Oleh : Ami Ammara
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengungkapkan kekhawatirannya perihal maraknya tambang ilegal atau PETI (Pertambangan Tanpa Izin) di Indonesia.
Operasi tambang ilegal, menurutnya sudahlah pasti tidak mengikuti prinsip-prinsip good mining practice (GMP) yang seharusnya menjadi standar dalam industri pertambangan.
"Banyak hal yang tidak dipenuhi mulai dari izin, keselamatan kerja, faktor kesehatan dan lingkungan, serta kewajiban kepada negara tidak menjadi pertimbangan dalam operasionalnya.
Namanya juga PETI, izin paling izin kordinasi dengan aparat setempat dan setoran ilegal," ungkap Rizal, dihubungi Selasa (9/7/2024).
Untuk membuka sebuah usaha tambang, Rizal menuturkan, perlu adanya kesesuaian kaidah pertambangan yang baik.
Untuk itu, dia menekankan pentingnya memulai dari kegiatan eksplorasi guna mendapatkan data-data yang diperlukan untuk merencanakan penambangan yang memenuhi kriteria teknis, ekonomis, dan aspek perlindungan lingkungan.
Data-data hasil eksplorasi antara lain penyebaran bijih, kualitas, geoteknik, hidrogeologi, hidrologi, dll diperlukan untuk estimasi sumber daya dan cadangan, design tambang, pengolahan, pemasaran, dan lain-lain," jelasnya.
Dengan demikian, seharusnya, "Desain tambang harus memperhatikan faktor keselamatan dan pengaruh geoteknik, hidrogeologi dan hidrologi sehingga aman dan tidak mengalami ke longsoran," tegasnya.
Profil Penguasa Kapitalisme
Demikianlah profil penguasa dalam sistem kapitalisme. Mereka tidak bertanggung jawab menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya sehingga rakyat terpaksa menambang di PETI meski nyawa yang menjadi taruhannya. Pemerintah hanya berpihak pada para kapitalis, yaitu para cukong pengusaha pemilik tambang karena mereka rajin menyetorkan upeti yang mempertebal kantong pribadi oknum pejabat. Jelas, para pejabat itu hanya memikirkan dirinya sendiri dan enggan mengurusi rakyatnya.
Selain itu, pemerintah enggan melakukan antisipasi demi mencegah terjadinya bencana dan banyaknya korban, alih-alih mitigasi. Pemerintah juga tidak memikirkan teknologi penambangan yang aman agar tidak memakan korban. Hal ini karena penguasa dalam kapitalisme tidak berfungsi sebagai raa’in (pengurus urusan rakyat).
Penguasa dalam kapitalisme hanya berfungsi sebagai regulator, yaitu pembuat regulasi, lalu lepas tangan dari urusan tersebut. Bahkan, regulasi yang mereka buat pun memihak pengusaha, bukan rakyat. Penguasa memberikan hak istimewa kepada individu swasta, baik lokal maupun asing untuk menguasai tambang yang seharusnya milik umum seluruh rakyat.
Akibatnya, terjadi sentralisasi kekayaan di tangan segelintir kapitalis. Sedangkan rakyat hanya bisa bekerja apa saja demi bertahan hidup, meski harus menambang yang berisiko kehilangan nyawa.
Ini semua sungguh paradoks. Pada saat rakyat banting tulang menyambung nyawa demi sesuap nasi, penguasa asyik duduk di kursi empuk menikmati jabatan dan segala fasilitas mewahnya, sekaligus upeti dari para cukong itu. Astagfirullah.
Khilafah Melindungi Rakyat
Penguasa versi kapitalisme jelas berbeda dengan penguasa di dalam sistem Islam (Khilafah). Khalifah maupun jajaran penguasa lain di dalam Khilafah adalah raa’in (pengurus urusan rakyat) dan juga mas’ul (penanggung jawab) rakyatnya.
Mereka tidak akan tenang dan makan kenyang sebelum rakyatnya kenyang. Mereka sadar penuh dengan peran untuk selalu memikirkan urusan rakyatnya karena mereka paham dengan pertanggungjawaban amanah kepemimpinan tersebut pada Sang Khalik pada Hari Pengadilan di akhirat.
Untuk itu, Khilafah menerapkan syariat Islam kafah yang salah satunya terwujud pada penempatan tambang berdeposit besar sebagai harta milik umum. Hal ini berdasarkan dalil dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullah ﷺ dan meminta beliau ﷺ agar memberikan tambang garam kepadanya. Nabi ﷺ pun memberikan tambang itu kepadanya. Ketika Abyad bin Hamal ra. telah pergi, ada seorang lelaki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’ al-‘idd).” Ibnu Al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah ﷺ mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Hammal).” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Hadis ini menjadi dalil bahwa tambang dengan deposit besar merupakan harta milik umum sehingga haram dikuasai oleh individu/swasta baik lokal maupun asing. Oleh karenanya, saat Khilafah tegak, semua tambang dengan deposit besar akan dikembalikan pada posisinya sebagai milik umum dan dikelola oleh negara.
Hasil pengelolaan tambang akan digunakan untuk kemaslahatan rakyat. Untuk tambang migas, negara akan mendistribusikan hasilnya berupa BBM dan gas untuk kebutuhan sehari-hari rakyat secara murah atau gratis. Sedangkan tambang seperti emas dan mineral, hasil pengelolaannya akan dikembalikan pada rakyat berupa fasilitas umum seperti pendidikan, kesehatan, juga transportasi, secara gratis.
Khilafah akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi rakyat sehingga rakyat tidak perlu terlibat konflik untuk mendapatkan pekerjaan di pertambangan. Industrialisasi SDA tambang hanya akan dilakukan besar-besaran sehingga rakyat bisa bekerja dengan jaminan kesejahteraan oleh negara.
Adapun pengelolaan tambang dilakukan oleh negara dengan teknologi yang aman sehingga tidak membahayakan nyawa manusia tetapi hasilnya tetap bisa optimal. Khilafah akan mendorong para ilmuwan untuk meneliti mekanisme tambang yang canggih sehingga efektif dan aman. Hal ini sebagaimana Khilafah dahulu pernah menghasilkan para ilmuwan yang menemukan alat-alat untuk memudahkan penambangan.
Dahulu umat Islam telah memberikan kontribusi yang besar pada dunia pertambangan. Ada Al-Biruni yang sudah menemukan teknik menambang batuan mulia dengan efektif. Selain itu, ada Banu Musa bersaudara (abad ke-9 M) dan Al-Jazari (abad ke-12 M) telah menemukan mesin-mesin yang inovatif untuk pertambangan. Banu Musa telah membuat alat ventilasi dan mesin keruk yang dirancang secara cerdas dan dimuat dalam buku mereka Kitab Al-Hiyal.
Saat itu pertambangan dalam Khilafah sudah menggunakan ventilator karya Banu Musa dan pompa air karya Taqiyuddin. Dengan alat-alat tersebut, saat itu kedalaman lubang tambang bisa mencapai 250 fanthom (sekitar 457 meter) dari permukaan tanah. Hal itu tidak mungkin tanpa ventilator, pompa air, dan drainase yang baik.
Demikianlah kemajuan Khilafah dalam industri pertambangan sehingga tidak membahayakan rakyat. Khilafah justru akan melindungi sekaligus menyejahterakan rakyatnya.
Wallahu alam bi ashshawab.
Tags
Opini