Oleh : Dinna Chalimah
(Pegiat Literasi, Ciparay - Kab. Bandung)
Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas Ronald Tannur terdakwa kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian kekasihnya Dini Sera Afrianti. Keputusan tersebut langsung menuai sorotan publik. Penyebabnya, majelis hakim menilai Edward Tannur tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang dituangkan dalam dakwaan pertama Pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP atau Pasal 259 KUHP dan Pasal 351 ayat (1) KUHP. (Jpnn.com28/07/2024)
Negara ini adalah sebuah negara hukum, yaitu semua rakyat memiliki kedudukan yang sama di mata hukum sebagaimana terdapat dalam pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945. Dan itulah yang seharusnya menjadi landasan bagi para penegak hukum di negeri ini untuk menjalankan tugasnya sesuai aturan yang sudah ditetapkan dan rakyat pun mempercayakan tugas ini kepada para penegak hukum.
Pada faktanya saat ini rakyat diperlihatkan pada sebuah kejadian yang cacat nilai-nilai hukum, dimana hukum tidak lagi diletakan pada posisi keadilannya dihadapan rakyat, tetapi lebih pada kepentingan individu atau kelompok tertentu. Dan memang benar dengan slogan ''Hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas''.
Melihat berbagai masalah yang terjadi di negeri ini, sungguh menambah keyakinan bahwa hukum yang diberlakukan saat ini yaitu hukum demokrasi kapitalis adalah hukum buatan manusia yang tak kunjung menemukan keadilan. Masyarakat menilai bahwa hukuman yang diberikan kepada pelaku tidak sesuai dengan efek yang dialami korban.
Dengan adanya bukti nyata perlakuan hukum di negeri ini, terlihat bahwa rakyat sudah mulai sadar sedang dizalimi oleh hukum yang tidak memberikan keadilan. Seharusnya tidak pandang bulu, mau rakyat kecil atau para aparat negara, hukum harus tetap ditegakkan dengan seadil-adilnya. Mengingat bahwa akan sabda Rasulullah saw tentang hukum potong tangan yang merupakan bagian dari ajaran Islam. Hukum ini juga pernah diterapkan pada saat beliau menjabat sebagai kepala Negara di kota Madinah “Demi Allah yang jiwaku ada ditanganNya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri niscaya aku memotong tangannya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Ini membuktikan seorang kepala negara menjalankan hukum dengan seadil-adilnya, yakni berdasarkan hukum syara'. Seharusnya ini menjadi teladan bagi para pemimpin masa kini supaya bisa menjalankan hukum dengan seadil-adilnya. Maka dibutuhkan adanya kerjasama antara masyarakat dan negara untuk menegakkan keadilan. Semoga bisa segera terwujud keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dan seluruh dunia dalam sebuah institusi yang menegakkan keadilan secara nyata.
Adil yang hakiki hanya datang dari Dzat yang menciptakan semua makhluk yaitu Sang Khaliq. Tidak ada satu perkarapun yang luput dari pengamatannya. Mengingat bahwa ketika Islam menjadi satu-satunya acuan hukum di bumi. Salah seorang Qadli bernama Syuraih yang masyhur di masa Khalifah Umar bin Khattab sampai masa Khalifah Ali bin Abi Thalib. Beliau terkenal dengan kisahnya memenangkan lelaki Yahudi atas Khalifah Ali dalam masalah persengketaan baju besi. Bahkan disebutkan juga Sang Qadli ini kerap memenjarakan buah hatinya yang menjamin seorang fakir berhutang namun pada akhirnya tak sanggup membayar hutang tersebut.
Sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam :
''Barangsiapa terbukti membunuh seorang wanita mukmin, maka ia dikenai qawas (qishash) kecuali dimaafkan oleh wali pihak yang terbunuh. Diyat dalam jiwa 100 ekor unta, pada hidung yang terpotong dikenakan diyat, pada lidah ada diyat, pada dua bibir ada diyat'' (HR An-Nasa’iy)
Dengan demikian, jelaslah hukuman teradil yang layak diberikan kepada pelaku yaitu wajib dibebankan 50 unta kepada korban. Penerapan syari’ah ini semata-mata hanya untuk memelihara nyawa manusia (Hifdzun Nafs’) termasuk menjaga organ tubuh manusia. Syari’ah Islam mengatur sempurna penjagaan dan pemeliharaan kesehatan jasmani dan rohani.
Wallahu a'lam bish shawwab.
Tags
Opini