Oleh : Ummu Mumtazah
Dari hari ke hari bulan ke bulan bahkan hampir kurang dari satu tahun setelah Pemerintah melalui Bapanas ( Badan Pangan Nasional ) tengah menyiapkan aturan tentang penetapan Harga Eceran Tertinggi (NET) relaksasi beras yang saat ini akan menjadi NET permanen. Hal itu membuat rakyat menjerit karena harga beras terus naik drastis, negeri yang kaya akan sumber daya alam mengalami kenaikan beras yang sangat tinggi, mulai diberlakukan relaksasi dari NET beras preminum 14.900/kg yang sebelumnya 13.900/kg di wilayah Aceh, Sumut, Lampung dan Sumsel dan wilayah lainnya dari harga 14.400/kg menjadi 15.400/kg. (CNNIndonesia, 25-5-2024).
Dengan pemberlakuan NET tersebut apakah tidak memberatkan masyarakat ? sedangkan kebutuhan bahan pokok masyarakat semakin sulit dijangkau, bagaimana masa depan dengan negeri ini, setelah banyak keterpurukan dalam setiap aspek yang terus berulang, kini harga beras pun ikut bertandang. Seolah permasalahan negeri ini tak pernah selesai.
Mahalnya harga beras menjadi ironi Indonesia sebagai negeri agraris. Bahkan, Bank Dunia (World Bank) mencatat harga beras di Indonesia tergolong lebih mahal bila dibandingkan dengan sejumlah negara di Asean. Country Director for Indonesia and Timor-Leste World Bank, Carolyn Turk, menuturkan, untuk mendapatkan beras masyarakat Indonesia perlu merogoh kocek lebih mahal hingga 20% bila dibandingkan dengan negara Asean lain."
Jakarta.
(ekonomi.bisnis.com)
Menurut ekonomi pertanian dari center of Reform on Economic(Core) Eliza Mardian, kebijakan NET beras sebenarnya lebih menguntungkan sisi pedagang besar alih- alih petani, yang justru tengah merasakan penurunan harga gabah secara signifikan. Jika NET beras naik, sedangkan harga pembelian gabah tidak naik, daya beli petani akan tergerus. Faktanya lHi, harga gabah di level petanijustru anjlok, meski Bulog sudah menetapkan HPP gabah kering dengan harga lebih tinggi dari sebelumnya.
(Bloombergtechnoz, 24-5-2024)
Jika fakta seperti diatas maka kemungkinan di masa yang akan datang sudah tidak ada lagi yang ingin berprofesi sebagai petani, karena bergantung pada impor beras untuk mengamankan stok pangan nasional sebab lahan sawah mereka berubah menjadi lahan produksi, karena tidak ada mata pencaharian maka petani menjual lahan sawahnya.
Bagaikan pungguk merindukan bulan, untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di negeri ini. Sementara harga beras tinggi karena biaya produksi. Hal itu bukan berarti dengan harga beras tinggi petani semakin sejahtera dan untung tetapi dengan biaya produksi yang tinggi petani pun menjerit bahkan prustasi dan berpindah ke mata pencaharian yang lain.
Kapitalisme, Penyebab Harga Beras Tinggi
Harga beras tinggi karena biaya produksi tinggi, ini disebabkan sektor pertanian sudah dikuasai oleh para oligarki dari hulu ke hilir. Mereka menguasai mulai dari bibit, pupuk, pengolahan sampai pendistribusian sampai ke tangan konsumen. Ketika petani menjual hasil pertaniannya maka harganya pun anjlok dan ketika masyarakat membeli harganya tinggi tidak sebanding dengan apa yang mereka dapatkan.
Sistem kapitalisme telah memuluskan kepentingan oligarki, bukan hanya masalah pertanian saja tetapi dalam setiap sektor sehingga masyarakat kebagian rugi dan susah untuk mendapat kebutuhan mendasar yang seharusnya didapat secara gratis dari penguasa. Penguasa lebih memilih para pengusaha daripada rakyat, mereka bergandengan dan bermesraan dengan pengusaha dan sudah tidak mempedulikan rakyat. Rakyat hanya korban dari sistem yang dijalankan saat ini.
Negara seharusnya memberikan bantuan kepada petani, tetapi faktanya petani harus mandiri dengan sedikit modal untuk pengelolaan pertaniannya. Di sisi lain, negara sedang melakukan pembatasan impor beras sehingga ketersediaan beras juga lebih sedikit sehingga harga beras pun mahal tidak terkendali.
Penguasaan sektor pertanian melalui adanya ritel-ritel yang menguasai bisnis beras bisa memainkan harga sehingga hal itu berpeluang bagi oligarki untuk membuka keran impor beras dan akan semakin menguntungkan oligarki dan menyengsarakan petani.
Kapitalisme telah merenggut segala yang menjadi hak rakyat, negara telah lepas tangan dalam pemenuhan kebutuhan rakyat. Negara hanya berperan sebagai regulator saja dan fasilitator dan berpihak pada oligarki. Padahal negara tugasnya adalah sebagai roo'in bukan sebagai majikan yang seenaknya memperlakukan rakyat sesuka hati demi meraih keuntungan yang tidak seberapa dibandingkan azab yang mereka terima kelak di hari kiamat. Tugas pemimpin sangat berat sehingga jika tidak amanah maka balasannya akan lebih berat lagi dan akan menyesal di kemudian hari.
Negara seharusnya berperan menyediakan lahan untuk ketahanan pangan ( beras ), pupuk yang terjangkau, pengadaan alat-alat pendukung untuk pertanian yang canggih serta pengembangan bibit unggul dan meningkatkan kemampuan petani sehingga makin ahli dan hasil pertanian pun semakin melimpah hasilnya.
Islam sangat Memperhatikan Sektor Pertanian
Negara dalam hal ini pemimpin yang berada dalam Daulah Islam ( Khilafah ), akan menyediakan lahan untuk ketahanan dan kedaulatan pangan sebagai salah satu basis pertahanan negara dan basis mensejahterakan rakyatnya. Ketahanan pangan adalah kebutuhan manusia yang real, jika ada jaminan pangan maka sebuah negara akan terjamin pula, sebaliknya jika jika tidak ada ketahanan pangan suatu negara maka kemiskinan dan kelaparan akan terus mengancam, sumber daya manusia dan masa depan generasi pun akan terancam pula, makanya negara harus memprioritaskan kebijakan pangan dengan pengelolaan beras yang sistematis dan terstruktur melalui politik pangan agar pengelolaannya semakin baik.
Politik pangan dalam Islam merupakan kebutuhan yang pokok dan dengannya negara tidak boleh bergantung pada negara lain, terutama kebutuhan akan beras. Oleh karena itu negara seharusnya memberikan subsidi besar terhadap para petani agar bisa memproduksi beras dengan biaya yang ringan dan mendapatkan keuntungan yang besar. Dengan begitu yang berkaitan dengan beras maka disitu ada petani yang mengolahnya, lahan pertanian dan alat produksinya. Jika
semuanya aspek mendukung pasti petani dapat mengolah tanahnya dengan baik dan akan mendapatkan hasil yang memuaskan sehingga kemakmuran dan kesejahteraan akan tercapai.
Alhasil, dengan politik pangan yang sistematis dan terstruktur maka negara tidak bergantung lagi pada negara lain sehingga tidak mudah dikuasai dan dijajah. Maka yang diperlukan masyarakat adalah kebijakan negara melalui kebijakan pangan yaitu yang ada dalam politik pertanian sistem Islam untuk memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat yang mengacu pada peningkatan produksi pertanian dan distribusi pangan yang adil. Maka pengelolaan lahan pertanian di negara agraris tidak miris dan menangis lagi.
Negara dalam sistem Islam, akan melakukan seluruh upaya untuk mewujudkannya sesuai dengan sistem ekonomi dan dengan dukungan sistem lain dalam bingkai penerapan Islam dalam setiap aspek kehidupan dalam naungan Daulah Islamiyah 'ala minhaj nubuwwah.
Wallaahu a'lam bish shawwab
Tags
Opini