Oleh: Sukma Oktaviani, S.E
Maraknya pemerkosaan memantik pemerintah untuk mencari solusi bagi permasalahan ini. Salah satu solusi yang diambil adalah dengan melegalkan aborsi bagi korban pemerkosaan. Aborsi adalah tindakan menggugurkan kandungan dari seorang perempuan karena satu sebab. Bisa karena alasan medis dan lain sebagainya.
Dilansir dari tirto.id Pemerintah membolehkan tenaga kesehatan dan tenaga medis untuk melakukan aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan atau korban tindak pidana kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan.
Hal itu diatur dalam aturan pelaksana Undang-Undang No 17 Tahun 2023 melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (tirto.id 30/07/24).
Seluruh Permasalahan Buah Kapitalisme
Kapitalisme adalah sistem yang berasaskan sekuler memisahkan agama dari kehidupan yang menjadi pengatur dan standar dalam bersikap dan berperilaku masyarakat saat ini. Banyak di antara umat Islam yang akhirnya menjadi sekuler dan liberal, merasa bebas berbuat tanpa terikat dengan aturan apa pun, termasuk aturan agama.
Alhasil hawa nafsu lah yang menjadi tuannya manusia. Mereka tidak mampu lagi berpikir benar dalam memandang kehidupan dan mencari solusi atas masalah masalah mereka. Ketika nafsu bangkit, siapa pun yang ada di depan mata: anak, keponakan, hingga cucu perempuan, dan bahkan orang lain yang lewat pun akan menjadi sasaran pemuas birahi. Na’udzubillahi min dzaalik.
Lantas apakah aborsi menjadi solusi yang tepat bagi para korban pemerkosaan?
Sejauh ini aborsi telah memberikan dampak mengerikan. Selain resiko kematian, aborsi juga berisiko terhadap kesehatan fisik dan mental pelaku. Trauma psikologis pasca tindakan bila tidak disertai pengarahan dan pendampingan tepat tentu akan menjadi bumerang bagi eksistensi generasi berkualitas di masa mendatang.
Pandangan Islam terkait aborsi yaitu, dalam ilmu fiqih tindakan aborsi ini diperbolehkan selama janin dalam kandungan belum di tiupkan ruh. Juga tindakan aborsi ini diperbolehkan atas alasan medis, yaitu jika kehamilannya ini bermasalah dalam pandangan kesehatan semata, baik untuk ibu maupun janinnya.
Akan tetapi jika tanpa adanya alasan medis dan sudah ditiupkan ruh, menurut pendapat yang disepakati fuqoha yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:
“Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi].
Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i berikut. Firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan (alasan) yang benar (menurut syara’).” (Qs. al-Isra` [17]: 33).
“Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia dibunuh.” (Qs. at-Takwiir [81]: 8-9)
Maka, solusi yang benar adalah memeberantas secara tuntas kehidupan ala kapitalisme sekuler yaitu dengan menanamkan akidah islam pada masyarakat, memberikan mereka pemahaman agama yang baik. agar segala hal yang dilakukan terikat pada aturan Allah SWT.
Namun, usaha ini akan lebih efektif jika langsung tersistem dari negara, yaitu dengan mencabut akar masalahnya berupa sistem kehidupan kapitalisme sekular. yang memberikan ruang bagi budaya hedonisme ala Barat untuk terus memapar mereka dengan segala macam konten pornografi dan pornoaksi.
Kemudian mengganti sistem tersebut dengan sistem Islam agar seluruh aspek kehidupan berjalan sesuai dengan perintah dan larangan Sang Pencipta Allah SWT. Wallahu a’lam bishawab
Tags
Opini