Aborsi makin marak akibat sistem sekulerisme


 
Oleh : Isna

Kasus aborsi kembali meningkat. Misalnya saja di Kalideres,  dua sejoli ditangkap karena menggugurkan janin berusia 8 bulan akibat kehamilan yang tidak diinginkan (detik.com 09-13-2024). Kasus serupa juga terjadi di Palangka Raya, dua pelajar juga melakukan aborsi dengan alasan yang sama (detik.com 09-13-2024) Semakin maraknya kasus aborsi menarik perhatian  pemerintah. Sesuai Peraturan Menteri Nomor 28 Tahun 2024, peraturan ini bertujuan untuk mengatasi kasus aborsi ilegal akibat kehamilan yang tidak diinginkan dengan  menyediakan layanan aborsi legal. Hal ini di setujui oleh Direktur Yayasan Kesehatan Perempuan Nanda Dwinta meminta agar akses ke pelayanan aborsi tidak mempersulit perempuan dan korban kekerasan seksual. (antaranews.com 09-13-24)

Sayangnya, pemerintah nampaknya mengabaikan permasalahan ini, terbukti dengan penerapan peraturan yang kontraproduktif dan membatasi kebebasan berserikat. Misalnya, pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah dianggap sebagai solusi terhadap pergaulan bebas, padahal justru mendorong terjadinya pergaulan bebas di kalangan remaja. Selain itu, dengan dikeluarkannya kebijakan pemberian alat kontrasepsi kepada pelajar dan remaja sebagaimana termaktub dalam PP 28/2024 tentang Implementasi UU Kesehatan (UU 17/2023),  anak-anak akan mudah melakukan pergaulan bebas. Berikut beberapa kebijakan yang disebut sebagai upaya pencegahan aborsi. Di sisi lain, pemerintah harus mengisi berbagai kesenjangan dalam pergaulan bebas. Memang akar permasalahan kehamilan remaja yang tidak diinginkan dan melakukan aborsi adalah pergaulan bebas.
 

Aborsi massal yang  terjadi seharusnya menjadi peringatan besar bahwa ada sesuatu yang salah dengan sistem kehidupan saat ini. Kebebasan seksual merupakan sebuah kebutuhan dalam hidup yang saat ini diatur oleh sistem sekularisme yang  memisahkan aturan agama dari kehidupan. Halal dan Haram tidak menjadi pedoman kemanusiaan dalam kehidupan mereka, Semuanya Berlandaskan Hak Asasi Manusia Jika masyarakat dihalangi untuk mewujudkan keinginannya, maka dianggap pelanggaran hak asasi manusia  (HAM). Tayangan terus-menerus di media yang mempromosikan hasrat seksual generasi muda, kurangnya pendidikan moral dan spiritual di masyarakat, minimnya pengajaran Islam sebagai aturan yang hidup dalam sistem pendidikan saat ini, kurangnya peran orang tua dalam pendidikan anak karena sibuk bekerja, diperkuat dengan sistem, undang-undang, dan  sanksi yang tidak memberikan efek jera bagi pelakunya.

Sekularisme yang meyakini bahwa hidup harus terpisah dari peran agama, menyebabkan masyarakat tidak mempunyai arah dalam menjalani kehidupannya. Allah SWT sebagai Khaliq, pencipta manusia (dan alam semesta), beliau tidak hanya mencipta tetapi juga menurunkan seperangkat aturan hidup yang menjadi pedoman bagi umat manusia agar tidak tersesat dan terjerumus ke dalam jurang keji. Untuk mencegah  aborsi, negara Khilafah (negara yang menganggap Islam sebagai dasar negara) akan mendirikan sistem sosial Islam. 

Kehidupan laki-laki dan perempuan terpisah, khalwat dan ikhtilat yang tidak berkepentingan akan diharamkan. Hukum kewajiban menutup aurat ditegakkan. Laki-laki dan perempuan diperintahkan  menundukkan pandangan. Pornografi akan dihapus, pelaku dan penyebarnya akan dihukum. Media massa dan jejaring sosial akan diawasi secara ketat oleh polisi siber  agar tidak ada konten-konten yang bertentangan dengan Islam. Khilafah juga akan menerapkan sistem pendidikan berbasis agama Islam agar warga negaranya mengikuti aturan Islam.

Dakwah amar makruf nahi mungkar didakwahkan ke seluruh pelosok negeri sehingga menjadikan  masyarakat bertakwa. Hukum Islam membanggakan dan membawa keadilan karena  setiap warga negara sadar akan  hari kiamat di akhirat. Jika dengan tetap menganut agama Islam masih terjadi tindakan asusila seperti aborsi, maka Islam akan memberikan sanksi berat kepada pelakunya.

Mengenai aborsi, para ulama sepakat bahwa aborsi yang dilakukan setelah ruh dipindahkan ke janin (usia 120 hari atau 4 bulan) adalah haram. Dan aborsi diperbolehkan dalam Islam hanya jika kehamilan tersebut membahayakan nyawa  ibu, bukan karena kehamilan yang tidak diinginkan, dan bukan karena pergaulan bebas. Dalam Islam, pelaku kejahatan aborsi akan mendapat hukuman berupa  diyat. Para ahli berbeda pendapat mengenai apakah pelaku aborsi  harus membayar kafarat. Sebagian ulama berpendapat bahwa orang yang melakukan aborsi, selain  membayar diyat, juga harus membayar kafarat dengan membebaskan budak atau berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Semua ini tidak dapat terwujud kecuali Islam diterapkan tidak hanya pada tingkat individu dan masyarakat, tetapi juga pada tingkat negara sebagai bagian dari Khalifah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak