Oleh: Hj. Sopiah
Saat ini Judol (Judi Online) di negeri ini makin marak, usia pelakunya bervariasi, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Sebanyak 80% dari kalangan menengah ke bawah, dengan beragam nominal. Mirisnya, pelakunya bukanlah orang-orang yang kekurangan saja, tetapi orang kaya dan “terhormat” seperti wakil rakyat pun ada yang terlibat. Padahal sudah sangat jelas dalam al qur’an bahwa judi hukumnya haram, namun faktanya justru semakin marak di kalangan masyarakat.
Penyebab masyarakat terlibat judol bukanlah kemiskinan semata tapi gaya hidup hedonistik dan budaya flexing di media sosial, sehingga untuk mewujudkan itu masyarakat memilih judol sebagai jalan pintas agar cepat kaya tanpa harus bekerja keras. Apalagi di tengah kehidupan serba sulit seperti sekarang, lapangan pekerjaan sulit didapatkan dan harga-harga kebutuhan hidup semakin tinggi. Kondisi inilah yang memperparah sehingga judol semakin cepat pertumbuhannya di tengah-tengah masyarakat.
Ada beberapa upaya yang telah dilakukan oleh negara untuk menanggulangi masalah ini, yakni membekukan akun-akun judol, pembentukan satgas judi online dan kemenag pun mengadakan penyuluhan dan program edukasi penguatan dalam keluarga.
Namun apakah hal tersebut menyelesaikan masalah? Faktanya jelas tidak, karena solusi tersebut hanyalah solusi tambal sulam karena tidak menyentuh akar masalah. Sehingga masalahnya tidak pernah bisa terselesaikan. Bahkan semakin memburuk. Dan dampak buruknya pun semakin merebak, banyak kasus dan kemaksiatan yang terjadi karena judol ini, seperti pembunuhan, perceraian dan depresi yang sampai menghantarkan pelakunya ke tindakan bunuh diri. Sebagai kepala negara harusnya melindungi rakyat dari segala mara bahaya itulah sejatinya tugas utama penguasa.
Inilah buah dari sistem kehidupan kapitalisme yang tegak di atas asas sekularisme. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga melahirkan paham liberalisme dan materialisme, kehidupan yang bebas dan materi menjadi tolok ukur kesuksesan seseorang. Lemahnya pemahaman Islam kaffah di tengah masyarakat menjadikan Islam hanya ritual semata. Pelaku judol terbujuk sehingga kecanduan dan rugi sedangkan pemilik akun judol meraup keuntungan yang besar tanpa memikirkan bahwa tindakannya telah merugikan orang banyak. Inilah jika tatanan kehidupan berasas pada sistem kapitalisme.
Satu-satunya solusi untuk menyelesaikan masalah judol ini hanyalah dengan menerapkan sistem Islam dalam kehidupan bernegara. Karena tidak cukup hanya individu-individu atau keluarga muslim yang melakukan perubahan akan tetapi haruslah negara yang bertindak sebagai institusi yang menerapkan dan melaksanakan syariat Islam kaffah. Setiap kebijakan tidak boleh bertentangan dengan Islam dan para wakil rakyat haruslah seorang muslim yang memiliki ketakwaan tinggi sehingga tidak mungkin terlibat dalam kemaksiatan. Penerapan Islam kaffah hanya bisa diterapkan dalam naungan daulah Khilafah Islamiyah.
Wallahu’alam bishowab.