Oleh : Yanti H
(Pegiat Literasi, Ciparay - Kab. Bandung)
Marak dan rusaknya mabuk kecubung di Kalimantan Selatan. Mengakibatkan dua warga Banjarmasin tewas setelah
mengkonsumsi kecubung yang dioplos dengan
obat-obatan terlarang dan alkohol. Peristiwa ini viral di media sosial. Selain korban tewas,
peristiwa ini membuat puluhan orang harus
dirawat di rumah sakit jiwa (RSJ).
Kapolresta Banjarmasin Kombes Pol Cuncun
Kurniadi menghimbau agar masyarakat tidak
mengonsumsi kecubung. Pasalnya,
kecubung dapat membuat akal manusia tidak bisa membedakan antara nyata dan ilusi. Dengan kata lain, kecubung ini dapat
menyebabkan gangguan mental, baik sementara maupun permanen. Pada kondisi
terburuk bahkan dapat menyebabkan
kehilangan nyawa.
Permasalahan pemakaian kecubung sebagai bahan tambahan untuk mabuk bukanlah hal
yang baru, khususnya di Kalimantan. Meskipun kecubung memiliki sejarah penggunaan dalam konteks ritual atau pengobatan tradisional, penyalahgunaannya untuk tujuan mabuk-mabukan membawa dampak negatif yang
signifikan bagi individu dan masyarakat.
Selain dampak kesehatan, penyalahgunaan
kecubung juga menimbulkan masalah sosial,
termasuk perilaku yang sangat berisiko, kerusakan
hubungan dalam keluarga, dan beban pada layanan
kesehatan. Orang yang kecanduan juga akan
mengalami penurunan produktivitas, masalah dalam hubungan interpersonal, dan konflik hukum. Secara tidak langsung, pengguna akan
gagal beradaptasi dengan lingkungannya.
Menurut keterangan Kepala
Badan Narkotika Nasional (BNN) Kalimantan
Selatan, Brigjen Pol Wisnu Andayana, status
kecubung di dalam UU belum masuk ke dalam
golongan narkotika. Sejatinya kecubung,
katanya, termasuk dalam golongan zat
psikoaktif baru atau new psychoactive
substance (NPS). Hanya saja, bagian ini belum
diatur oleh UU, khususnya dari Kementerian
Kesehatan. Saat ini juga belum ada pasal pidana yang bisa menjerat
pengedar kecubung. Ini tentu sangat miris. Hal ini karena kecubung telah nyata tidak aman
untuk digunakan sembarangan. Generasi rusak mabuk kecubung menegaskan
bahwa perilaku generasi muda telah rusak. Ini tampak dari tujuan konsumsi kecubung yang berupa sensasi euforia dan halusinasi. Ini menunjukkan bahwa mabuk kecubung tidak
ubahnya mengonsumsi narkoba, yakni karena
pecandunya ingin sejenak melepaskan beban pikiran dalam kehidupan. Meski sejatinya yang
mereka peroleh itu hanya kebahagiaan semu dan sementara. Mereka generasi bermental lemah. Jika
memang ada beban hidup, semestinya langkah
tepat untuk mereka lakukan adalah
menghadapi dan menyelesaikannya. Bukan malah melarikan diri dari masalah tersebut dan melampiaskannya dengan mengonsumsi zat-zat yang menghilangkan akal yang dengan
kata lain adalah zat terlarang.
Generasi rusak dan bermental lemah ini pun jelas lemah iman dan terbelenggu dalam sistem sekuler. Parahnya lagi,
dengan mengkonsumsi kecubung nyatanya juga membuat mereka memiliki permasalahan
sosial di lingkungannya. Ini bisa menggiring
mereka pada posisi sebagai kalangan yang layak disebut sampah masyarakat. Jika tidak segera menghentikan aktivitas
mabuknya itu, mereka akan makin terpojok, diabaikan, dan merasa tidak berguna. Untuk itu,
selain mereka harus menyelesaikan aspek
problematik individual pada diri mereka, harus
ada lingkungan masyarakat yang kondusif
untuk membantu mereka keluar dari jerat mabuk kecubung, juga sistem hukum dan
sanksi yang tegas dari negara.
Lemahnya sistem saat ini, ditemukan sebagai muara dari problematik
mabuk kecubung. Lihatlah, walaupun mabuk kecubung sudah sangat mengkhawatirkan di
masyarakat bahkan sudah merenggut nyawa, nyatanya belum ada tindakan cepat tanggap
dari pemerintah kapitalis sekuler untuk menanggulangi dan mengantisipasi. Fenomena tersebut sudah jelas-jelas merusak generasi,
tetapi payung hukum yang ada belum memadai
sehingga menyebabkan problematik ini terus saja terjadi.
Semua ini tidak lain akibat penguasa beserta
sistem yang tegak saat ini memang tidak bervisi membentengi generasi dari kerusakan secara sistemis. Ini tampak nyata di antaranya
dari sistem pendidikan sekuler yang malah
difungsikan untuk mencetak generasi instan, pragmatis, serta jauh dari profil tangguh. Generasi berakhlak mulia pun sekadar wacana.
Ini jelas malapetaka.
Sistem pendidikan sekuler juga telah
meminggirkan aspek keimanan yang semestinya menjadi pedoman hidup dan standar kebahagiaan seorang individu dalam menjalani kehidupan. Pantas saja hasilnya
adalah segerombolan generasi rusak dan
lemah yang sampai-sampai tidak mampu untuk
mengenali jati diri, potensi, juga arti hidupnya.
Sistem pendidikan islam seharusnya mampu berperan membangkitkan
taraf pemikiran perihal penciptaan. Hal ini dalam rangka menghasilkan sosok-sosok yang
berkepribadian tangguh, bermental kuat, produktif, dan berlatar keimanan yang lurus.
Demikian pula dengan belum adanya status
hukum atas zat yang terkandung dalam kecubung kendati memiliki potensi membahayakan, bahkan sudah jelas
melemahkan akal penggunanya. Akibatnya,
konsekuensi pidana bagi pengguna juga belum bisa diputuskan, padahal sudah makan korban. Realitas ini jelas bukti ketidaktegasan sistem hukum dan sanksi di negeri ini.
Hanya Khilafah solusi nyata dan paripurna atas
persoalan mabuk kecubung. Khilafah tegak dengan latar belakang kesadaran kaum muslim akan urgensi penerapan syariat Islam kafah.
Inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.,
para sahabat beliau, juga para khalifah kaum muslim sepanjang sejarah emas peradaban
Islam. Penerapan syariat Islam kafah adalah
solusi tuntas bagi seluruh problematik
kehidupan manusia, baik pada level individu, masyarakat, maupun negara.
Wallahu a'lam
bish shawab.
Tags
Opini