Polemik Sampah Makanan, konsumerisme di Atas Penderitaan Rakyat Miskin



Oleh lastrilimbong



Sampah makanan atau food waste adalah salah satu masalah lingkungan global yang harus segera diatasi. Sampah makanan adalah penyumbang lebih dari seperempat sampah khususnya di Asia Selatan dan Tenggara (Food and Agriculture Organization/2013). Dan berdasarkan data, Indonesia adalah penyumbang sampah makanan terbesar ke-17 dunia.
Menurut FAO (Food and Agriculture Organization/ 2019) sekitar sepertiga pangan yang diproduksi untuk dikonsumsi manusia terbuang atau tidak dikonsumsi. Total sampah makanan ini mencapai 1,3 miliar ton atau setara USD 990 miliar. Padahal dengan jumlah yang sama, pangan tersebut cukup untuk memberi makan seperdelapan penduduk dunia yang kelaparan.

Dalam banyak studi disimpulkan bahwa sampah makanan juga membebani sistem pengelolaan sampah, berkontribusi utama dalam masalah lingkungan seperti perubahan iklim dan pencemaran lingkungan. Limbah makanan yang menumpuk di TPA bisa menghasilkan gas metana yang menyebabkan pemanasan global. United Nations Environment Programme (2021) mengestimasikan bahwa 8-10% emisi gas rumah kaca global adalah dampak food waste.
Tidak hanya menimbulkan masalah lingkungan, sisa makanan ini juga mengakibatkan kehilangan nilai ekonomi yang cukup tinggi. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), mengungkapkan bahwa Indonesia selalu kehilangan nilai ekonomi karena kebanyakan sisa makanan terbuang (food lost and waste). Sejumlah ratusan triliun rupiah terbuang, padahal jumlah yang sama harusnya bisa digunakan untuk memberi makan lebih dari 30% populasi Indonesia.

Food waste, ditengah kemiskinan rakyat
Sungguh ironi, ditengah gempuran kemiskinan yang semakin mencekik rakyat, jumlah sampah makanan bahkan terus bertambah. Food Waste adalah masalah global, yang erat hubungannya dengan konsumerisme.

Selain tingkat konsumsi yang besar, tingginya sampah makanan juga menggambarkan mismanajemen negara dalam distribusi. Kita seringkali dipertontonkan oleh permasalahan distribusi kebutuhan pokok seperti kasus beras busuk di gudang bulog, penimbunan bahan pokok, pembuangan sembako untuk stabilisasi harga, dll.

Bagaimana pandangan Islam atas masalah food waste dan solusinya?
Konsumsi berlebihan dan produksi makanan yang tinggi adalah budaya urban yang sudah menjadi gaya hidup dunia modern ala kapitalisme. Budaya “lebih baik lebih daripada kurang” mendorong produksi makanan yang berlebihan oleh masyarakat. Dampaknya terjadi penumpukan atau surplus makanan yang banyak hingga berujung menjadi sampah.

Kebiasaan dalam berlebih-lebihan hingga sikap konsumerisme ini adalah buah penerapan sistem kapitalisme sekuler, yang jauh dari akhlak islam. Sikap mubazir dan membuang-buang makanan dianggap biasa saja, padahal Allah Subhana wa Taala sudah memperingatkan dalam Qur'an:
"Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya." (QS Al-Isra: 26-27).

Islam memiliki aturan terbaik dalam mengatur konsumsi dan distribusi pangan sehingga terhindar dari kemubadziran dan berlebih-lebihan. Adalah tugas negara untuk mengedukasi masyarakat dengan cara meningkatkan ketaqwaan individu sehingga terhindar dari sifat mubazir dan membuang-buang makanan.

Selain itu, negara wajib untuk memastikan distribusi kebutuhan pokok dan pangan agar sampai pada sudut terkecil sehingga terhindar dari kasus kelaparan dan ketimpangan sosial. Bukan hanya distribusi kedaerah, bahkan negara wajib memastikan kebutuhan pangan tercukupi sampai kepada seluruh rumah-rumah. Dengan pengaturan yang cermat, akan terwujud distribusi yang merata sehingga dapat mengentaskan kemiskinan dan kontrol food waste dapat dimaksimalkan.
Wallahu alam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak