Oleh ; Arini
Harga Minyakita tembus Rp16.000 di pasar tradisional, salah satunya di Pasar Tradisional Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
Harga ini lebih tinggi dari harga Minyakita terbaru yang diungkapkan oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas), yakni Rp15.700 per liter..
Setidaknya ada lima pedagang yang menjual Minyakita dengan harga Rp16.000.
"Resmi Naik, Harga Minyakita Tembus Rp16.000 di Pasar Tradisional"
CNNIndonesia.com,Sabtu (20/7/2024).
Sebuah Ironis
Sudah berpekan-pekan krisis minyak goreng melanda Tanah Air sehingga memukul rumah tangga dan para pengusaha kecil menengah. Banyak yang mengantre dan berebut mendapatkan minyak goreng. Harganya pun melambung tinggi. Antrean ini juga sudah menelan korban. Seorang ibu rumah tangga meninggal saat mengantre minyak goreng.
Ini membuktikan bahwa lepasnya tanggung jawab pemerintah untuk memuliakan rakyat dan justru menomor duakan kemaslahatan rakyat.
Menyoroti masalah ini, ada banyak problem yang sebenarnya harus diselesaikan dan regulasi yang perlu ditata ulang dalam mengatur produksi dan distribusi produk minyak goreng ini. Karena apa yang dilakukan negeri ini seakan-akan diselesaikan dengan satu jalan, yaitu mendistribusikan minyak goreng kemasan dengan mematok harga sebagaimana harga minyak curah.
Warga bukan saja menghadapi krisis kelangkaan minyak goreng. Sejumlah harga kebutuhan pokok juga ikut merangkak naik.
Adalah satu kebijakan yang sudah bisa diprediksi sejak awal yang akan berujung pada kegagalan dalam
mematok harga dengan tidak menyelesaikan problem utamanya, sehingga tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah.
Tentu semua itu terjadi akibat,fokusnya pemerintah memprioritaskan para kapitalis (pemilik modal). Inilah potret sistem kapitalisme sekuler.
Yang hanya ingin meraih keutungan dalam kesempitan rakyat.
Kini saatnya kembali pada peraturan Islam kaffah yang bisa menjadi salah satu penyelesaian yang hakiki.
Hanya Islam Solusi Tepat
Islam menata perdagangan serta ketersediaan kebutuhan pokok dan distribusinya ke tengah masyarakat. Tidak ada tempat dalam Islam bagi praktik kecurangan dalam perdagangan semisal mencurangi timbangan, menipu konsumen, dan mempermainkan harga. Semuanya haram. Nabi saw. memberikan pujian kepada para pedagang yang jujur dan tepercaya. Beliau bersabda,
التَّاجِرُ الأَمِينُ الصَّدُوقُ الْمُسْلِمُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَ الصِّدِيْقِيْنَ وَ الشُّهَدَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Seorang pedagang muslim yang jujur dan amanah (tepercaya) akan (dikumpulkan) bersama para nabi, para shiddiqqîn dan para syuhada pada hari kiamat (nanti).” (HR Ibnu Majah)
Di antara praktik perdagangan yang terlarang menurut Islam adalah menimbun komoditi perdagangan agar harga meroket sehingga menguntungkan produsen dan para pedagang. Nabi saw. bersabda,
مَنِ احْتَكَرَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ طَعَامَهُمْ، ضَرَبَهُ اللهُ بِاْلإِفْلاسِ، أَوْ بِجُذَامٍ
“Siapa yang melakukan menimbun makanan terhadap kaum muslim, Allah akan menimpakan kepada dirinya kebangkrutan atau kusta.” (HR Ahmad)
Penimbunan yang dimaksud adalah penimbunan berbagai komoditas perdagangan, bukan saja makanan. Tujuannya agar harga menjadi mahal. Lalu mereka menjualnya untuk mendapatkan keuntungan berlebih.
Adapun menyimpan stok makanan, termasuk minyak goreng, untuk keperluan rumah tangga atau untuk bahan baku usaha seperti yang dilakukan pedagang makanan bukan termasuk penimbunan yang dilarang. Dalam hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah menyimpan bahan makanan pokok untuk kebutuhan keluarganya selama setahun.
Praktik monopoli pasar termasuk kartel adalah cara perdagangan yang diharamkan Islam. Praktik perdagangan seperti ini hanya menguntungkan para pengusaha karena mereka bebas mempermainkan harga. Sebaliknya, rakyat tidak punya pilihan selain membeli dari mereka. Inilah kezaliman nyata.
Nabi SAW, memperingatkan para pelaku kartel dan monopoli pasar ini dengan ancaman yang keras,
مَنْ دَخَلَ فِي شَيْءٍ مِنْ أَسْعَارِ الْمُسْلِمِينَ لِيُغْلِيَهُ عَلَيْهِمْ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يَقْذِفَهُ فِي مُعْظَمٍ مِنَ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Siapa saja yang memengaruhi harga bahan makanan kaum muslim sehingga menjadi mahal, merupakan hak Allah untuk menempatkan dirinya ke dalam tempat yang besar di neraka nanti pada hari kiamat.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Dalam Islam, negara tidak boleh kalah oleh para pemilik kartel ini. Negara harus memberangus praktik kartel dan monopoli perdagangan. Sebabnya, salah satu kewajiban negara menurut Islam adalah melindungi hajat hidup masyarakat serta menjaga keamanan dan ketertiban, termasuk dalam perdagangan.
Bukan hanya melarang praktik perdagangan monopoli dan kartel, Negara Khilafah juga menghukum para pelakunya. Khilafah juga berhak melarang mereka berdagang sampai jangka waktu tertentu sebagai sanksi untuk mereka. Tindakan ini terutama akan ditujukan kepada para pengusaha dan pedagang besar. Sebabnya, merekalah yang paling mungkin melakukan tindakan zalim tersebut.
Ironinya, dalam sistem kapitalisme, para konglomerat yang mendominasi pasar sering tak tersentuh hukum. Hanya para pedagang kecil atau warga yang sering mengalami razia dan dikenai hukuman. Negara sering kalah dan tunduk pada kepentingan kartel.
Selain itu, Negara Khilafah akan memprioritaskan kebutuhan negeri untuk rakyat ketimbang untuk keperluan ekspor. Khilafah juga akan menghapus berbagai kebijakan yang menimbulkan mudarat bagi rakyat. Sebabnya, menimpakan mudarat kepada siapa pun, apalagi terhadap rakyat, adalah kemungkaran. Nabi saw. bersabda,
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh ada bahaya dan yang membahayakan orang lain.” (HR Ibnu Majah dan ad-Daraquthni)
Wahai kaum muslim! Apa yang menimpa umat hari ini adalah akibat sistem kapitalisme yang batil dan tidak adanya perlindungan dari negara. Akibatnya, setiap hari terlihat pemandangan antrean rakyat terzalimi hanya untuk mendapatkan minyak goreng. Ingatlah, tanpa syariat Islam, keadaan ini akan terus terjadi.
Wallahu a'lam bishshawab.
Tags
Opini