Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Menuju Indonesia emas 2024 sepertinya bakal kesandung dengan peraturan yang terbit terbaru, mengundang polemik dan multitafsir.
Pemerintah meresmikan aturan terbaru tentang kesehatan, yaitu PP nomor 28 tahun 2024 tentang peraturan pelaksanaan undang-undang nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan. Ironinya, ada pasal yang menyebutkan aturan khusus, terkait penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja.
Jelas pasal itu menimbulkan makna beragam, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat meminta aturan itu dicabut. Secara tegas MUI mengecam sekaligus menentang keras penyediaan alat kontrasepsi sebagai bagian dari upaya mendorong kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja (republika.co.id, 6/8/2024).
KH Rafani Akhyar selalu Sekretaris Umum MUI Jabar, menilai pasal tersebut hanya akan memberikan peluang kepada anak-anak berbuat zinah atau hubungan seks bebas. Padahal saat ini pergaulan anak-anak sudah cenderung bebas dan berpotensi terjadi hubungan bebas atau perzinahan.
Rafani tidak peduli sanggahan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menyebut penyediaan alat kontrasepsi hanya untuk remaja yang sudah menikah agar menunda kehamilan. Tetap saja jika diterapkan akan membuka celah bagi yang lain memanfaatkannya. Yang terjadi perzinahan kian tak terkendali.
Kapitalisme Munculkan masalah Baru
Inilah penerapan sistem kapitalisme, bukan tidak mungkin kebijakan baru ini adalah untuk kepentingan bisnis. Pengusaha kapitalis membonceng kampanye perilaku seks aman yang kini tren di masyarakat kita. Merusak tatanan pernikahan dan kemasyarakatan.
Yang menikah memilih childfree karena anak dianggap beban, menghambat karier perempuan karena semestinya perempuan bisa berdaya ekonomi. Menghasilkan uang untuk keluarga dan memutar roda bisnis yang memunculkan profit. Secara tenaga kerja perempuan cukup murah dan mudah diatur.
Pandangan tak ingin memiliki anak meski sudah menikah menyalahi perintah Allah SWT, bahwa menikah memang untuk melestarikan jenis sebagaimana sabda Rasulullah Saw., "Menikah adalah sunnahku, barangsiapa yang tidak mengamalkan sunnahku, bukan bagian dariku. Maka menikahlah kalian, karena aku bangga dengan banyaknya umatku (di hari kiamat)." (HR. Ibnu Majah no. 1846, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 2383).
Ditambah kampanye bahwa beban hidup sangat berat, bila ditambah anak tentu lebih berat lagi. Akhirnya muncul menikah justru menambah penderitaan, sementara yang belum menikah berpikir cinta dan rasa suka harus mendapat penyaluran. Norma dan aturan agama dianggap menghalangi kebebasan itu. Benar sajalah, jika kebebasan yang berasal dari ide sekular yaitu pemisahan agama dari kehidupan difasilitasi, maka kehancuran akan datang..
Lantas dimana letak solusinya? Apa maksud sebenarnya dari kebijakan ini? Apa salahnya pasangan menikah segera program anak dan tidak menundanya? Dan apakah jika remaja dibekali alat kontrasepsi segala persoalan terkait menikah, anak, usia pernikahan, angka Stunting dan kemiskinan yang tinggi bisa teratasi?
Kapitalisme hanya memunculkan masalah baru, jika Indonesia hendak menuju Indonesia emas butuh generasi yang banyak, tangguh sekaligus futuristik atau berwawasan maju? Dengan PP terbaru ini bisa jadi yang muncul hanyalah generasi yang otaknya mesum. Hanya berpikir pemenuhan kebutuhan jasadiyah semata.
Islam Solusi Hakiki Wujudkan Indonesia Emas
Islam sebagai sistem kehidupan begitu sederhana, sebab aturan telah ditetapkan oleh Allah SWT. Sebagai pembuat hukum, dan Rasulullah Saw sebagai pemberi teladan bagi manusia. Pantaskah manusia membuat hukum tandingan bagi Allah?
Zina jelas hukumnya haram, maka Islam cukup dengan penegakan hukum dan sanksi yang tegas. Sebab hukum dalam Islam bersifat jawabir, penebusan dosa pezina itu saat di akhirat kelak. Dan zawabir atau sebagai efek jera bagi yang berniat melakukannya. Pezina yang belum menikah dihukum cambuk, sedangkan yang sudah menikah akan dirajam hingga meninggal dunia.
Bagi mereka yang memfasilitasi perbuatan zina akan dihukum penjara atau diasingkan. Hal ini tak ada dalam sistem hari ini, sebab justru bagi kapitalis, zina adalah komoditas yang mampu menggerakkan perekonomian.
Pendidikan akan berbasis akidah, yang menghasilkan output bertakwa dan memiliki kepribadian Islam dimana pola pikir dan pola sikapnya selaras dengan akidah Islam. Pergaulan akan diatur oleh negara sedemikian rupa agar tak terjadi campur baur ataupun berdua-duaan tanpa hajat yang diperbolehkan syara.
Negara akan menjamin kebutuhan pokok lain dari rakyatnya dengan mandiri dan tak bergantung pada bangsa lain. Sehingga masyarakat sejahtera hakiki. Baitulmal yang akan mengampu pembiayaan negara dari hasil pengelolaan SDA dan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk langsung maupun tidak langsung. Langsung bisa zatnya misal BBM murah untuk rakyat, tidak langsung dirupakan pelayanan umum menyangkut pembangunan sekolah, rumahsakit, jalan dan lainnya.
Akankah bisa diterapkan jika kapitalisme masih bercokol? Tentu tidak, sebab secara fitrah kebatilan tidak akan bercampur dengan kebaikan. Wallahualam bissawab.