oleh : Zahro as-Syamsy (Aktivis Mahasiswa)
Aksi tawuran lagi-lagi pecah di Jalan Basuki Rahmat (Bassura), Cipinang Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Dugaan sengaja mencari cuan melalui medsos pun muncul di balik terjadinya aksi tawuran.
Diketahui, tawuran tersebut melibatkan warga RW 01 dan RW 02 pada Kamis (27/6), sekitar pukul 05.30 WIB. Tawuran kali ini dipicu warga saling ejek. Pada awal tahun lalu telah dibuat deklarasi damai buntut terjadinya tawuran serupa.
Kata Kapolres Metro Jaktim Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengatakan ada sejumlah faktor yang menyebabkan tawuran kembali terjadi. Dia merinci seperti factor ekonomi, kehidupan social, dan budaya. Selain itu, pengawasan orang tua yang kurang.
Lurah Cipinang Besar Utara (CBU), agung, angkat bicara terkait tawuran yang kerap terjadi di Bassura. Dia menyebut adanya provokasi dari pihak luar menjadi salah satunya, selain itu Agung juga mengaku bahwa tawuran juga dijadikan muatan konten media social. Polisi mengaku bahwa tawuran di jadikan konten media social untuk menambah follower agar mereka bisa mendapatkan imbalan. (sumber : www.news.detik.com).
Sungguh miris, karena tawuran remaja masih terus terjadi di tengah tengah masyarakat, bahkan tawuran dilakukan dengan cara kekinian demi mendapatkan uang. Hal ini menunjukkan rusaknya generasi dan jelas bahwa kebahagiaan sejati adalah dengan materi yang menghujam kuat dalam diri umat, generasi muda saat ini telah kehilangan jati dirinya yang seharusnya taat kepada Allah dan membawa kebaikan bagi Masyarakat, mereka tidak memahami tujuan hidup yang benar di dunia ini sebaliknya, mereka malah terpengaruh oleh pemikiran sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, alhasil mereka berperilaku liberal dan berperilaku semaunya bahkan menghalalkan segala cara untuk mengejar materi semata.
Semakin banyak remaja yang terseret dalam budaya tawuran menggambarkan gagalnya sistem pendidikan hari ini dalam mencetak generasi berkualitas, pasalnya sistem pendidikan saat ini di terapkan berasaskan sekuler, sehingga bukannya memahamkan remaja akan jati dirinya yang hakiki melainkan malah pikiran sekuler-liberal semakin menguat dalam diri mereka.
Pendidikan sekuler adalah buah dari penerapan sistem kapitalisme, sistem ini telah menjauhkan peran Negara sebagai raa’in atau pengurus umat, salah satunya adalah membentuk kepribadian mulia pada diri generasi. Negara hanya memandang sumber daya manusia hanya sebagai faktor produksi yang dibangun untuk memenuhi kepentingan para kapital.
Tak heran banyak remaja yang pandai, namum krisis moral. Disisi lain negara gagal menghindarkan generasi dari tontonan yang tidak mendidik dan tidak menuntunnya untuk bertindak dengan benar termasuk dengan menyalurkan nauri baqa’ dengan benar. Tentu persoalan ini bukan kasus indiviidu, melainkan persoalan sistemik akibat penerapan system kapitalisme.
Solusi tuntas untuk masalah ini adalah hadirnya negara yang berperan sebagai raa’in atau pengurus ummat yang bertanggung jawab dalam membentuk ketaqwaan individu masyarakatnya dan membangun suasana taqwa pada setiap individu. Negara yang dimaksud adalah negara Islam yaitu Khilafah Islamiyyah.
Khilafah berkewajiban melindungi generasi dari paparan ideologi kapitalisme-sekuler yang merusak kepribadian mereka, hal ini diwujudkan negara melalui sistem pendidikan islam yang memiliki tujuan luhur, yakni memahamkan tujuan hidup setiap muslim untuk beribadah kepada Allah dan membawa manfaat bagi ummat.
Pendidikan Islam melahirkan generasi yang tangguh, mampu bertahan hidup dalam segala kondisi yang tak lepas dari aturan Allah dan Rasul-Nya. Negara juga berkewajiban menyaring dan mencegah tontonan yang tidak mendidik dan menjerumuskan remaja pada krisis moral, seperti konten kekerasan, konten porno atau tayangan-tayangan yang mengajarkan nilai nilai liberal.
Pendidikan berbasis islam memadukan tiga peran sentral, yakni keluarga, masyarakat, dan negara. Keluarga dalam hal ini adalah orang tua sebagai ujung tombak lahirnya bibit unggul generasi, khususnya ibu sebagai sekolah pertama bagi anak anaknya, seorang ibu akan mendidik dan membentuk kepribadian anak-nya berbasis agama islam. Dengan keimanan yang kokoh generasi akan selalu terdorong beramal shalih dan terjauhkan dari segala perbuatan maksiat.
Adapun perilaku masyarakat dalam sistem Islam akan selalu kondusif, masyarakat dalam Khilafah dibentuk menjadi masyarakat bertaqwa yang senantiasa ber-amar ma’ruf nahi munkar, masyarkat seperti ini akan membentuk suasana yang baik dan positif bagi generasi, sebab generasi hanya akan melihat perbuatan baik masyarakat, dan menjadikannya sebagai ukuran kebaikan bagi dirinya.
Adapun Negara Khilafah menyelenggarakan pendidikan secara komprehensif, negara juga wajib menyediakan fasilitas pendidikan memadai, mulai dari kurikulum berbasis aqidah islam, sarana dan prasarana, pembiayaan pendidikan, tenaga pengajar profesional, hingga sistem gaji guru yang mensejahterakan.
Dengan demikian tidak ada satupun individu yang tidak mengenyam pendidikan karena terhalang biaya, terbentukknya kepribadian islam pun dilakukan secara menyeluruh (kepada seluruh rakyat). Demikianlah mekanisme Khilafah mampu mencegah generasi dari perilaku buruk yang merusak dirinya dan masyarakat.
Wallahu’Alam bishowab