Mandatory Spending Dalam Dunia Pendidikan

 



Oleh. Yuli Juharini


Negara selalu punya cara untuk mengambil sesuatu yang seharusnya milik rakyat. Semua kebijakan negara tidak ada satu pun yang berpihak pada rakyat, terutama rakyat kecil yang seharusnya ada dalam perlindungan negara, baik itu masalah kesehatan, keamanan maupun pendidikan.

M

Dalam dunia pendidikan, baru-baru ini Pemerintah dan DPR merencanakan akan mereformulasi mandatory spending atau mengkaji ulang anggaran pendidikan melalui APBN. Yang tadinya mengacu pada belanja negara menjadi pendapatan negara. Itu artinya negara ingin mengurangi bantuan dana dalam dunia pendidikan.

Hal itu diusulkan oleh Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Menurut beliau, anggaran pendidikan yang 20% dari APBN kadang tidak dapat direalisasikan secara utuh. Karena itu harus diubah. Anggaran pendidikan yang sebelumnya Rp 665 triliun jika mengacu pada belanja negara dapat diturunkan menjadi Rp 560,4 triliun. Itu bisa saja terjadi jika mengacu pada pendapatan negara. (Bisnis, 06-09-2024)

Apa itu Mandatory Spending?

Mandatory Spending itu sebuah kebijakan negara yang diatur oleh undang-undang dalam hal pengeluaran dana dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan sosial dan ekonomi yang kerap terjadi antar daerah. Sebenarnya itu baik karena pada dasarnya negara bertanggung jawab penuh terhadap semua urusan rakyatnya, termasuk dalam dunia pendidikan.


Namun jika dana yang dikeluarkan negara untuk pendidikan dikurangi, maka dapat dipastikan tidak semua rakyat dapat memperoleh pendidikan secara cuma-cuma. Padahal, pendidikan adalah salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh negara. Tidak dikurangi saja masih ada yang belum mendapatkan pendidikan secara layak terutama di pelosok-pelosok daerah.


Itulah yang terjadi jika negara diatur oleh sistem buatan manusia. Karena peraturan yang dibuat oleh manusia tidak baku, jadi bisa direvisi kapan saja sesuai kebutuhan. Termasuk dalam dunia pendidikan. Tidak mustahil suatu hari dana pendidikan dari pemerintah akan dihapus. Jadi rakyat dipaksa mandiri. Jika sudah seperti itu, lalu apa gunanya negara?


Bukan rahasia lagi, pendidikan saat ini mahal harganya. Jika dapat sekolah negeri, memang tidak ada biaya masuk dan tiap bulan gratis, namun untuk menunjang sarana pendidikan itu tetap harus bayar, seperti baju seragam, alat-alat tulis, dan lain-lain. Tidak sedikit para orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah negeri mengeluh dengan biaya sarana pendidikan itu. Sementara jika ingin menyekolahkan ke sekolah swasta mereka tidak mampu. Belum lagi memikirkan kebutuhan lain yang tidak murah.

Biaya Pendidikan dalam Islam


Tidak hanya sebagai sebuah agama, Islam juga merupakan sebuah mabda atau ideologi. Semua diurusi dalam Islam. Apalagi masalah pendidikan. Karena pendidikan itu sangat penting untuk melahirkan generasi yang cerdas namun berakhlak mulia sesuai akidah Islam. Rakyat tidak perlu pusing memikirkan biaya pendidikan. Semua ditanggung oleh negara. Setiap warganegara berhak memperoleh pendidikan, baik muslim maupun nonmuslim jika patuh dan mengikuti peraturan Islam yang diterapkan oleh negara.

Semua biaya yang menyangkut dengan dunia pendidikan seperti gaji guru atau dosen itu menjadi tanggungan negara. Begitu pun dengan sarana dan prasarananya. Khalifah sebagai kepala negara Islam tidak ingin ada warga negaranya yang tidak dapat memperoleh pendidikan. Karena dia tahu bahwa setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat atas apa yang dipimpinnya.

Untuk memenuhi semua biaya dalam pendidikan, ada begitu banyak sumber daya alam yang dikelola dengan benar. Tentu saja itu dikelola oleh negara dan hasilnya diserahkan semuanya untuk memenuhi kebutuhan rakyat, termasuk di dalamnya untuk pendidikan.

Islam juga mempunyai kas negara yaitu baitul mal, yang cukup untuk memenuhi semua pengeluaran negara. Sumber dari baitul mal bisa berasal dari fa'i, jizya, kharaj, dan juga hasil dari pengelolaan sumber daya alam. Begitulah cara Islam mengelola keuangan untuk membiayai pendidikan dan kemakmuran rakyat.


Wallahu a'lam bishawab 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak