KIT Batang, Demi Keuntungan Siapa?





Oleh : Iven Cahayati Putri
(Pemerhati Kebijakan Publik)

Negara Kesatuan Republik Investor, kini begitulah julukan untuk Indonesia yang terus menerus melakukan investasi. Belum lama ini, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meresmikan operasional Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB), Jawa Tengah. Beliau mengatakan, sejauh ini pengembangan KIT Batang tahap pertama seluas 450 hektar dan telah habis diisi oleh 18 perusahaan yang berinvestasi. Ternyata di tahap satu diminati investor, maka akan ada tahap kedua yang akan membuka 400 hektar lagi. Beliau pun berpesan kepada para menteri dan pihak-pihak yang terkait dengan KIT Batang untuk aktif memasarkan kawasan industri ini (kompas.com, 26/7/2024).

KIT Batang ini dianggap angin segar bagi perekonomian dalam negeri. Di samping ditargetkan akan menyerap 250 ribu pekerja, konon investasi yang masuk di awal-awal saja sudah menyentuh Rp.14 triliun. Nantinya akan menampung industri, dan pabrik-pabrik yang akan membuka lapangan kerja bagi rakyat sebanyak-banyaknya. Dengan potensi KIT Batang, bisa jadi di daerah tersebut akan lebih mandiri secara pendanaan.

Benarkah demikian adanya? Rasanya kontribusi investasi pada perekonomian tidak pernah sebanding dengan pertumbuhan ekonomi dan ketersediaan lapangan pekerjaan. Terbukti seiring dengan upaya pemerintah membuka kran investasi sebesar-besarnya, jumlah pengangguran di Indonesia menurut data BPS mencapai 7,2 juta orang per Februari 2024. BPS juga mencatat ada 9,9 juta orang di usia Gen Z dalam negeri jobless.

Tentu memprihatinkan, diakibatkan perekonomian Indonesia yang "pas-pasan", akhirnya pemerintah menjajakan nyaris seluruh kawasan strategis dalam negeri kepada investor. Padahal investasi hanya menciptakan utang yang makin besar. Bahkan, alih-alih membuka lapangan kerja bagi rakyat sendiri, justru hanya penuh dengan tenaga kerja asing yang datang bersamaan dengan modal usaha mereka.

Apalagi dengan berbagai jaminan kemudahan kepada para investor melalui UU, kian membuat mereka leluasa memperkaya dirinya, dan mendatangkan persoalan serius bagi rakyat. Mereka kehilangan lahan, kehilangan mata pencahariannya, tidak pula mendapatkan ganti untung berupa lapangan pekerjaan yang lebih baik karena latar belakang pendidikannya, hingga rakyat tetap hidup dalam kemiskinan.

Sudah menjadi rahasia umum jika di negeri yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis, investasi dijadikan sebagai sumber pemasukan nasional yang hasilnya tidak untuk memperbaiki nasib rakyat. Keberadaan negara hanya sebagai fasilitator para pemodal memperkaya diri mereka, padahal negara sendiri hanya mendapat penghasilan dari pajak yang lebih sedikit dibandingkan perolehan keuntungan pemodal tersebut. Hasilnya pun hanya dinikmati oleh beberapa pihak. Alih-alih sampai kepada rakyat, mereka saja terkadang merasa tak cukup. 

Oleh karena itu, KIT Batang ataupun kawasan industri lainnya, sejatinya hanya mendatangkan banyak bahaya. Seperti memicu bencana alam akibat alih fungsi lahan, limbah pabrik yang menghilangkan mata pencaharian penduduk setempat, dan paling penting negara kehilangan kemandirian dalam mengelola potensi dalam negerinya karena serba bergantung kepada pihak lain, yaitu investor. 

Tentu saja hal tersebut tidak dapat dibiarkan berlarut-larut. Sebab, di tengah kesejahteraan para investor dan sekutunya, ada banyak rakyat yang menjadi korban. Beban hidup mereka makin berat, PHK dimana-mana, ketersediaan lapangan kerja pun tidak banyak membantu.

Berbeda dengan sistem Islam, dimana hal yang paling pokok adalah keberadaan seorang pemimpin untuk pengurus rakyat. Dalam Islam investasi hukumnya boleh bahkan dianjurkan. Sebab, salah satu perkembangan ekonomi adalah dengan investasi. Akan tetapi rujukannya adalah syariat Islam agar tidak terjerumus dalam aktivitas ekonomi yang diharamkan oleh Islam. Demikian pula pembangunan, dalam Islam pun boleh, dengan syarat pembangunan itu benar-benar dibutuhkan masyarakat. Dalam menjalankan keduanya, negara harus mampu berdiri kokoh, dan tidak boleh mendapat dikte dari pihak luar.

Sistem Islam tidak akan pernah membiarkan pembangunan dalam negeri dengan campur tangan pihak asing. Negara akan memperhatikan kepada siapa saja investasi terjalin. Apabila kepada kafir harbi yaitu mereka yang secara nyata memusuhi umat Islam, maka haram hukumnya melakukan hubungan kerja sama, sekalipun menguntungkan bagi negara dalam Islam. 

Negara Islam memperhatikan segala hal yang ada di masyarakat. Termasuk jika kesulitan mewujudkan kesejahteraan rakyat, maka akan memperbaiki kualitas SDM dan menyediakan lapangan kerja. Dengan begitu, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Pun ketika didapati terdapat laki-laki dalam keluarga tidak mampu bekerja dengan alasan lemah fisik, cacat, dan semisalnya, maka negara akan turun tangan untuk mencukupi kebutuhannya. 

Sekali lagi, negara yang menganut sistem Islam memahami jika tugas mereka yakni sebagai pengurus  rakyat, sehingga menjalankan aktivitas ekonomi semata-mata dalam rangka menjamin kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya, individu per individu. Wallahu'alam bisshowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak