Negara Gagal Menjamin Makanan Halal dan Thayyib Bagi Rakyatnya



Oleh : Rahma Al-Tafunnisa

Kasus gagal ginjal pada anak hingga harus menjalani tindakan cuci darah banyak ditemukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Sebelum divonis gangguan ginjal, kebanyakan dari anak-anak yang dirawat di rumah sakit rujukan nasional ini banyak mengonsumsi minuman berpemanis dalam kemasan. Suasana di ruangan Dialisis, Lantai 5, Gedung Kiara, RSCM, pada kamis (25/7/24) cukup ramai. Orangtua satu persatu datang sejak pagi hari membawa anaknya di atas kereta balita hingga kursi roda untuk menemani anaknya cuci darah.

Dokter spesialis anak RSCM, Eka Laksmi Hidayati, mengungkapkan saat ini ada 60 anak yang harus menjalani tindakan cuci darah rutin di RSCM. Eka mengungkapkan penyebab gangguan ginjal paling banyak disebabkaan oleh kelainan fungsi ginjal sejak lahir. Selain itu, ada pula anak-anak penyintas dari kasus cemaran obat pada tahun 2022 lalu, dan tak sedikit pula yang mengalami gangguan ginjal karena gaya hidup buruk. Sebelumnya, media sosial ramai tentang pembahasan fenomena anak cuci darah di RSCM. Rata-rata usia 12 tahun ke atas dan termasuk kategori remaja.

Keberadaan kasus ini perlu menjadi perhatian karena sebagian kasus erat kaitannya dengan pola konsumsi yang salah atau tidak sehat, dan ini yang mendominasi faktor penyebab gagal ginjal. Kasus gagal ginjal bukan hanya satu dua orang saja, namun sudah 60 anak yang harus menjalani tindakan cuci darah secara rutin. Itu yang tercatat dan terlaporkan, bisa jadi lebih banyak dari itu.

Realita hari ini banyak produk pemanis yang merupakan produk industri makanan dan minuman di Indonesia. Sayangnya produk tersebut mengandung gula yang tidak sesuai dengan ukuran yang ditetapkan dalam angka kecukupan gizi. Hal ini wajar dalam kehidupan yang diatur oleh sistem kapitalisme, di mana uang dan keuntungan menjadi tujuan utama dari proses produksi. Akibatnya abai dengan aspek kesehatan dan keamanan pangan untuk anak, sehingga tidak sesuai dengan konsep makanan halal dan thayyib. Negara telah abai dalam menentukan standar keamanan pangan dan abai dalam memberikan jaminan keberadaan makanan yang halal dan thayyib. Karena yang kita ketahui walaupun tidak semua anak yang cuci darah ini karena faktor kelainan fungsi ginjal sejak lahir, banyak juga yang gagal ginjal karena pola makan yang tidak dijaga dengan baik semasa anak balita. Inilah yang seringkai terjadi di tengah-tengah masyarakat kita saat ini. Makanan atau minuman manis seperti susu formula, dan minuman susu dalam kemasan. Hal ini sudah tidak terelakkan lagi.

Ini adalah alaram bagi setiap orangtua untuk menjaga anaknya dari peredaran makanan dan minuman yang tidak sehat, dan tentunya ini menjadi tugas besar negara dan industri agar lebih ketat dalam mengontrol peredaran produk di pasar. Karena gagal ginjal jelas menyangkut urusan nyawa. 

Islam mewajibkan negara menjamin pemenuhan makanan yang halal dan thayyib sesuai dengan perintah syariah. Negara juga akan mengontrol industri agar memenuhi ketentuan Islam tersebut. Untuk itu negara akan menyediakan tenaga ahli, melakukan pengawasan dan sanksi yang tegas bagi pihak yang melanggar aturan. Apalagi, kasus gagal ginjal ini menimpa anak-anak yang tidak lain adalah generasi penerus bangsa. Keberadaan mereka semestinya menjadi aset peradaban yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw. Bersabda, “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR. Muslim dan Ahmad).

Negara juga akan melakukan edukasi atas makanan halal dan thayyib ini melalui berbagai mekanisme dengan berbagai sarana untuk mewujudkan kesadaran pangan yang halal dan thayyib. Belajar dari peristiwa ini, sungguh kasus gagal ginjal akut ini adalah tragedi. Bukti gagalnya negara mewujudkan perlindungan kesehatan pada anak. Ketika di satu sisi generasi muda sudah dihantam dengan bahaya pemikiran sekular yang rusak dan merusak, betapa sudah hilang rasa kemanusiaan sistem ini ketika membiarkan nyawa mereka juga terenggut oleh suatu bencana kesehatan yang semestinya dapat dimitigasi mulai dari aspek sebab, penanganan, hingga risiko.

Wallahua’lam bi ash-shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak