Kisruh Dana Haji karena Kapitalisasi




Oleh Siti Aminah
(Aktivis Muslimah Kota Malang)




Haji adalah ibadah yang Allah SWT tetapkan sebagai fardhu ‘ain bagi kaum muslim yang mampu dan memenuhi syarat untuk berhaji . Allah SWT menyatakan dalam Al-Qur’an, “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (TQS Ali ‘Imran [03]: 97).

Nabi saw. bersabda, “Wahai manusia, Allah SWT telah mewajibkan haji kepada kalian, maka berhajilah.” (HR Muslim dari Abu Hurairah).

İbadah haji adalah ibadah wajib seharusnya pemerintah memberikan fasilitas dan kemudahan tapi karena ibadah haji dikapitalisasi maka banyak sekali terjadi kekisruhan, baru baru ini kuota haji di manipulasi.

TIM Pengawas Haji Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menduga terjadi jual-beli kuota haji dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024. Anggota Tim Pengawas Haji DPR, Luluk Nur Hamidah, mengatakan sekitar 10 ribu kuota tambahan reguler telah dialihkan ke kuota Ongkos Naik Haji atau ONH Plus tanpa melalui kesepakatan dengan DPR. Majalah tempo (23/07/2024)

Ada berbagai indikasi yang menunjukkan pelanggaran termasuk dalam pelaksanaan ibadah haji tahun ini yang dinilai banyak pihak bermasalah dalam berbagai hal termasuk penyalahgunaan pembagian kuota haji
Penyelenggaraan ibadah seharusnya diatur dengan baik dan membuat nyaman umat.  Namun dalam sistem kapitalisme, penyelenggaraan ibadah pun rawan dengan penyalahgunaan, ladang untuk mengambil manfaat juga korupsi.

Jamaah Haji adalah tamu Allah. Khilafah akan mengelola penyelenggaraan ibadah haji dengan penuh tanggungjawab dan memudahkan jamaah dalam semua tahapan termasuk saat di tanah suci, dalam segala sarana dan prasarana juga memanfaatkan kemajuan teknologi.

Penyelenggaraan haji berbasis syariah Islam yang Kepemimpinan dalam Islam yang berdasarkan syariat Islam adalah sistem Khilafah, sangat memudahkan pengaturan pelayanan ibadah haji. Sebab sistem Khilafah adalah memelihara agama dan mengatur dunia. Sehingga penyelenggaraan haji harus optimal dan berkualitas.

Kebijakan yang bisa ditempuh oleh Khilafah sebagai sebuah negara penyelenggara ibadah haji di antaranya sebagai berikut:

Khilafah akan membentuk departemen khusus untuk mengurus urusan ibadah haji dan umrah. Ini berlaku dari pusat sampai daerah yang tersentralisasi. Hal ini dimaksudkan agar memudahkan calon haji dalam persiapan, bimbingan, pelaksanaan sampai kepulangannya. Departemen inipun akan bekerjasama dengan departemen kesehatan dan perhubungan guna pelayanan terbaik bagi calon haji.

Besar kecilnya ongkos naik haji (ONH) yang ditetapkan oleh Khilafah ini pada dasarnya disesuaikan dengan biaya yang dibutuhkan atau dikeluarkan oleh calon haji. Hal ini berdasarkan jarak wilayahnya dengan tanah suci. Biaya akomodasi yang dibutuhkan pun sejatinya adalah hal yang dipandang sebagai tugas kewajiban negara dalam melayani urusan jemaah haji dan umrah. Bukan semata-mata pada keuntungan bisnis semata. Khilafah pun tidak diperkenankan mempergunakan dana haji untuk berinvestasi atau dialokasikan pembangunan infrastruktur.

Saat Khilafah ada dulu Kholifah membangun sarana transportasi massal yang bisa digunakan oleh calon haji. Pembiayaannya murni dari Baitulmal, bukan dari dana haji. Khalifah ‘Abdul Hamid II, Khilafah Utsmaniyah saat itu membangun sarana transportasi massal dari Istambul, Damaskus hingga Madinah untuk mengangkut jemaah haji. Tapi, jauh sebelum itu, Khilafah ‘Abbasiyyah, yaitu Khalifah Harun Ar-Rasyid, membangun jalur haji dari Irak hingga Hijaz (Makkah-Madinah) yang di setiap masing-masing titik dibangun pos layanan umum yang menyediakan logistik, termasuk dana zakat bagi yang kehabisan bekal.

Khilafah adalah sebuah kesatuan wilayah yang berada dalam satu kepemimpinan dan satu wilayah negara. Oleh karena itu akan ada kebijakan penghapusan visa haji dan umrah, karena seluruh jemaah adalah warga Khilafah yang bisa bebas keluar masuk Makkah-Madinah tanpa visa. Mereka mungkin hanya perlu menunjukkan kartu identitas diri saja bisa KTP atau paspor, sedangkan untuk visa berlaku untuk muslim yang menjadi warga negara kafir. 

Pengaturan kebijakan kuota haji dan umrah. Khalifah dalam hal ini diberi kewenangan untuk mengatur masalah ini, sehingga keterbatasan tempat tidak menjadi kendala bagi para calon jemaah haji dan umrah.

Dengan demikian Kholifah pun harus memerhatikan beberapa hal terkait permasalahan pengaturan ibadah haji. Yaitu, pertama, kewajiban haji dan umrah hanya berlaku sekali seumur hidup. Kedua, kewajiban ini berlaku bagi mereka yang memenuhi syarat dan berkemampuan. Bagi calon jemaah yang belum pernah haji dan umrah, sementara sudah memenuhi syarat dan berkemampuan, maka mereka akan diprioritaskan karena itu tidak akan lagi manipulasi kuota haji.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak