Oleh. Rus Ummu Nahla
( Aktivis Dakwah)
Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng Minyakita atau harga minyakita naik dari Rp 14.000 menjadi Rp 15.700 per liter. Kenaikan ini diumumkan oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan dalam Surat Edaran Nomor 03 Tahun 2023 tentang Pedoman Penjualan Minyak Goreng Rakyat. Zulhas beralasan naiknya harga minyak goreng rakyat itu untuk menyesuaikan dengan nilai Rupiah yang sudah merosot hingga Rp.16.344. Tempo.CO. Senin (8/04/2024)
Jelas, kenaikan HET MinyaKita menimbulkan kekesalan ditengah masyarakat, karena MinyaKita merupakan salah satu merek minyak kemasan pilihan masyarakat yang harganya terbilang ekonomis, namun nyatanya harganya ikut naik. Naik ditengah harga pangan yang lainnya serba tinggi. Kebijakan ini tentunya akan semakin memberatkan rakyat dan membuat ekonomi rakyat makin tertekan.
Kebijakan ini menuai banyak kritik, sebagaimana hal ini dilontarkan oleh Ketua Pengurus Harian Yayasan Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, dia menilai langkah pemerintah menaikkan harga eceran tertinggi (HET) MinyaKita dari Rp.14.000 menjadi Rp.15.700 tidak masuk akal. Pasalnya dia menyebut Indonesia merupakan eksportir minyak sawit mentah ( CPO), bahan baku minyak goreng. "Tidak masuk akal kita melimpah ruah CPO, tapi harganya malah naik" , ujar tulus saat dihubungi Tempo, Sabtu (20/04/2024).
Salah Tata Kelola
Betul memang tidak masuk akal, negeri sebagai penghasil sawit terbesar tapi harga minyak goreng malah makin mahal. Jika ditelisik ternyata ada yang salah dalam tata kelola pangan di negeri ini. Hal ini bisa dilihat dari beberapa hal, selain sebab fundamental kapitalisme yang meniscayakan penguasaan pemilik modal terhadap aset nasional termasuk sektor pangan. Kapitalisme lahir sebagai anak kandung sekularisme yang mengagungkan kebebasan sebagai asasnya, termasuk kebebasan kepemilikan. Bebas memiliki tambang, gas alam, minyak bumi, bebas memiliki hutan hingga pangan.
Pertama, saat ini mekanisme pengelolaan minyak sawit mulai dari produksi hingga distribusi menggunakan pola penyerahan ke pihak swasta, negara hanya berfungsi sebagai regulator. Pola ini meniscayakan terjadi hubungan dagang antara pengusaha dan rakyat secara langsung pada perihal kebutuhan yang terbilang kebutuhan pokok. Hubungan dagang ini, nantinya akan menggunakan rumus untung rugi. Pengusaha tidak mungkin mau untung kecil apalagi rugi, oleh karena itu pengusaha akan menggunakan instrumen penguasa agar untungnya tidak kecil dengan bermacam dalih inflasi contohnya.
Kedua, selisih harga minyak kemasan MinyaKita saat ini berbeda cukup signifikan, hingga mencapai Rp 3000, 00 - Rp 4000, 00 per kg nya, dengan kenaikan harga MinyaKita Rp 15.700 harganya tidak akan beda jauh dengan harga minyak konvensional yang secara kualitas jauh lebih baik dibanding MinyaKita. Selain itu, kenyataan di pasaran meski harga MinyaKita dipatok dengan HET namun tetap saja kenyataannya selalu ritel menjual dengan harga lebih dari yang ditetapkan. Dengan begitu akan terjadi migrasi konsumsi dari MinyaKita ke minyak konvensional yang notabene milik pengusaha besar.
Ketiga, fundamental sistem keuangan Indonesia menggunakan uang kertas berbasis pada pengukuran harga, yang ini memastikan terjadinya inflasi di setiap tahunnya. Ketergantungan pada mata uang asing merupakan hal setelahnya. Dalam skala global, negara adidaya sebagai pemilik mata uang global akan semakin mencengkram kekuatannya pada ekonomi negara cengkeramannya.
Sangat berbeda halnya dengan Islam. Dalam Islam, negara memiliki kewajiban dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyat tanpa mahal dan menyulitkan. Negara akan menetapkan kebijakan dari aspek produksi hingga konsumsi sehingga kebutuhan pokok rakyat akan terpenuhi dengan harga yang terjangkau.
Negara dalam Islam akan memberikan kemudahan kepada para petani sawit dalam mengelola lahan yakni memberikan sarana dan infrastruktur yang dibutuhkan dalam mengelola pertanian. Selain itu negara pun akan memberikan kemudahan akses modal sebagai bentuk support kepada para petani sawit. Disamping itu negara dalam Islam juga akan mengawasi rantai distribusi dan tak segan akan memberikan sanksi tegas bagi pelaku yang memonopoli. Selain upaya tersebut, diperlukan juga upaya fundamental untuk melawan hegemoni ekonomi dari negara adidaya yang notabene negara penjajah.
Terang, penerapan sistem kapitalisme inilah yang menjadi biang kerok salahnya tata kelola yang muncul di negeri ini. Sungguh kesejahteraan rakyat hanya akan mampu terwujud jika sistem Islam diterapkan di tengah-tengah umat yakni dengan penerapan Islam secara kafah atau menyeluruh. Penerapan sistem Islam juga dapat melepas ketergantungan terhadap mata uang asing bahkan dapat melawan kekuatan hegemoni negara penjajah.
Wallahu 'Alam bishshawab
Tags
Opini