Triliunan Sampah Makanan, Kesenjangan dalam Kehidupan Kapitalistik



Riza Maries Rachmawati




Fenomena Food Waste

Makanan merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh manusia untuk menjalani aktivitasnya sehari-hari dan ketiadakaannya bisa mengakibatkan kebinasaan. Memproduksi dan mengkonsumsi makanan sudah menjadi bagian dari kegiatan yang akan selalu dilakukan oleh manusia selama kehidupannya berlangsung. Namun aktivitas produksi dan kosumsi makanan tersebut bisa menjadi sebuah masalah ketika tidak dikelola secara bijak, salah satunya adalah masalah sampah makanan atau food waste.

Food waste telah menjadi problem dunia, diketahui bahwa 1/3 dari makanan yang diproduksi untuk kosumsi manusia di dunia dibuang sebagai sampah. Jika dihitung, jumlahnya mencapai 1,3 miliar ton setiap tahunnya. Nilai dari sampah makanan yang terbuang diperkirakan US$ 680 miliar untuk negara maju dan US$ 310 miliar untuk negara berkembang. Total sampah yang dihasilkan setiap tahunnya dapat menghidupi 2 miliar orang, sedangkan 795 juta manusia lainnya menderita kelaparan.

Di Indonesia sendiri timbulan sampah nasional pada tahun 2023 mencapai 26,20 juta ton, data tersebut diperoleh dari data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN). Jumlah itu lebih rendah dari timbulan sampah nasional pada tahun sebelumnya yang sebesar 37,73 juta ton. Tercatat oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Nasional (PPN/Bappenas), potensi kerugian negara akibat susut dan sisa makanan (food loss and waste) mencapai Rp 213 triliun hingga Rp 551 triliun rupiah per tahun. Angka ini setara dengan 4-5 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. 

Potensi kerugian yang diakibatkan dari food loss dan waste sungguh fantastis. Padahal jika sisa pangan yang masih layak dikosumsi dapat dimanfaatkan, Indonesia tidak hanya bisa menyelamatkan potensi ekonomi yang hilang, tapi juga dapat memenuhi kebutuhan energi dan menurunkan emisi gas rumah kaca. Diketahui bahwa total emisi gas rumah kaca (GRK) mencapai 1.072,9 metrik ton (MT) CO2-ek yang dihasilkan dari timbulan sampah sisa makanan.

Kapitalisme-Sekularisme Penghasil Food Waste 

Jika dicermati lebih dalam fenomena food waste terjadi akibat diterapkannya sistem Kapitalisme-sekuler. Sistem Kapitalisme telah menanamkan cara pandang hidup yang batil di tengah masyarakat, bahwa kepuasan materi adalah ukuran kebahagiaan. Akibatnya manusia berlomba-lomba mengejar kehidupan hedon tanpa memikirkan dan mengaitkan dengan batasan yang ditetapkan syariat Islam. Keberadaan akal seorang muslim yang seharusnya digunakan untuk menemukan jalan keimanan dan mengokohkannya saat ini malah terkooptasi memikirkan kesenangan kehidupn duniawi semata. Akibatnya umat Islam semakin lemah keimanannya kepada Allah SWT, mereka jauh dari syariat Islam termasuk akhlak Islami. Alhasil budaya komsumtif menjadi gaya hidup masyarakat saat ini, sehingga fenomena waste pun tak terhindarkan.

Selain rusaknya cara pandang hidup masyarakat, fenomena food waste menggambarkan adanya kesalahan pengaturan negara dalam distribusi harta sehingga mengakibatkan ketimpangan ekonomi. Sistem ekonomi kapitalisme mengandalkan mekanisme pasar dalam menyelesaikan problem distribusi. Padahal hal tersebut hanya menciptakan kesenjangan ekonomi antara kelompok kaya dan miskin. Keadaan ini telah menimbulkan masalah lain seperti kasus beras busuk di gudang bulog, pembuangan sembako untuk stabilitas harga, dan lain sebagainya.

Di sisi lain sistem Kapitalisme menempatkan persoalan ekonomi pada aspek produksi, sehingga pabrik-pabrik termasuk pabrik makanan terus bermunculan. Produksi besar-besaran yang dilakukan oleh industri makanan tersebut tidak diimbangi dengan daya beli masyarakat yang tinggi. Sehingga banyak produk yang tidak laku terjual akhinya kadaluwarsa, lalu ditarik dari peredaran. Produk makanan kadaluarsa ini pada umumnya akan dimusnahkan atau dibuang, maka terjadilah food waste. 

Islam sebagai Solusi Tuntas Masalah Food Waste

Permasalahan food waste timbul akibat dari penerapan sistem ekonomi Kapitalisme. Oleh karena itu solusi atas persoalan ini harus bersifat sistemis yakni kembali kepada aturan yang bersumber dari Pencipta dan Pengatur kehidupan manusia Allah SWT. Islam memiliki pengaturan yang terbaik dalam mengatur kosumsi dan juga distribusi harta yang mampu menjauhkan masyarakat dari sifat mubazir dan berlebih-lebihan.

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Isra ayat 26-27: “Dan jangalah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Berdasarkan ayat tersebut Allah SWT memerintahkan setiap muslim untuk tidak bersikap mubazir terhafap makanan. Di ayat yang lain Allah pun memerintahkan setiap muslim untuk tidak berlebih-lebihan dalam hal makanan. “Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-A’raf ayat 3).

Segala aturan tentang makanan ada dalam penerapan syariat Islam Kaffah yang diterapkan oleh negara Islam yakni Khilafah. Melalui penerapan sistem pendidikan Islam berbasis aqidah Islam, individu masyarakat dalam Khilafah akan dididik agar memiliki kepribadian Islam. Sehingga pola pikir dan pola sikapnya Islami. Individu dan masyarakatnya akan dibina berdasarkan gaya hidup yang diridhai Allah SWT. Mereka akan memiliki gaya hidup bersahaja, mereka hanya membeli barang dan makanan sesuai kebutuhan dan tidak menumpuknya tanpa pemanfaatan apalagi membuangnya. Mereka juga tidak akan berperilaku konsumtif apalagi berfoya-foya hanya demi eksistensi diri. Mereka sangat memahami bahwa segala perbuatan yang dilakukannya didunia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT di akhirat kelak.

Sebagai pengurus umat Khilafah menjamin kesejahteraan setiap individu masyarakat. Dengan pengaturan yang cermat dan berlandaskan syariat akan terwujud distribusi yang merata yang mampu mengentaskan kemiskinan hingga mencegah food waste. Pasalnya sistem ekonomi Islam menempatkan persoalan distribusi sebagai persoalan utama. Negara akan membuka lapangan perkerjaan seluas-luasnya disektor pertanian, industri, perkebunan, perdagangan hingga jasa. Hal ini akan meningkatkan daya beli masyarakat. Negara juga menjamin pelayanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan setiap warga negaranya secara gratis. Selain itu negara melarang penguasaan aset-aset strategis milik rakyat dikuasai pihak swasta atau pemilik modal. Sebab pada dasarnya harta tersebut adalah milik rakyat.

Kesejahteraan ini didukung dengan pengkondisian masyarakat agar beriman dan bertaqwa sehingga memilih gaya hidup yang berkah. Islam menetapkan hukum terkait zakat, waris, dan sedekah sunnah menjadi bagian dari mekanisme distribusi harta. Masyarakat didorong berlomba dalam sedekah dan wakaf sebagai amal jariah untuk akhirat mereka.

Demikianlah Islam menghapus konsumerisme ditengah masyarakat sehingga secara otomatis menghilangkan food waste. Dengan memadukan ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan peran negara yang tidak mengabaikan hukum-hukum  Allah SWT. 

Wallahu’alam bish shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak