Oleh: Nai Haryati, M.Tr.Bns., CIRBD.
(Praktisi, Pengamat Politik dan Ekonomi)
Bangladesh memanas, dipicu protes mahasiswa atas reformasi kuota yang mencadangkan sepertiga dari seluruh jabatan pegawai negeri sipil untuk anak-anak pejuang yang berpartisipasi dalam gerakan kemerdekaan pada 1971. Pembatasan kuota seleksi pegawai negeri sipil (PNS) dinilai hanya menguntungkan kelompok pro-pemerintah pendukung Hasina.
Protes yang terus meluas menyebabkan jumlah korban tewas akibat protes mahasiswa di Bangladesh meningkat menjadi 201 pada Kamis 25 Juli 2024, dengan penambahan empat orang tewas di ibu kota Dhaka dan daerah sekitarnya. Hal tersebut disampaikan beberapa pejabat dan media setempat (m.antaranews.com, 25/7/2024).
Wajah Represif Penguasa
Penguasa Bangladesh menghadapi tantangan paling serius karena demo yang dilakukan para mahasiswa yang belum kunjung reda dan partai oposisi yang berkumpul di belakang mahasiswa. Tragedi ini semakin menampakkan wajah penguasa yang represif dikarenakan kebijakan yang membatasi kebebasan pers serta serangkaian pelanggaran hak asasi manusia (international.sindonews.com, 08/01/2024).
Pemerintah menutup jaringan internet dan jaringan seluler guna mencegah komunikasi antara para demonstran disebabkan protes meningkat di seluruh negeri. Polisi, militer, dan paramiliter dikerahkan untuk meredam kerusuhan. Beberapa pengunjuk rasa diserang oleh organisasi sayap mahasiswa dari partai yang berkuasa.
Nir empati penguasa sebagai respon terhadap tragedi tersebut mengarah kepada penyalahgunaan kekuasaan. Kebijakan yang diambil dikhawatirkan semakin mengukuhkan dan memperpanjang dominasi keserakahan. Bahkan, masukan dan kritik dianggap seperti riak-riak di tepi pantai yang mudah dijinakkan, dipecah, dan dihapus.
Sikap represif penguasa menunjukkan bahwa dalam sistem kapitalisme mereka tidak berpihak pada rakyat, kebijakan condong menguntungkan pihak atau kelompok tertentu, rakyat dihadapkan pada ketidakpuuasan dan ketidakadilan sehingga menuntut perubahan. Kondisi ini tentunya mengingatkan pada tragedi 1998 di Indonesia yang dilatar belakangi karena krisis ekonomi yang meluas menjadi krisis politik dan memantik hilangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah. Hilangnya kepercayaan publik mendorong mereka meruntuhkan kekuasaan dari penguasa petahana.
*Tak Sekedar Perubahan Reformasi*
Tentunya, rakyat Bangladesh dan masyarakat dunia menginginkan ada perubahan. Hal ini wajar terjadi ketika manusia mengindra di sekelilingnya terjadi realitas kerusakan, keburukan, atau kondisi yang seharusnya tidak terjadi. Perubahan yang terjadi tidak hanya mendorong munculnya generasi kepemimpinan baru dengan format reformasi tapi perlu perubahan secara inqilabi atau revolusioner. Rangkaian perubahan dengan reformasi yang berkali-kali terjadi di negeri-negeri kaum muslim tersebut tidak menjadikan kondisi masyarakat lebih baik. Perubahan yang berkali-kali tersebut mengalami kegagalan. Apalagi jika realita kondisi umat Islam yang mayoritas menjadi penduduk negeri-negeri tersebut justru kian terpuruk. Kondisi ekonomi, politik, pendidikan, hukum, dan sosial kemasyarakatan semakin semrawut.
Faktor dari kegagalan tersebut karena tuntutan perubahan tidak menyentuh akar masalah, masih dalam kerangka sistem Kapitalisme yang Sekuler dan Liberal, bertentangan dengan Islam. Permasalahan dan kesempitan hidup yang dialami manusia saat ini akibat berlepas dari petunjuk Allah SWT sebagai Al Mudabbir.
”Siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit. Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. (QS Taha: 124).” Dalam penjelasan Tafsir Kementerian Agama, ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT menjelaskan orang-orang yang berpaling dari ajaran Alquran, dan tidak mengindahkannya serta menentang petunjuk-petunjuk yang terdapat di dalam Alquran. Maka sebagai hukumannya, manusia yang berpaling dari Alquran akan selalu hidup dalam kesempitan dan kesulitan. Maka untuk merubah kondisi ke arah yang lebih baik hanya dapat terwujud dengan penerapan sistem Islam secara kaffah, karena sistem Islam adalah sistem yang sempurna dan menyeluruh.
Arah Perubahan Hakiki
Arah perubahan hakiki tidak akan terkooptasi dengan ideologi Kapitalisme maupun Sosialisme. Kegagalan selama ini yang terjadi harus menjadi introspeksi bagi langkah perubahan yang akan diambil. Perubahan yang baik dan benar hanya ada pada Islam yang bersumber dari Sang Pencipta Manusia dan Alam Semesta.
Islam menuntut perubahan revolusioner dengan kembali kepada sistem hidup Islam sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Rasulullah menjadikan akidah Islam sebagai landasan serta visi misi perubahan. Maka dari sanalah lahir pranata aturan kehidupan dengan mengubah kerusakan secara sistematis dan ideologis bukan parsial.
Setidaknya, ada tiga tahapan (marhalah) yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dalam mentransformasi sistem kehidupan. Pertama, tahap pembinaan (marhalah tatsqif), yakni tahap pengukuhan dan penancapan pemikiran yang diemban. Kedua, tahap berinteraksi dengan umat untuk membangun kesadaran dan opini umum Islam ditengah mereka. Ketiga, tahap transformasi kepemimpinan dengan menerapkan Islam di tengah kehidupan.
Arus perubahan inilah yang harus terjadi di dunia dan acuan bagi perjuangan kaum muslim. Tentu perubahan tersebut tidak datang dengan sendiri tapi akan terwujud jika diemban oleh kelompok yang merujuk kepada amal Rasulullah saw. Yaitu kelompok dakwah Islam ideologis yang meneladani setiap langkah dari dakwah Rasulullah saw. Penguasa pun harus menyadari bahwa kepemimpinan bukanlah sekedar meraih kekuasaan tetapi bagaimana mampu mengurusi dan melayani kepentingan rakyat dengan aturan Islam. Sebagaimana sudah terbukti selama 13 abad yang lalu, era kepemimpinan Islam dengan seperangkat aturan atau syariah Islam telah membawa dunia pada tatanan kehidupan baru yang di ridhai oleh Allah SWT serta membawa keselamatan di dunia dan akhirat. Wallahu a'lam bi ashawab.
Tags
Opini
Tulisan nai haryati ini copy paste dari yutub media muslimah hub 😁
BalasHapus