Oleh: Annisa A
Food waste atau sampah makanan menjadi salah satu isu serius yang dihadapi oleh Indonesia. Menurut data dari Bappenas, kerugian negara akibat sampah makanan mencapai Rp551 triliun per tahun . Hal ini mengindikasikan betapa besarnya masalah ini di tengah kondisi di mana banyak masyarakat Indonesia masih hidup dalam kemiskinan dan kelaparan. Ironi ini menggambarkan kegagalan sistem kapitalisme sekuler dalam mengelola sumber daya pangan serta menunjukkan adanya mismanajemen negara dalam distribusi harta.
Food Waste dan Konsumerisme dalam Sistem Kapitalisme Sekuler
Food waste merupakan problem global yang erat kaitannya dengan konsumerisme, buah dari penerapan sistem kapitalisme sekuler. Sistem ini mendorong produksi dan konsumsi berlebihan tanpa memperhatikan dampak jangka panjangnya. Gaya hidup konsumtif yang dianut sebagian besar masyarakat, terutama di perkotaan, menjadi kontributor utama sampah makanan. Masyarakat cenderung membeli makanan dalam jumlah besar tanpa mempertimbangkan apakah makanan tersebut akan habis dikonsumsi atau justru terbuang sia-sia.
Sistem kapitalisme sekuler yang berorientasi pada keuntungan semata mengabaikan aspek moral dan etika dalam mengelola sumber daya. Dalam sistem ini, makanan diperlakukan sebagai komoditas yang bisa diproduksi dan dibuang jika tidak laku. Hal ini sangat jauh dari ajaran Islam yang mengajarkan untuk tidak mubazir dan menghargai setiap nikmat yang diberikan. Konsumerisme yang berlebihan tidak hanya menyebabkan sampah makanan, tetapi juga memperparah ketimpangan sosial dan ekonomi.
Mismanajemen Negara dalam Distribusi Pangan
Selain itu, food waste juga mencerminkan adanya mismanajemen negara dalam distribusi harta. Kasus beras busuk di gudang Bulog dan pembuangan sembako untuk stabilisasi harga merupakan bukti nyata ketidakmampuan negara dalam mengelola distribusi pangan dengan baik. Ketidakefisienan ini menyebabkan penumpukan pangan di satu sisi, sementara di sisi lain banyak masyarakat yang kelaparan.
Negara seharusnya memiliki peran penting dalam memastikan distribusi pangan yang merata dan efisien. Namun, sering kali negara gagal menjalankan tugas ini. Alih-alih memastikan pangan sampai ke tangan mereka yang membutuhkan, makanan justru terbuang sia-sia di gudang-gudang akibat salah urus. Kesalahan manajemen ini tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga mengorbankan kesejahteraan masyarakat.
Aturan Islam dalam Konsumsi dan Distribusi Pangan
Islam menawarkan solusi komprehensif untuk mengatasi masalah food waste dan kemiskinan. Dalam Islam, ada aturan yang jelas mengenai konsumsi dan distribusi yang mencegah terjadinya kemubaziran dan berlebih-lebihan. Islam mengajarkan untuk makan secukupnya dan tidak berlebihan. Rasulullah SAW bersabda, "Makanlah, minumlah, berpakaianlah, dan bersedekahlah dengan tidak berlebihan dan tidak sombong." (HR. Ahmad)
Selain itu, Islam memiliki sistem distribusi harta yang adil dan merata. Zakat, infaq, dan sedekah adalah mekanisme yang diatur dalam Islam untuk memastikan bahwa harta didistribusikan kepada mereka yang membutuhkan. Dengan pengaturan yang cermat, distribusi harta dalam Islam mampu mengentaskan kemiskinan dan memastikan tidak ada yang kelaparan.
Pendidikan Islam dan Kesadaran Konsumsi
Sistem pendidikan Islam juga memainkan peran penting dalam membentuk individu yang bijak dalam bersikap, termasuk dalam mengelola dan mengatur konsumsi makanan. Pendidikan Islam menekankan pada akhlak yang baik dan kesadaran akan tanggung jawab sosial. Melalui pendidikan, individu diajarkan untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri tetapi juga memikirkan orang lain dan lingkungan sekitar.
Dalam pendidikan Islam, anak-anak diajarkan sejak dini untuk menghargai makanan dan tidak membuang-buangnya. Mereka diajarkan untuk mengambil makanan sesuai kebutuhan dan menghabiskan apa yang diambil. Dengan demikian, kesadaran akan pentingnya mengelola konsumsi makanan dapat terbentuk sejak dini dan mencegah terjadinya food waste di masa depan.
Solusi untuk Mengatasi Food Waste di Indonesia
Untuk mengatasi masalah food waste di Indonesia, diperlukan pendekatan yang holistik dan integratif. Pertama, perlu ada perubahan paradigma dalam melihat makanan bukan hanya sebagai komoditas, tetapi sebagai berkah yang harus dihargai dan dijaga. Kedua, pemerintah perlu meningkatkan efisiensi dalam manajemen distribusi pangan untuk memastikan bahwa makanan sampai kepada mereka yang membutuhkan.
Ketiga, perlu ada edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya mengelola konsumsi makanan dengan bijak. Kampanye kesadaran tentang bahaya food waste dan bagaimana menghindarinya harus digalakkan. Keempat, sistem pendidikan harus memainkan peran lebih aktif dalam membentuk kesadaran generasi muda tentang pentingnya menghargai makanan.
Tags
Opini