Marak Judi Online, Potret Buruk Tatanan Hidup Kapitalisme






Oleh: Sutirna Gafar, S.Pd.
(Pegiat Literasi)

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS Al-Maidah: 90).

Sungguh, ayat di atas telah sangat gamblang menjelaskan tentang haramnya berjudi dan setiap muslim hari ini pun sebenarnya telah paham bahwa berjudi merupakan perbuatan yang dilarang Allah Taala. Akan tetapi, akhir-akhir ini, kasus judi online (judol) di negeri ini makin marak saja.

Definisi Judi

Perjudian (Bahasa Inggris: gambling, Belanda: kansspel, gokspel atau hazardspel) adalah permainan, dimana pemain bertaruh untuk memilih satu pilihan di antara beberapa pilihan dan hanya satu pilihan saja yang benar dan menjadi pemenang. Pemain yang kalah taruhan akan memberikan taruhannya kepada si pemenang. Peraturan dan jumlah taruhan ditentukan sebelum pertandingan dimulai (Wikipedia.com).

Undian dapat dipandang sebagai perjudian dimana aturan mainnya adalah dengan cara menentukan suatu keputusan dengan pemilihan acak. Undian biasanya diadakan untuk menentukan pemenang suatu hadiah. Contohnya saja, undian yang pesertanya harus membeli sepotong tiket yang diberi nomor. Nomor tiket-tiket ini lantas secara acak ditarik dan nomory yang ditarik adalah nomor pemenang. Pemegang tiket dengan nomor pemenang ini berhak atas hadiah tertentu.

Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara dengan warga pengguna judi online terbanyak di dunia.
Sungguh memprihatinkan. Penduduk Indonesia yang mayoritas muslim ternyata banyak kecanduan judi online. Menko Polhukam, Hadi Tjahjanto mengungkapkan, transaksi judi online di Indonesia meningkat. Bahkan, pada tiga bulan pertama 2024 saja, perputaran uangnya mencapai Rp110 triliun. Berdasarkan data dari PPATK, pada tahun 2023 sebanyak 3,2 juta warga negara bermain judi online. Berdasarkan survei Drone Emprit, sistem monitor dan analisis media sosial, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara dengan warga pengguna judi online terbanyak di dunia. Menurut laporan Menko Polhukam Hadi Tjahjanto, ada sekitar 4 juta orang yang terdeteksi judol di Indonesia. 

Usia pemain judol ini bervariasi, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Sesuai data demografi pemain judol, usia di bawah 10 tahun ada 2 persen atau 80 ribu orang, usia 10—20 tahun ada 11 persen (440 ribu), usia 21-30 tahun 13 persen (520 ribu), usia 31—50 tahun 40 persen (1,64 juta) dan usia di atas 50 tahun 34 persen (1,35 juta). Pelaku judol ini adalah rata-rata kalangan menengah ke bawah, yakni 80 persen dengan nominal transaksi mulai Rp10.000 sampai Rp100.000. Sementara, di kelas menengah ke atas mulai dari Rp100.000 hingga Rp40 miliar (Databokskatadata.co.id, 24-6-2024).

Sungguh jumlah yang fantastis. Mirisnya lagi, pelakunya bukan orang-orang yang kekurangan saja, melainkan orang-orang kaya dan “terhormat” seperti oknum wakil rakyat pun ikut terlibat. Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan besar. Mengapa perbuatan yang telah jelas haram malah makin marak di tengah masyarakat? Lalu apa solusi tuntas dari persoalan ini?

Memiskinkan dan Menyengsarakan

Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sepanjang tahun 2022-2023 perputaran judi online di Nusantara tembus Rp517 triliun. Sebanyak 3,3 juta warga Indonesia bermain judi online. Prihatinnya lagi, lebih dari 2 juta warga yang terjerat judi online adalah masyarakat miskin, pelajar, mahasiswa, buruh, petani, pedagang kecil hingga ibu rumah tangga.

Penyebab banyak orang, terutama masyarakat ekonomi lemah terjerat judi online adalah karena kerusakan cara berpikir yang akut, yakni berharap bisa meningkatkan penghasilan tanpa perlu kerja keras. Apalagi, mereka bisa ikut taruhan tanpa perlu modal besar. Padahal, kerusakan akibat mencandu permainan haram itu sudah nyata. Depresi dan stress, bahkan nekat bunuh diri akibat kalah berjudi, mencuri dan merampok demi bisa bermain judol, bahkan keluarga dan pernikahan juga hancur akibat terjerat utang hingga bangkrut karena judol. 

Hal ini sebagaimana laporan dari sejumlah pengadilan agama daerah, dimana perceraian akibat judi online terus bertambah di tanah air. Inilah fakta bahwa permainan judi merupakan perbuatan buruk yang mengantarkan pada kemiskinan dan kesengsaraan dunia juga akhirat.

Sayangnya, sistem kehidupan berbasis ideologi kapitalisme menjadikan perjudian adalah aktivitas yang legal karena mendatangkan keuntungan. Menguntungkan secara materi bagi bandar dan pemain yang menang, serta mendatangkan pajak untuk negara. Padahal, judi hanyalah menguras harta rakyat dan hanya memberi keuntungan kaum kapitalis pemilik bisnis perjudian tersebut.

Lalu, mengapa judi online sulit di berantas? Pertama, ekosistem judi online berskala global. Kedua, judi sudah menjadi core business baik di regional maupun  global (Indonesia hanya  yang melarang), melibatkan big player. Ketiga, back up teknologi unggul (dana desar dari mafia judi online). Keempat, keamanan ruang digital (cyber security), regulatory (regulasi dan kebijakan yang mengikat), dan surveillance (pengawasan dan penegakkan hukum).

Fakta-fakta di atas menunjukkan kondisi negeri ini tidak dalam keadaan baik. Fakta ini tergambar dari beberapa hal. Pertama, cyber security berada di peringkat ke-3 terendah di antara negara-negara G20. (databoks.katadata.co.id). Kedua, Undang-undang dan implementasi undang-undang sangat lemah. World Justice project (WJP) mengungkapkan, Indeks Negara Hukum Indonesia (INHI) 2021 tercatat 0,67 atau lebih rendah dari 2020, yakni 0,68. Indonesia  saat ini berada di peringkat 68 dari 139 negara (cnnindonesia.com). Ketiga, hegemoni sistem TIK (korporasi dan negara kuat). Digital Economy Report  2019 dari United Nations Conference (UNCTAD, 2019), dimana perusahaan teknologi digital secara geografis terkonsentrasi di AS dan Cina.

Syariat Islam Memberantas Judi 

Pertama, harus dipahami bahwa status hukum judi  tidak akan pernah berubah, meski terjadi perubahan zaman. Kedua, harus menghilangkan budaya yang menstimulasi judi : materialistik, hedonisme, dan liberalisme. Ketiga, menyelesaikan judi harus dari pangkal, bukan hanya fokus pada pelaku. Keempat, butuh negara sebagai penjaga dan pelaksana hukum syariat. Sesungguhnya, Nabi saw. pernah bersabda,  “Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai  pertanggungjawaban atas pihak yang dipimpinnya, penguasa yang memimpin  rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. al-  Bukhârî Muslim).

"Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan  berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)  nya.” (HR. Muttafaqun ’Alayh dll.).

Terpenting, bagaiamana mekanisme menutup semua cela judi online.  Sistem Islam, yakni Khilafah, memiliki mekanisme yang jitu untuk menangani kasus judol ini, baik dengan cara pencegahan (preventif) dan penegakan hukum (kuratif) yang tegas. 

Adapun gambarannya adalah sebagai berikut:

Khilafah akan menjaga ketakwaan individu mulai dari keluarga, sistem pendidikan dan informasi, adanya kontrol masyarakat yakni ruang digital yang aman, dimana litersi digital  (pengetahuan akan hukum dan semua hal tentang internet, lalu aturan informasi dan transaksi elektronik). 

Terkait literasi digital Khilafah, digambarkan dalam beberapa hal. Pertama, ada kaidah-kaidah umum, dimana ruang digital dengan ruang nyata memiliki titik perbedaan dan persamaan. Apa yang haram di ruang nyata, maka haram pula dilakukan di ruang digital. Sebagai contoh, aktivitas buzzer yang melakukan kebohongan, ghibah, membuka aib, fitnah, namimah, membenarkan kezaliman, dll. di ruang digital adalah haram, termasuk haramnya menyebarkan semua berita yang didengar dan belum pasti kebenarannya, serta haram berinteraksi dengan lawan jenis dengan pembicaraan yang khusus.

Kedua, digital skill. Ketiga, kebijakan negara berupa UU tentang informasi, transaksi elektronik, dan perlindungan data. Dalam hal ini, literasi digital masuk dalam kurikulum pendidikan negara Islam. Dukungan dana dianggap bagian dari pendidikan. Pengembangan literasi digital oleh individu atau kelompok dengan konten mengikuti aturan negera. Aturan di ranah digital adalah bagian penerapan hukum-hukum Islam di ruang digital yang mengikat setiap warga negara, pegawai negara dan penguasa. Penegakan aturan oleh peradilan yang dilengkapi oleh polisi. 

Kedaulatan digital, yakni berkuasa sepenuhnya terhadap konten maupun peredaran informasi di dunia internet (ruang digital) butuh visi negara. Ruang digital adalah matra baru yang harus diamankan demi pertahanan negara dan keamanan warga negara. Dakam hal ini, negara membangun back bone (tulang punggung) internetnya sendiri seperti yang telah dilakukan China dan AS. Pun, negara harus   mengembangkan perangkat lunak, perangkat keras, dan pusat datanya sendiri. Sehingga, semua infrastruktur digitalnya,  mulai dari properti digital hingga aksesnya, berada di bawah kendalinya.  

Terpenting, penegakan hukum (sistem sanksi) serta kedaulatan digital (keamanan siber) melalui penerapan Islam kaffah. Dengan sistem sanksi yang tegas, Khilafah menerapkan sistem sanksi bagi para pelaku judi, yang tentu saja sifatnya zawajir (mencegah) dan jawabir (penebus dosa). Hukuman para penjudi adalah sanksi takzir. Sebab, judi termasuk perbuatan maksiat yang tidak memiliki sanksi had dan tidak ada kewajiban membayar kafarat (denda). Adapun hukuman atas tindak pidana dengan sanksi takzir, sepenuhnya ditentukan berdasarkan ijtihad khalifah atau keputusan kadi.

Syaikh Abdurrahman Al-Maliki dalam kitabnya Nizham Al-Uqubat fi Al-Islam menyebutkan, hukuman takzir terdiri atas hukuman mati, cambuk, penjara, pengasingan, penyaliban, denda, pemboikotan atau pengucilan, pelenyapan harta, mengubah bentuk harta, ancaman yang nyata, peringatan, pencabutan hak tertentu, celaan, dan ekspos. Sedangkan berkaitan dengan judi, Imam Al-Qurthubi dalam kitabnya Tafsir Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an menjelaskan bahwa alasan Allah Swt. menurunkan keharaman judi dan meminum khamar secara bersamaan adalah karena keduanya memiliki keserupaan. Tindak pidana perjudian di dalam hukum Islam disertakan dengan sanksi khamar, sanksinya berupa 40 kali cambuk, bahkan ada yang berpendapat sampai 80 kali cambuk.

Penutup

Memberantas judol butuh penanganan serius dengan meknisme yang tuntas dan menyeluruh. Adapun mekanisme Khilafah memberantas judol meliputi beberapa fase.

Pertama, menerapkan aturan Islam secara sempurna dan melakukan edukasi pada individu, keluarga, dan masyarakat. Caranya, menancapkan keimanan yang kukuh pada masyarakat dengan akidah yang lurus, senantiasa mengaitkan agama dengan kehidupan dalam segala bidang.

Kedua, menerapkan sistem pendidikan Islam, sehingga akan lahir individu muslim yang memiliki kepribadian Islam, serta menjadikan Islam sebagai pijakan dalam berbuat sehingga akan terhindar dari judol yang notabene aktivitas yang haram.

Ketiga, Khilafah akan menerapkan sistem ekonomi Islam dengan cara mengembalikan kepemilikan umum (SDA) untuk rakyat, kebijakan zakat, dan pemasukan Baitul Mal lainnya yang disyariatkan. Dengan mekanisme ini, negara akan mampu memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya dan memudahkan rakyat mengakses kebutuhan-kebutuhan pelengkapnya.

Keempat, negara memiliki kedaulatan digital, artinya negara berkuasa sepenuhnya terhadap konten maupun peredaran informasi di dunia internet (ruang digital). Negara juga bisa memberdayakan pakar informasi dan teknologi (IT) dan memberikan fasilitas serta gaji tinggi untuk menghentikan kejahatan cyber crime di dunia digital. Kelima, penegakan hukum bagi pelaku judi (pelaku maksiat adalah kriminal) dengan hukuman takzir sesuai ijtihad Khalifah dan kadi.

Apa yang harus kita lakukan? Senantiasa upgrading diri (keimanan, pemahaman Islam), Memberikan edukasi terkait judol kepada individu masyarakat dan teman  sejawat, Menguatkan aqidah dan pemahaman syariah terkait Islam,  Islam sebagai problem solver semua masalah termasuk  judol memperbanyak aktifitas fisik yang syar’I, atau upgrading  yang menyibukkan aktivitas positif seperti public speaking,  menulis, dll. Parenting kepada orangtua, pemberian edukasi  pemanfaatan gadget dan edukasi aneka macam jenis judol, hingga menanamkan kesadaran bahwa judol adalah permasalahan bersama dan butuh solusi yang mendasar  dan syar’i. Terakhir, menumbuhkan rasa empati kepada sesama individu, keluarga, masyarakat dan negara.

Sesungguhnya, Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sehingga mereka merubah nasib mereka sendiri. Khilafah Sebaik-baik peradaban. Saatnya Khilafah  menjadi  visi perubahan.

Wallahu a'lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak