Oleh : Lustiana Wn
Kasus cuci darah akibat gagal ginjal saat ini masih menjadi perhatian serius bagi tenaga medis dan masyarakat luas. Tidak hanya dialami oleh usia dewasa, namun juga anak-anak. Dari berita Bandung Jawa Barat puluhan anak diketahui rutin menjalani prosedur cuci darah/hemodialilis. Kabid Pencegahan dan pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Jabar Rochdy Hendra Setya mengatakan, ada 77 anak usia 0-15 tahun di Jabar yang rutin cuci darah sepanjang tahun 2024. Menurut Rochady, anak-anak yang cuci darah berasal dari 27 kabupaten/kota dimana mereka dirawat di berbagai rumah sakit, salah satunya Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS).Menurutnya,anak yang menjalani cuci darah di Jabar sudah ada sejak tahun sebelumnya. Bahkan pada 2023, jumlahnya mencapai 125 anak dengan berbagai faktor penyebab.
Di bulan sebelumnya, Dikutip dari CNNIndonesia.com sebanyak 60 anak menjalani terapi pengganti ginjal di RSCM dengan rentang usia 12 tahun keatas. IDAI mengatakan bahwa meski terapi pengganti ginjal pada anak cukup banyak namun tidak ada laporan kenaikan kasus gagal ginjal pada anak karena tidak semua kasus gagal ginjal pada anak disebabkan oleh pola makan tidak sehat. Namun Dr. Spesialis anak di (RSCM) Eka Laksmi Hidayati mengatakan bahwa kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman tinggi gula serta pola hidup yang tidak sehat adalah faktor yang mendominasi penyebab gagal ginjal.
Gaya hidup yang serba instan sangat memengaruhi pola makan sehari-hari. Pola hidup yang tidak sehat dibarengi dengan banyaknya suguhan produk berpemanis dalam produk makanan dan minuman dengan target pemasaran anak-anak menjadikan kesehatan mereka juga ikut terancam. Menjamurnya produk makanan olahan cepat saji telah menjadi solusi praktis para orang tua, ditambah jika orang tua sibuk bekerja. Fast food, junk food, dan sejenisnya seolah-olah menjadi penolong bagi mereka yang ingin menyiapkan makanan untuk anak tanpa menghabiskan banyak waktu dan tenaga. Jadilah makanan cepat saji menjadi menu andalan keluarga. Disisi lain, faktor kemiskinan memiliki pengaruh dalam kesehatan masyarakat. Masyarakat yang hidupnya pas-pasan cenderung memilih makanan yang murah meriah asal mengenyangkan. Sebagaimana kita pahami, harga pangan banyak yang mengalami kenaikan harga sehingga akses pangan bergizi masih terasa sulit bagi masyarakat ekonomi kebawah. Ditambah lagi, rendahnya pengetahuan dan literasi masyarakat dan cara berpikir yang pragmatis membuat masyarakat lebih memilih makanan serba instan.
Makanan junk food, fast food memang sangat di gemari kebanyakan anak-anak dan generasi muda saat ini sehingga untuk memenuhi permintaan konsumen, para pelaku industri berlomba-lomba untuk memproduksi makanan dan minuman dengan berbagai jenis. Karena, bagi pelaku industri ini merupakan peluang bisnis yang menjanjikan meskipun itu tidak sesuai dengan standar kecukupan gizi. Meski ada regulasi dan kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang mengatur tentang kecukupan gizi, nampaknya saat ini tidak berdampak signifikan terhadap pengurangan penyakit yang dialami generasi muda. Mengonsumsi pangan tinggi gula memang tidak serta-merta memicu kasus gagal ginjal, karena potensi gangguan gagal ginjal itu pasti ada. Tetapi, gangguan tersebut terjadi karena asupan gula didalam tubuh terlalu banyak sehingga ginjal sulit mencerna. Jika gangguan ginjal tersebut sudah parah, maka gagal ginjal pasti akan terjadi.
Sejatinya, negara memang berperan penting dalam memastikan anak-anak dan generasi muda memiliki kehidupan yang sehat dan produktif setelah meraka dewasa. Negara juga harus serius dalam menangani masalah ini. Jangan sampai ketidakseriusan pemerintah mengakibatkan penurunan kualitas generasi muda karena minimnya atensi negara dalam memastikan asupan makanan sehat. Bagaimana mau menjadi negara hebat, jika generasi mudanya dihantui beragam penyakit dan gangguan kesehatan, seperti diabetes, obesitas , gagal ginjal, koleterol dan yang lainnya.
Namun sayangnya, inilah potret lemahnya kontrol pemerintah. Negara belum mampu menjamin dalam hal penerapan aturan pengelolaan pangan, terutama makanan dan minuman anak. Dan ini adalah hal yang wajar dalam produk industri saat ini, sebab didalam system kapitalis tujuan utamanya adalah mendapatkan materi. Jadi selama produk makanan dan minuman digemari masyarakat, mereka hanya perlu memproduksi sebanyak-banyaknya sehingga produk-produk yang tidak sesuai dengan ukuran standar kecukupan gizi akan tetap terus beredar meskipun mengabaikan aspek kesehatan dan keamanan masyarakat. Islam menganjurkan setiap individu memakan yang halal dan juga thoyyib. Allah SWT berfirman dalam QS. Al Maidah ayat 88 yang artinya "Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepada kalian, dan bertakwalah kepada Allah yang kalian beriman kepada-Nya.”
Dalam ayat tersebut Allah SWT menjelaskan bahwa memakan makanan dalam rangka memenuhi fitrah adalah wajib dan orang yang meninggalkannya atau melalaikannya akan berdosa. Dan hal ini tidak luput dari peran negara.
Negara harus menjamin pemenuhan pangan dengan kemudahan mengakses kebutuhan pangan yang bukan hanya halal namun juga thoyyib sesuai dengan perintah syariat serta memastikan setiap rakyat dapat membeli makanan yang alami dengan harga yang terjangkau.. Ini bisa dilakukan dengan mengontrol dan mengawasi pasar dan proses distribusi bahan pangan untuk mencegah pedagang berbuat nakal dan curang. Negara akan melakukan edukasi secara holistik melalui lembaga layanan kesehatan, media massa dan berbagai tayangan edukatif menarik sehingga masyarakat memahami kriteria makanan halal dan thoyyib yang di peruntahkan didalam islam.
Halal yang di maksud adalah segala sesuatu yang boleh dikonsumsi dilihat dari aspek zatnya, cara memperolehnya dan cara pengolahannya. Sedangkan thoyyib ialah lezat, subur, suci, halal, dan membolehkan. Thoyyib juga berarti "yang terbebas dari kekeruhan", yakni makanan tersebut mendatangkan kebaikan bagi kesehatan, proporsional (tidak berlebihan), dan bergizi. Negara juga harus memberikan layanan kesehatan secara gratis kepada seluruh rakyat tanpa dipungut biaya. Dan menerapkannya sistem pendidikan yang kolaboratif dan integratif dengan kurikulum pendidikan berbasis akidah, khususnya materi pola hidup yang sehat. Serta menindak tegas pelaku industri dan siapa saja yang menyalahi ketentuan peradaran makanan dan minuman halal dan thoyyib.
Semua kebijakan ini harus diterapkan secara komprehensif dan sistematis, yakni dengan mengubah pola dan gaya hidup berparadigma sekuler, hedonis, dan konsumtif menjadi pola dan gaya hidup Islami disegala sisi kehidupan. Wallahualam bishawwab.