Oleh : Nabila Sinatrya
Menjelang berakhirnya masa jabatan Presiden Joko Widodo, muncul peraturan yang menuai kontroversial yaitu ketentuan pemberian alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja.
Melansir dri news.detik.com (06/08/2024) Presiden Joko Widodo ikut mengatur ketentuan pemberian alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 terkait pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Pasal 103 menyebut soal upaya Kesehatan sistem reproduksi anak sekolah. Anak usia sekolah dan remaja diwajibkan mendapat edukasi Kesehatan reproduksi mulai dari mengetahui sistem, fungsi, hingga proses reproduksi.
Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin menjelaskan, pengesahan aturan pelaksana undang-undang Kesehatan ini menjadi penguat bagi pemerintah untuk membangun kembali sistem kesehatan yang tangguh di seluruh Indonesia. (Situs Kemkes, 30-7-2024).
Kebijakan ini menuai kontroversial, pasalnya penyediaan alat kontrasepsi ini bagi pelajar dinilai memfasilitasi untuk melakukan hubungan seksual diluar nikah. Direktur Institut Sarinah, Eva Kusuma Sundari menyampaikan kebijakan ini sangat aneh karena akan timbul salah paham, daripada membagikan alat kontrasepsi sebaiknya memberikan edukasi.
Sistem sekulerisme-liberalisme melahirkan kebijakan yang menjerumuskan generasi pada jurang kehancuran yaitu pergaulan bebas dan zina yang jelas menjadi dosa besar. Paham kebebasan yang dianut membuat negara melegalkan perzinahan.
Kemaksiatan sistem yang terorganisir oleh negara membuat generasi semakin jauh dari jati dirinya sebagai seorang muslim, padahal negeri ini mayoritas penduduknya muslim namun kebijakan yang berkiblat ke barat yang menjadikan agama harus terpisah dari kehidupan (sekulerisme).
Kehidupaan generasi akn berbeda jika menjadikaan Islam sebagai pedomaan untuk mengatur seluruh aspek kehidupan. Negara sebagai ra’in (pengurus umat) sekaligus junnah (pelindung), sebagaimana sabda Rasulullah saw,
“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Ia akan dijadikan perisai yang orang-orang akan berperang di belakangnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Juga sabdanya, “Imam/khalifah itu laksana gembala, dan hanya ialah yang bertanggung jawab terhadap yang digembalakannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Negara harusnya menggunakan kekuasaannya untuk menjaga rakyatnya agar tetap berpegang teguh pada syariat Islam. Pemimpin kaum muslimin yaitu khalifah akan menjalankan hukum Allah atas rakyat yang dipimpin, tidak boleh membuat kebijakan yang bertentangan dengan syariat Islam, seperti melegalkan perzinahan.
Sistem pendidikan Islam akan membentuk kepribadian Islam bagi warga negaranya. Negara akan menjauhkan dari paham-paham yang merusak aqidah umat Islam, seperti sekularisme, kapitalisme, liberalisme, dan sebagainya.
Media akan menjadi kontrol negara, tayangan yang dibolehkan adalah tayangan yang dapat membangun suasana keimanan. Negara juga menerapkan sistem sanksi yang membuat efek jera, sehingga mencegah masyarakat untuk melakukan kemaksiatan dan berperilaku sesukanya.
Wallahu’Alam bishowab