Oleh. Shaffiya Asy-Syarifah
(Aktivis Muslimah Kalsel)
Akhir-akhir ini perhatian terhadap kehidupan keluarga menjadi meningkat. Sebagaimana dalam Peringatan Harganas ke-31 Tahun 2024 bertema "Keluarga Berkualitas Menuju Indonesia Emas“.
Hal ini dikatakan untuk mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia akan pentingnya keluarga sebagai sumber kekuatan untuk membangun bangsa dan negara, dan mengingatkan akan peran keluarga dalam menciptakan generasi emas. (Liputan6, 29/6/2024).
Sedangkan, di sisi lain kehidupan keluarga negeri ini jauh dari sejahtera terlebih menciptakan generasi emas. Fungsi keluarga tidak bisa terwujud dengan baik sebab di hadapkan pada berbagai problematik kehidupan. Seperti tingginya kemiskinan, KDRT, perceraian, stunting, pinjaman online bahkan judi online dan sebagainya. Problematika keluarga saat ini tidak jauh dari kebijakan negara yang menyulitkan mereka dalam kehidupan sehingga berefek dan menimbulkan problem-problem keluarga.
Adapun menurut Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) menyebutkan bahwa banyak pecandu (judol) ialah anak-anak yang berusia muda. Usia dari rentang 17 tahun sampai 20 tahun. (CNN, 24/4/2024).
Demikian pula, kekerasan pada anak sepanjang tahun 2024 paling banyak terjadi di rumah tangga sebanyak 2.132 kasus. Kasus fasilitas umum 484 kasus dan sekolah ada 463 kasus. Pelaku teman dan pacar sebanyak 809 orang, pelaku yang dilakukan orang tua sebanyak 702 orang, pelaku oleh keluarga/saudara 285 orang, hingga pelaku guru 182 orang. (MetroTV, 22/4/2024).
Jika melihat upaya ini tentu tidak sesuai dengan realitas, dimana realita saat ini banyak problematik yang dialami keluarga Muslim. Maka, bagaimana mungkin membangun keluarga menuju Indonesia Emas? Selain hal tersebut, makna generasi emas yang ingin diwujudkan tidaklah jelas, bahkan batasannya dan orientasinya hanya merujuk pada hal dunia yang tujuannya adalah materialistik.
Adapun upaya ini tak jauh dari paradigma keliru dalam memecahkan problematik dan melihat kondisi realitas yang ada hingga melahirkan solusi yang belum tepat. Paradigma inilah yang membuat keluarga yang akan di bangun hanya tebatas meraih materialistik hal keduniaan yang justru menjauhkannya dari sesuatu yang benar (syariah Islam).
Semua hal ini berpangkal dari sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan) yang lahir di sistem kapitalisme yang justru hanya berfokus pada hal materi semata. Keluarga dibentuk hanya untuk mensupport negara agar mendapatkan pundi-pundi materialisrik, namun negara tutup mata bahkan berlepas tangan dari segala problematik yang terjadi pada keluarga muslim saat ini.
Sistem kapitalisme saat ini tidak mampu mengembalikan fungsi keluarga bahkan memecahkan segala problematik keluarga. Maka, tatkala negara hanya memberikan solusi intervensi dalam mewujudkan keluarga berkualitas menuju Indonesia emas bahwa solusi ini tidak sama sekali menyentuh akar masalahnya. Yang menjadi akar masalahnya ialah penerapan sekulerisme dalam kehidupan yang di bawah institusi sistem kapitalisme. Oleh karena itu, bangunan keluarga ideal tidak akan pernah hadir disistem kapitalisme saat ini. Sebab, konsep keluarga ideal hanya ada di dalam sistem Islam yang menerapkan syariah Islam secara kafah (menyeluruh).
Hadirnya keluarga berawal dari pernikahan. Dalam Islam, pernikahan merupakan penyempurnaan ibadah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “ Jika seseorang telah menikah, berarti ia telah menyempurnakan separuh agama, maka hendaklah ia bertakwa pada Allah pada separuh sisanya”. (HR. Baihaqi).
Selain hal tersebut, Islam juga menyatakan bahwa akad pernikahan akad pernikahan merupakan mitsaaqan qhaliidzan (ikatan paling kuat). Maka, hal ini mendorong setiap pasangan mampu berupaya menjaga keutuhan keluarganya semaksimal mungkin. Sebab, perjanjian ini tidak hanya disaksikan oleh manusia (keluarga, kerabat tetapi yang utama adalah Allah Swt) yang akan meminta pertanggung jawaban atas urusan ini.
Kehidupan rumah tangga selanjutnya harus mewujudkan keluarga sakinnah, mawaddah wa rahmah. Semua ini butuh upaya dan dukungan sistem yang ideal yakni Islam. Keluarga Muslim yang memahami peran dan fungsi suami istri serta peraturan kehidupan yang menjaga mereka dari hal kemaksiatan, kezaliman dan hal-hal yang buruk menimpa keluarga Muslim.
Negara sebagai perisai juga memberikan periayahan (pengurusan) kehidupan dengan baik dan sesuai syariah Islam. Negara akan memastikan kebutuhan publik terpenuhi dengan baik dan tentunya gratis, seperti kesehatan, keamanan dan pendidikan.
Pembiayaan negara untuk kebutuhan publik kali ini bersumber dari pengelolaan sumber daya alam (SDA) sesuai syariah, sedangkan, dalam Islan tidak boleh sumber daya alam (SDA) dikelola oleh asing secara langsung sebagaimana sistem kapitalisme saat ini.
Rasulullah saw bersabda, “ Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, ialah air, padang rumput (gembalaan) dan api. (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah). Negara juga menghadirkan lapangan pekerjaan bagi laki-laki sebagai kepala keluarga agar bisa memenuhi nafkah bagi keluarganya.
Demikianlah, jika syariah Islam diterapkan dalam kehidupan dibawah sistem Islam, maka keluarga akan menjadi keluarga berkualitas, unggul, dan mencetak generasi emas.
Negara akan diberikan keberkahan dan rahmat oleh Allah Swt. sebagaimana firman-Nya, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (TQS. Al-A’raf 96).
Oleh karena itu jika ingin keberkahan hidup dan keluarga Muslim berkualitas dengan melahirkan generasi emas yang bertakwa dan berkontribusi untuk kehidupan, maka umat harus kembali menerapkan syariah Islam secara menyeluruh di dalam kehidupan dibawah sistem Islam.
Wallahu a'lam bishawab