Penulis: Weni Putri (Pengelola RP SNC Ibnu Rajab Sei Rampah)
Subsidi Liquefied Petroleum Gas (LPG) akan digantikan dengan uang tunai agar lebih tepat sasaran. Jatah subsidi tunai tersebut akan dikirimkan langsung ke rekening warga yaitu sekitar Rp 100 ribu per bulannya. Hal tersebut diusulkan oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno.
Ia juga menilai konsumen LPG non subsidi 12 kg banyak yang beralih ke LPG bersubsidi 3 kg karna lebih murah. Ini mengakibatkan beban subsidi semakin besar dan menjadi beban negara. Dan diperkirakan akan berjalan tahun 2026 mendatang, diikuti dengan penyesuaian Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) (CNBC Indonesia 12 July 2024).
Permasalahan Baru
"Tak tepat sasaran", lagi-lagi inilah alasan pemerintah untuk mengubah kebijakan dalam memberikan subsidi LPG menjadi uang tunai. Pemerintah selalu mengklaim banyak bantuan yang dinikmati kalangan menengah ke atas, tidak hanya LPG "melon" bahkan BBM pun demikian.
Perubahan ini sejatinya berpotensi menimbulkan masalah baru, seperti naiknya harga barang, turunnya daya beli masyarakat, juga berpotensi korupsi dan kerumitan implementasi.
Besar terjadi kemungkinan masyarakat yang layak menerima subsidi LPG berdasarkan kriteria pemerintah, tetapi tidak dapat karena masalah kependudukan. Kebijakan ini juga akan memanggu bisnis. Apalagi bagi kalangan menengah yang dianggap tidak layak mendapatkan subsidi. Ini akan memperburuk keadaan ekonomi dan menyeret ke tingkat ekonomi menengah bawah, bahkan bawah. Dengan kata lain akan menimbulkan efek domino bagi kesejahteraan masyarakat.
Belum lagi banyaknya kasus korupsi yang terjadi. Indonesia bahkan menduduki negara terkorup ke-5 pada tahun 2022 se-Asia Tenggara. Maraknya kasus korupsi sudah menjalar ke semua lini. Boleh jadi kasus serupa terulang kembali .
Regulator dan Fasilitator
Pengurangan subsidi adalah salah satu buah dari kebijakan kapitalisme. Kebijakan Pemerintah yang memberlakukan subsidi yang diperuntukkan bagi rakyat miskin, pedagang kaki lima, atau pelaku UMKM. Sedangkan masyarakat menengah ke atas tidak mendapatkannya.
Ini adalah kebijakan yang menjadikan rakyat tidak menerima haknya. Padahal mereka sama-sama rakyat negara ini. Belum lagi kondisi ekonomi yang tidak menentu, tidak menjamin memiliki keuangan yang aman.
Pemerintah hanya melakukan regulasi, yaitu pengaturan pada distribusi dan kebutuhan masyarakat yang lain. Bahkan pemerintah menjadi fasilitator dengan memfasilitasi investor mengelola SDA gas dan minyak bumi.
Solusi Islam
Islam memiliki berbagai mekanisme pemenuhan kebutuhan Masyarakat dengan menjadikan negara sebagai rain dengan pelayanan yang sama pada semua individu rakyat.
Syariat Islam menetapkan bahwa sumber daya energi adalah milik umat Islam secara keseluruhan (milkiyyah 'ammah). Rasulullah Saw bersabda, "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yakni air, api dan padang gembala." (HR Abu Daud dan Ahmad).
Ini berarti hadits di atas menunjukkan bahwa SDA (api, rumput dan air) adalah harta milik umum. Haram diprivatisasi terlebih mengundang investor asing untuk mengelolanya. Negara wajib mengelola SDA dan hasilnya untuk kepentingan rakyat. Hal ini bisa berupa barang olahan atau fasilitas lainnya.
Gas adalah kebutuhan rakyat untuk memasak. Maka negara memberikan hasil olahan gas (LPG) dengan biaya murah bahkan gratis dan mudah. Ini semua menjadi hak bagi setiap warga negara.
Hal ini tidak akan berjalan selama sistem kapitalisme yang di terapkan. Dalam kapitalisme yang utama adalah para kapitalisnya. Sedangkan Islam yang menjadi prioritas adalah rakyatnya. wallahualam Bissawab