Halalan Thayyiban Gagal Terpenuhi dalam Sistem Kapitalisme




Oleh : Elly Waluyo
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)




Sistem kapitalisme merupakan sistem yang berlandaskan azas manfaat yang mengacu pada materi. Sistem ini mendorong pengusungnya lebih mengutamakan jumlah materi yang diperoleh, sedangkan halal dan haram cara memperolehnya diabaikan. Sistem kapitalisme sendiri merupakan peranakan dari sistem sekularisme maka secara otomatis dalam penerapannya pun akan memisahkan agama dari kehidupan. Keburukan ini ditutupi dengan berbagai dalih dan kamuflase seolah – olah peduli padahal rakyat sebenarnya diabaikan.

Menanggapi isu terhadap banyaknya terapi cuci darah yang diberikan pada anak-anak di Rumah Sakit Cipto Mangukusumo (RSCM) Jakarta, dr. Piprim Basarah Yanuarso menampik dengan menyatakan bahwa secara nasional tidak ada lonjakan kasus gagal ginjal pada anak. Menurutnya terapi cuci darah tidak hanya dilakukan karena gagal ginjal saja. Pernyataan senada dilontarkan oleh Dokter spesialis anak di RSCM, Eka Laksmi Hidayati dalam media sosial instagram, bahwa sekitar 60 pasien cuci darah merupakan pasien kategori remaja berusia di atas 12 tahun dari berbagai daerah yang dirujuk ke RSCM karena tidak adanya fasilitas hemodialisa di tempat asal pasien. Pihaknya juga menambahkan bahwa faktor penyebab cuci darah bukan hanya karena gagal ginjal saja. Eka juga menuturkan penyebab terjadinya gagal ginjal, salah satunya adalah pola hidup tidak sehat, seperti konsumsi gula dan garam yang tinggi. Dampaknya memang tidak seketika dirasakan atau bisa juga karena konsumsi obat yang takarannya sembarangan tidak sesuai petunjuk dokter. (https://www.cnnindonesia.com : 26 Juli 2024)

Adanya lonjakan kasus penderita gagal ginjal entah terjadi pada anak-anak maupun remaja seharusnya menjadi perhatian, karena tentu berhubungan erat dengan konsumsi pangan masyarakat yang tidak sehat. Meskipun terdapat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bahkan bersertifikat halal, namun pada kenyataannya makanan dan minuman yang beredar di masyarakat kurang memenuhi angka kecukupan gizi  dan banyak mengandung zat-zat aditif yang melebihi standar konsumsi harian sehingga membahayakan konsumen. Mirisnya negara tak mau repot dan menyerahkan buruk atau tidaknya makanan yang dikonsumsi pada masing-masing individu. Hal ini menunjukkan setali tiga uang antara negara dan produsen hanya mementingkan keuntungan materi dan tak peduli akan keamanan bagi kesehatan konsumennya. 

Berbeda halnya dengan sistem Islam yang meletakkan kewajiban dalam menyediakan makanan dan minuman  halalan thayyiban sesuai dengan syariat pada negara. Negara sebagai perisai maka dibaliknyalah umat berlindung, termasuk mendapatkan perlindungan akan makanan dan minuman yang dikonsumsi. Untuk memenuhi syariat tersebut, negara memegang kendali terhadap industri, menyediakan tenaga-tenaga ahli untuk memberikan pengawasan yang ketat terhadap makanan dan obat-obatan yang beredar, disertai sanksi yang tegas bagi siapapun yang melanggarnya.

 Selain itu edukasi serta sosialisasi tentang makanan halal dan thayyib yang diselenggarakan negara melalui berbagai metode dan sarana yang menunjang untuk mewujudkan kesadaran masyarakat akan kebutuhan makanan dan minuman yang halal dan thayyiban. Demikianlah Islam dengan teliti mengatur segala aspek kehidupan baik dalam lingkup negara, masyarakat maupun individu.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak