Kasus Pembunuhan dan Pemerkosaan Marak dalam Sistem Sekuler




Oleh : Iska, Pegiat Literasi, Ciparay Kab. Bandung



Pelaku utama pembunuh dan pemerkosaan siswi SMP di Palembang kecanduan film dewasa.
Pihak kepolisian telah melakukan pemeriksaan maraton terhadap IS, tersangka utama pemerkosaan dan pembunuhan gadis 13 tahun di Palembang, Sumatera Selatan.
Ketiga pelaku yakni, MZ (13), MS (12) dan AS di bina sesuai undang-undang Perlindungan Anak pasal 32 dengan status Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH). Ketiga pelaku ke panti rehabilitasi karena adanya permintaan keluarga agar dilakukan untuk pembinaan mengingat sebagai status mereka sebagai anak-anak

Lelaki yang sebentar lagi berusia 17 tahun itu diyakini berpola pikir berbeda dibandingkan anak seusianya. Ia hanya bergaul dengan anak yang lebih muda agar bisa mengendalikan mereka. Pihak kepolisian juga tengah menyelidiki apakah ada keterkaitan antara aksi kejam IS terhadap kebiasan menonton film dewasa. Polisi pun bersikap sangat hati-hati dalam menangani kasus ini karena para terduga pelaku masih anak-anak.

Definisi perkosaan dalam penelitian ini adalah suatu tindakan pemaksaan hubungan seksual dari laki-laki pada perempuan. Pemaksaan hubungan seksual tersebut dapat berupa ancaman secara fisik maupun secara psikologis.

Kasus pemerkosaan dan pembunuhan pada anak dibawah umur Secara
khusus Indonesia memiliki undang-undang tersendiri mengenai perlindungan terhadap anak, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 81 dan 82 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak ini diatur bahwa pelaku seksual terhadap anak dipidana dipenjara maksimal 15 tahun. Dan penahanan terhadap anak hanya dapat dilakukan dengan syarat anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih dan diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih. 

Islam memberikan sanksi pidana pembunuhan yang disengaja berupa qishas, yaitu hukuman yang sama dengan perbuatan yang telah dilakukannya, oleh karena perbuatannya berupa pembunuhan, maka pelaku juga akan mendapatkan sanksi pidana pembalasan berupa dibunuh atau dihukum mati.
Menurut fiqh jinayah anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana pembunuhan tidak dapat dikenakan hukuman qishas atau diat karena anak di bawah umur belum mempunyai tanggungjawab hukum, hanya saja sanksi yang bisa diberikan kepada anak yang melakukan tindak pidana aadalah sanksi ta'zir.

Hukum Islam menjelaskan bahwa perkosaan merupakan had hirabah (Q.S. Al-Maidah : 33). Sanksinya berupa hukuman mati, disalib, potong tangan kaki bersilang atau diasingkan.

Jadi sudah jelas, bahwa islam lah satu-satunya agama yang bisa mengatasi permasalahan hidup, mengatur kehidupan manusia yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunah bukan dengan pemikiran manusia yang hanya terbatas dan apabila ada kepentingan pasti diubah-ubah. 
Dalam sistem kapitalisme sekulerisme ini anak-anak tidak mendapatkan perlindungan baik negara yang abai dan tak mampu memblokir tontonan pada internet maupun sebagai orang tua yang harus mengawasi tontonan handphone atau pun ditelevisi banyak nya tontonan yang pulgar tidak bisa dihindari. 

Pentingnya bagi orang tua yang selalu mengawasi anak nya main handphone agar tidak kebamblasan anak menonton yang tidak layak ditonton. Handphone banyak kemudharatannya tapi bisa diatasi yaitu dengan bijak menggunakannya . Semoga dengan kembalinya sistem Islam yang kita rindukan ini negara bisa menerapkan aturan Ilam yang dipimpin oleh seorang khalifah (imam) agar semua permasalahan hidup kembali terselesaikan. 
Wallahu a'lam bish shawwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak