Mirna
Berbicara Kapitalisme, berarti berbicara bagaimana cara bermainnya uang dan pemiliknya. Capital memegang kendali penuh sebuah negara yang menganut sistemnya. Meskipun Indonesia mengikrarkan diri sebagai bangsa yang berideologi Pancasila namun pada prakteknya hampir semua lini kehidupan negeri ini dipegang oleh system kapitalisme bahkan oligarki. Beberapa riset dan penelitian menyebutkan bahwa lemahnya kendali bangsa hingga system yang ada merambah oligarki dan kapitalisme adalah karena rendahnya SDM masyarakat Indonesia. Pendidikan yang merupakan salah satu pilar pembentuk SDM berkualitas jauh dari harapan bisa menajadikan generasi bangsa menjadi penerus bermutu.
Bahkan saat ini kebanyakan berita penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh anak usia sekolah, mirisnya merambah pada area kriminalitas dan bahkan sampai merenggut nyawa. Kasus bullyng, perkelahian antar remaja, perzinahan yang sudah tidak bisa di hitung saking banyaknya. Sebagian besar generasi bangsa ini menjadikan negara sekuler sebagai acuan dalam bersikap. Sayangnya efek-efek negative ini seakan diabaikan oleh pemerintah. Bahkan malah ada upaya untuk mempermudah kenakalan remaja, seperti pemberian alat kontrasepsi gratis. Betapa ngerinya Pendidikan di negara ini.
Memahami bahwa upaya-upaya untuk membentuk generasi berkualitas tentulah memerlukan dana yang tidak sedikit, membangun fundamentalis generasi yang sudah rusak tentu perlu tenaga dan modal yang tidak sedikit jika ditilik dari system kapitalisme. Sejatinya dalam APBN Republik Indonesia, ada 20% bagian yang merupakan hak bagi Lembaga berbasis Pendidikan. Namun baru-baru ini Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan perubahan basis 20% mandatory spending dari belanja negara menjadi pendapatan negara. Usulan ini berpotensi mengurangi anggaran yang dialokasikan untuk sekolah. Jika perubahan ini diterapkan, anggaran pendidikan yang sebelumnya Rp665 triliun (mengacu pada belanja negara) dapat turun menjadi sekitar Rp560,4 triliun (mengacu pada penerimaan negara).
Padahal jika diperhatikan lebih lanjut, selama ini setiap kali ada perombakan anggaran yang dilakukan maka tidak lama dana-dana tersebut akan menjadi lading pembagian jatah (korupsi). Karena mengotak atik anggaran dana, berarti memberi peluang pemindahan anggaran. Pada dasarnya saat mengalami kondisi ekonomi yang tidak stabil yang dilakukan bukan memotong anggaran apalagi dibidang Pendidikan, namun cari dulu akar masalahnya. Kenapa perekonomian jauh dari yang diharapakan?. Mengingat banyaknya tikus-tikus di Pemerintahan. Seharusnya sudah bisa ditebak kalau perekonomian yang “meroket” kebawah itu karena system kapitalisme yang membuat para penyelenggaranya gelap mata dan menyalahgunakan kuasa. Ada puluhan bahkan mungkin ratusan kasus korupsi mulai dari jutaan sampai triliunan yang dilakukan oleh elit politik bangsa ini. Lantas kenapa Pendidikan yang dikorbankan? Lalu bagaimana mau menghasilkan output yang katanya beriman, bertakwa dan bersaya saing. Jika anggaran untuk itu saja di korupsi, jika para pemimpin yang harus jadi contoh generasi jauh dari kata “cendikiawan” apalagi bisa dibanggakan.
Padahal jika system yang di gunakan adalah system Islam maka hal semacam ini tidak akan terjadi. Islam mengajarkan beberapa prinsip dalam mendistribusikan keuangan pendidikan yaitu : 1) tidak adanya transaksi keuangan pendidikan yang berbasis bunga, 2). Penghindaran aktifitas keuangan pendidikan yang melibatkan maysir(judi),3). Pengenalan sedekah, 4).Pelarangan produksi barang dan jasa yang bertentangan dengan hukum Islam. Konsep kelola uang dalam Islam jelas bersumber pada satu hukum syara semata. Jadi perintah dan larangan Allah menjadi acuan dalam pendayagunaan dana.
Prinsip semacam ini membuat para pemangku kebijakan dan pengelolaan dana umat akan berpikir ribuan kali untuk melakukan kecurangan. Tidak akan ada dana yang bergerak tanpa arus yang jelas (seleweng), tidak akan ada kepentingan kelompok didalamnya, apalagi keinginan untuk korupsi karena keimanan yang kuat menjadi tali pengikatnya. Kesadaran akan amanah dan ketakutan akan hisab dari Allah sudah cukup menjadi banteng utama agar dana Pendidikan tidak simpang siur. Pengelolaan semacam ini juga membuat kesejahteraan para pengajar lebih diperhatikan, gaji yang sesuai dengan kerja serta kesungguhan akan tanggung jawab sebagai pengajar yang melahirkan generas emas peradapan juga akan lebih mudah di realisasikan. Maka bisa dikatakan semua hal akan sinergi dan tujuan Pendidikan menghasilkan output berkualitas tidak hanya secara fisik namun juga keimanan akan terbentuk dengan baik dan kokoh. Wallahu’alam bissawab.
Tags
Opini