Oleh : Lulu Sajiah, S.Pi
(Pemerhati AgroMaritim)
Indonesia memiliki harta karun yang tak terhitung, terhampar sebagai salah satu negara yang dilimpahi beragam sumber daya alam tambang, mulai dari barat hingga timur nusantara. Sumber daya alam tambang memiliki peran penting dalam pengembangan ekonomi dan industri, salah satunya emas. Persebaran emas cukup tinggi terutama di Provinsi Papua, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Tengah (Tribhakti.com).
Namun, cukup sering terjadi petaka tanah longsor melanda kawasan tambang mineral emas yang disinyalir ilegal, terakhir kali ini di desa Tulabulo, Kecamatan Sumwawa Timur, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, di area wilayah Kontrak Karya (KK) PT Gorontalo Mineralis. Longsor terjadi akibat hujan lebat yang turun selama beberapa hari dengan menelan korban 26 orang meninggal dunia, sementara 19 orang lainnya dinyatakan hilang (detiknews, 13/07/2024). Memang kawasan penambangan emas ilegal di Gorontalo, ada 9 titik bor, beroperasi sejak tahun 1990-an.
Berdasarkan data yang dilansir Kementerian ESDM 12 Juli 2022, terdapat setidaknya lebih dari 2700 lokasi Penambangan Tanpa Izin (PETI) yang tersebar di Indonesia. Usai insiden Gorontalo, Kementerian ESDM baru akan berantas titik-titik PETI itu. Di pihak Pemerintah daerah setempat, terkesan melempar bola persoalan ini dengan menyatakan yang berhak menentukan sikap soal tambang ilegal yakni dari pusat.
Ketua Umum Perhimpunan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan operasi tambang ilegal sudah pasti tidak mengikuti prinsip-prinsip good mining prastise (GMP) yang seharusnya menjadi standar dalam industri pertambangan, dimana desain tambang harus memperhatikan faktor keselamatan dan pengaruh beoteknik, hidrogeologi dan hidrologi sehingga aman dan tidak mengalami kelongsoran. Inilah kerusakan negara saat ini menerapkan sistem Kapitalisme Sekuler Demokrasi dengan tidak jelas penerapan hukum negaranya.
Warga bertahan di daerah pertambangan karena mereka harus mencari sumber kebutuhan hidup. Bahkan terdapat salah satu warga berpindah mata pencaharian dari petani yang tidak jelas sumber pendapatannya, ke penambang dengan pendapatan yang menggiurkan ini meskipun rawan bencana longsor.
Pemerintah Harus Peka dan Tegas
Pemerintah itu adalah imam/Khalifah yang dikatakan sebagai perisai. Sebagaimana dijelaskan dalam hadist :
"Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya". (HR.Bukhari dan Muslim)
Imam menjadi penjaga bagi umat Islam khususnya, dan rakyat umumnya, meniscayakan imam harus peka dan kuat. Kekuatan ini dibangun karena pondasi pribadi dan negaranya sama, yaitu aqidah Islam. Sehingga imam serius menjaga jaminan kebutuhan hidup dan nyawa rakyatnya. Inilah yang ada pada diri Nabi Saw. dan para Khalifah setelahnya.
Hasil pengelolaan tambang berlimpah merupakan hak rakyat, haram diberikan kepada siapapun atau pihak manapun, baik Kapitalis lokal maupun asing. Mekanisme pengelolaannya dilakukan sepenuhnya oleh negara. Diberikan kepada seluruh warga negara tanpa memandang SARA ataupun status ekonomi, muslim dan nonmuslim mendapatkan layanan hak yang sama, karena Perintah Allah SWT yang termaktub dalam hadist Rasulullaah SAW :
"Kaum muslimin berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput, dan api".
( HR.Ibnu Majah)
Penambangan tanpa izin termasuk perbuatan jarimah yang dikategorikan sebagai perbuatan merusak lingkungan [Q.S Al-A'raf (7) : 56 ]. Hukum yang dijatuhkan terhadap pelaku PETI dalam hukum pidana Islam adalah hukum ta'zir yang ditetapkan oleh Qadhi/Hakim atau Khalifah yaitu penjara atau denda sebagai tindakan represif bagi pelaku atau saksi jera. Kepekaan dan ketegasan imam ini hanyalah ada dalam sistem penerapan Islam secara kaffah.
Wallaahu'alam bishshawaab.
Tags
Opini