Pemuda Mabuk Kecubung, Buah Liberalisasi Pelaku



Oleh : Ami Ammara



Mabuk kecubung menewaskan dua orang di Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel). Kedua korban diketahui mengoplos kecubung dengan alkohol dan obat-obatan.  Meskipun sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Sambang Lihum, nyawa keduanya tak tertolong. 

"Pasien laki-laki meninggal dunia pada Jumat tanggal 5 Juli 2024 dan yang wanita Selasa pagi tanggal 9 Juli 2024" Kata Direktur RSJ Lihum, Yuddy Riswandhy.
Kompas.com

Yuddy menjelaskan, fenomena mabuk kecubung di Banjarmasin merupakan masalah serius. Saat ini pihak RSJ Sambang Lihum sedang merawat 35 pasien yang diduga mengonsumsi kecubung.

Para pasien tersebut alami gangguan mental dengan kondisi yang bervariasi dari ringan hingga akut.

Namun demikian, rata-rata kondisi pasien masih belum bisa diajak berkomunikasi secara normal. 

Generasi Rusak

Fenomena mabuk kecubung menegaskan bahwa perilaku generasi muda telah rusak. Ini tampak dari tujuan konsumsi kecubung yang berupa sensasi euforia dan halusinasi. Ini juga menunjukkan bahwa mabuk kecubung tidak ubahnya mengonsumsi narkoba, yakni karena pecandunya ingin sejenak melepaskan beban pikiran akan kehidupan. Meski sejatinya yang mereka peroleh itu hanya kebahagiaan semu dan sementara.

Selain itu, kita juga bisa mengatakan bahwa mereka generasi bermental lemah. Jika memang ada beban hidup, semestinya langkah tepat untuk mereka lakukan adalah menghadapi dan menyelesaikannya. Bukan malah melarikan diri dari masalah tersebut dan melampiaskannya dengan mengonsumsi zat-zat yang menghilangkan akal yang dengan kata lain adalah zat terlarang.

Generasi rusak dan bermental lemah ini pun jelas lemah iman dan sekuler. Parahnya lagi, dengan mengonsumsi kecubung nyatanya juga membuat mereka memiliki permasalahan sosial di lingkungannya. Ini bisa menggiring mereka pada posisi sebagai kalangan yang layak disebut sampah masyarakat.

Jika tidak segera menghentikan aktivitas mabuknya itu, mereka akan makin terpojok, diabaikan, dan merasa tidak berguna. Untuk itu, selain mereka harus menyelesaikan aspek problematik individual pada diri mereka, harus ada lingkungan masyarakat yang kondusif untuk membantu mereka keluar dari jerat mabuk kecubung, juga sistem hukum dan sanksi yang tegas dari negara.

Lemahnya Sistem

Sayangnya, lagi-lagi lemahnya sistem kita temukan sebagai muara dari problematik mabuk kecubung ini. Lihatlah, walaupun mabuk kecubung sudah sangat mengkhawatirkan di masyarakat bahkan sudah merenggut nyawa, nyatanya belum ada tindakan cepat tanggap dari pemerintah kapitalis sekuler untuk menanggulangi dan mengantisipasi. Fenomena tersebut sudah jelas-jelas merusak generasi, tetapi payung hukum yang ada belum memadai sehingga menyebabkan problematik ini terus saja terjadi.

Semua ini tidak lain akibat penguasa beserta sistem yang tegak saat ini memang tidak bervisi membentengi generasi dari kerusakan secara sistemis. Ini tampak nyata di antaranya dari sistem pendidikan sekuler yang malah difungsikan untuk mencetak generasi instan, pragmatis, serta jauh dari profil tangguh. Generasi berakhlak mulia pun sekadar wacana. Ini jelas malapetaka.

Selain itu, sistem pendidikan sekuler juga telah meminggirkan aspek keimanan yang semestinya menjadi pedoman hidup dan standar kebahagiaan seorang individu dalam menjalani kehidupan. Pantas saja hasilnya adalah segerombolan generasi rusak dan lemah yang sampai-sampai tidak mampu untuk mengenali jati diri, potensi, juga arti hidupnya.

Asal tahu saja, andai benar mereka mampu menyelesaikan permasalahan pribadinya, pastilah mereka menggunakan keimanan sebagai instrumen utama menghadapi berbagai persoalan kehidupan. Inilah yang kita sebut sebagai faktor ketakwaan individu yang semestinya mereka kembalikan pada fitrah penciptaan dirinya sebagai manusia.

Pada titik ini pula sistem pendidikan seharusnya mampu berperan membangkitkan taraf pemikiran perihal penciptaan. Hal ini dalam rangka menghasilkan sosok-sosok yang berkepribadian tangguh, bermental kuat, produktif, dan berlatar keimanan yang lurus.

Di samping itu, marak dan berulangnya fenomena mabuk kecubung jelas seolah ada restu dari masyarakat. Kendati mungkin ada keresahan, tetapi rasa resah itu tidak mampu membuat masyarakat bergerak untuk berperan aktif menghentikan fenomena mabuk kecubung di kalangan kaum muda, terutama di daerah yang terdekat dengan tempat tinggalnya.

Bukankah kaum muda adalah generasi harapan bangsa? Lantas, mengapa masyarakat cenderung membiarkan fenomena rusak itu terjadi? Apakah karena aspek individualistis sudah begitu pekat mencemari relasi antaranggota masyarakat? Apakah aktivitas kontrol sosial sudah diposisikan sebagai lawan dari hak asasi manusia (HAM) sehingga mereka enggan bertindak untuk menciptakan lingkungan sosial yang kondusif?

Demikian pula dengan belum adanya status hukum atas zat yang terkandung dalam kecubung kendati memiliki potensi membahayakan, bahkan sudah jelas melemahkan akal penggunanya. Akibatnya, konsekuensi pidana bagi pengguna juga belum bisa diputuskan, padahal sudah makan korban. Realitas ini jelas bukti ketaktegasan sistem hukum dan sanksi di negeri ini.

Jika demikian adanya, sungguh semua ini membuktikan betapa tatanan sosial kehidupan masyarakat kita begitu compang-camping dengan kerusakan di berbagai sisinya. Munculnya permasalahan baru tidak lantas membuat penguasa sigap dan bergerak cepat menuju titik solusi. Untuk itu, sistem yang ada saat ini jelas tidak bisa diharapkan, baik detik ini maupun masa mendatang. Dengan ini, sungguh kita membutuhkan sistem baru yang mampu menyelesaikan seluruh problematik kehidupan manusia hingga ke akar-akarnya.

Solusi Paripurna

Hanya Khilafah solusi nyata dan paripurna atas persoalan mabuk kecubung. Khilafah tegak dengan latar belakang kesadaran kaum muslim akan urgensi penerapan syariat Islam kafah. Inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah saw., para sahabat beliau, juga para khalifah kaum muslim sepanjang sejarah emas peradaban Islam. Penerapan syariat Islam kafah adalah solusi tuntas bagi seluruh problematik kehidupan manusia, baik pada level individu, masyarakat, maupun negara.

Adanya generasi lemah menunjukkan kebutuhan akan adanya pembinaan akidah dan keimanan yang selanjutnya menumbuhkan keterikatan mereka terhadap syariat Allah Taala. Keyakinan seorang muslim terhadap keberadaan Allah serta kesadaran dirinya sebagai makhluk-Nya akan menguatkan hubungannya dengan Sang Khalik. Inilah yang akan membuahkan takwa dan rasa takut untuk melanggar aturan-Nya.

Efek kecubung yang memabukkan beserta risiko bahaya dan aspek mudarat bagi penggunanya tidak perlu diragukan lagi. Orang-orang yang menjadikan mabuk kecubung sebagai pelarian dan pelampiasan dari permasalahan kehidupan jelas merupakan generasi rapuh. Ini karena pada titik terlemahnya, mereka malah tidak mengambil solusi hakiki semata dari Allah Taala.

Dalam hal ini, bekal keimanan harus dimiliki oleh seorang individu muslim untuk selanjutnya ditumbuhsuburkan di dalam sistem pendidikan Islam yang tidak hanya menghasilkan generasi berkepribadian Islam, tetapi juga tangguh, bermental baja, serta menyadari dan mampu melaksanakan kewajiban untuk mengemban dakwah.

Dengan keimanan, pandangan mereka terhadap mabuk kecubung akan berubah dan mereka akan sampai ke tahap berpikir benar, yakni dari pelampiasan hawa nafsu menjadi keterikatan terhadap syariat sehingga mereka akan melepaskan diri dari ketergantungan pada mabuk kecubung.

Cara pandang seperti ini pula yang harus diduplikasi di tengah masyarakat agar mereka tidak apatis dan menyerah pada keadaan rusaknya generasi akibat mabuk kecubung. Dengan begitu, mereka akan mampu menjadi kontrol sosial dan aktif beramar makruf nahi mungkar agar mabuk kecubung tidak dengan begitu mudahnya menjadi fenomena di tengah-tengah lingkungan tempat tinggal mereka.

Peran final dan vital untuk mengatasi mabuk kecubung maupun kasus serupa adalah tegaknya negara yang menerapkan syariat Islam kafah, yakni Khilafah. Hanya Khilafah yang mampu menuntaskan permasalahan mabuk kecubung maupun yang serupa, dengan metode dan mekanisme menurut ideologi Islam. 

Untuk itu, di dalam Khilafah, khalifah akan menutup berbagai celah yang memungkinkan terjadinya produksi, promosi, konsumsi, dan distribusi kecubung di tengah-tengah masyarakat. Khilafah berperan aktif untuk terus mengedukasi masyarakat tentang keharaman dan mudarat kecubung.

Terkait dengan penggunaan bahan alami dan obat-obatan, Khilafah akan terus melakukan pengkajian dan penelitian mendalam untuk mendapatkan data-data terbaru seputar kandungan bahan aktif dari alam, kemudian secara periodik merilisnya ke tengah-tengah masyarakat sehingga mereka tidak sembarangan menggunakannya sebagai akibat kurangnya pengetahuan mereka. Dengan begitu, masyarakat dengan keimanan yang mereka miliki akan dituntun untuk menggunakan berbagai bahan alami dengan bijak sesuai tuntunan syariat. Wallahualam bissawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak