Krisdianti Nurayu Wulandari
Kasus rudapaksa atau pemerkosaan oleh pelajar dengan korban sesame pelajar, kembali terjadi di Palembang, Sumatra Selatan. Empat remaja yang masih duduk di kursi SMP dan SMA, melakukan pemerkosaan hingga pembunuhan terhadap korban berinisial AA (13 tahun). Pelaku tersebut adalah IS (16 tahun), MZ (13 tahun), AS (12 tahun), dan NS (12 tahun). (Dikutip dari www.cnnindonesia.com)
Berdasarkan pemeriksaan, keempat pelajar itu mengaku melakukan pemerkosaan itu usai menonton video porno dan akhirnya menyalurkan hasratnya kepada korban. Salah satu pelakunya, yaitu IS mempunyai sejumlah video porno di ponselnya. Ia mengaku sempat menonton video tersebut sebelum memerkosan dan membunuh korban. (Dikutip dari www.cnnindonesia.com)
Kasus berulangnya pemerkosaan di kalangan pelajar hingga memakan korban, menunjukkan potret generasi makin suram yang terjadi hari ini. Hal ini tampak dari perilaku pelaku yang kecanduan pornografi dan bangga dengan kejahatan yang dilakukannya. Bahkan pelaku sendiri berasal dari kalangan anak yang masih berusia remaja.
Kasus di atas hanyalah salah satu diantara banyaknya kasus yang menimpa generasi muda kita hari ini. Sebab masih banyak kasus serupa lainnya yang bahkan mungkin lebih mengerikan daripada itu.
Sejatinya fenomena ini menggambarkan anak-anak kehilangan masa kecil yang bahagia, yaitu bermain dan belajar dengan tenang, sesuai dengan fitrahnya sebagai seorang anak dalam kebaikan. Jika dulu anak-anak akan senang jika bermain (yang sifatnya fisik) bersama dengan teman-temannya, tetapi sekarang zamannya sudah berubah mereka akan senang jika mabar online bersama dengan temannya. Yang dari sini tak jarang juga banyak membawa dampak negatif bagi kehidupannya.
Dari fenomena ini juga menunjukkan kepada kita bahwa media yang ada saat ini semakin liberal. Semakin bebas untuk bisa mengakses segala konten, baik yang positif ataupun negatif. Untuk konten yang bersifat negatif, semisal pornografi terlihat negara tidak ada keseriusan untuk menutup konten-konten tersebut. Pasalnya hingga saat ini konten-konten tersebut masih bertanyangan di media online. Padahal, jika negara benar-benar ingin melindungi generasi dari pola sikap dan pikirnya, sudah seharusnya negara memblokir situs-situs yang dapat merusak akal dan segala hal yang terdapat pelanggaran terhadap syariat Islam di dalamnya.
Sebab, Islam mewajibkan negara untuk mencegah terjadinya kerusakan generasi melalui penerapan berbagai aspek kehidupan sesuai aturan Islam. Diantaranya adalah melalui pendidikan Islam, media yang islami, hingga sistem sanksi yang menjerakan bagi para pelakunya. Sungguh, negara memiliki peran besar dalam menjaga rakyatnya. Mulai dari menjaga akidah, akal, harta, nasab, jiwa, dan yang lainnya. Karena negara merupakan salah satu pilar tegaknya aturan Allah SWT.
Oleh karena itu, tidak boleh tidak kebutuhan kita terhadap kembalinya penerapan syariat Islam secara keseluruhan sangat penting dan mendesak sekali. Dengan diterapkannya syariat Islam secara keseluruhan, rakyat akan terjaga dari sisi akidah hingga jiwa dan keturunannya. Tidak akan ada anak-anak yang melakukan tindakan pemerkosaan lagi. Tidak akan ada lagi para pelaku kriminal yang semakin marak di tengah-tengah masyarakat.
Namun, hal ini hanya akan terwujud jika ada suatu institusi yang dapat menerapkan syariat Islam secara kaffah, yakni Khilafah 'ala minhajin nubuwwah. Sebab, tanpa adanya Negara yang mau menerapkan syariat Islam secara total, maka hasilnya akan sama saja. Kita tetap tidak bisa berharap syariat Islam yang kaffah dapat diterapkan apabila asas yang dipakai adalah Sekulerime yang mustahil akan menerapkan sistem Islam secara menyeluruh. Wallaahu A'lam
Tags
Opini