan yang tidak sedikit. Mengantisipasi bukan menanggapi adalah hal yang harusnya diutamakan, karena rakyat tentunya berharap agar tidak terjadi mudharat yang lebih besar dari peristiwa bencana alam. Oleh karena itu, mitigasi bencana melalui pemanfaatan teknologi merupakan langkah strategis untuk mengantisipasinya.
 
Dalam Islam, umat adalah prioritas utama dalam keselamatan dan perlindungan. Prinsip-prinsip pengaturannya didasarkan pada syariat Islam yang ditujukan untuk kemaslahatan umat. Dalam Islam, penanganan bencana meliputi penanganan prabencana, saat terjadinya bencana, dan pascabencana.
 
Prabencana atau mitigasi bencana adalah serangkaian upaya dalam bentuk persiapan menghadapi bencana seperti pembangunan sarana fisik (pembangunan kanal, bendungan, pemecah ombak, tanggul, dll), reboisasi, pemeliharaan aliran sungai, relokasi, tata kelola kota berbasis amdal, dan memelihara kesehatan lingkungan. Khalifah juga membentuk tim SAR yang memiliki kemampuan dalam mengatasi bencana dengan pembekalan yang kuat dan matang agar selalu siap sedia terjun ke daerah yang mengalami bencana. 
 
Sementara, penanganan saat terjadinya bencana adalah manajemen yang ditujukan untuk mengurangi jumlah korban dan kerugian akibat bencana, mengevakuasi korban secepatnya, membuka akses komunikasi, memindahkan material bencana, menyiapkan lokasi pengungsian, termasuk akses jalan untuk evakuasi korban. Oleh karena itu, keberhasilannya ditentukan dari kematangan penanganan prabencana yang sepatutnya dilakukan sebelum bencana itu terjadi.
 
Penanganan pascabencana sendiri ditujukan untuk me-recovery korban bencana termasuk pemulihan psikologis korban dengan mengukuhkan akidah mereka dan penyediaan kebutuhan vital juga pelayanan kesehatan. Selanjutnya, me-recovery lingkungan pascabencana secepatnya, khalifah akan menilai kelayakan tempat tersebut untuk nantinya dapat ditinggali atau harus direlokasi.
 
Demikianlah, alam adalah milik Allah Swt. Sistem pengaturan pengelolaannya pun harus sesuai dengan yang Allah turunkan, agar solusi tuntas dari ancaman bencana alam yang terjadi dapat terealisasi dan umat tidak lagi hidup miris dalam dekapan sistem sekularis. Islam sejatinya tidak boleh hanya dipandang sebagai agama ritual, tapi juga tata aturan yang dapat memberikan solusi bagi kehidupan. Semoga kita semua sadar bahwa saat ini hal pertama yang harus dilakukan adalah menanggalkan segala hal atau aturan yang membuat Allah murka kemudian berbenah menuju jalan yang Allah tunjuki, jalan yang syar'i. Sehingga meskipun apapun yang terjadi megathrust menghampiri, kita kembali dalam keadaan yang Allah ridhoi.
 
Wallahu’alam bishawab.
 

 

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak