Oleh : Imanta Alifia Octavira
Terjadi dua kasus ibu mencabuli anaknya dan direkam karena iming-iming uang. Beberapa hal pun menjadi sorotan dari Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Awalnya, seorang ibu muda berinisial R (22) di Tangerang Selatan, Banten, dilaporkan melecehkan anak kandungnya sendiri yang berusia 4 tahun. Kejadian serupa kembali terjadi. Kali ini, polisi menangkap ibu inisial AK (26), yang tega mencabuli putra kandungnya yang masih berusia 10 tahun di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Kedua kasus ini bermotif ekonomi atas permintaan seorang pemilik akun Facebook berinisial IS. IS ini juga yang menyuruh pelaku melakukan pelecehan seksual dan merekamnya dalam bentuk video. Ia mengiming-imingi (pelaku) akan diberikan uang Rp 15 juta.
Dua kali pemilik akun Facebook itu melakukan kejahatan siber yang menjadikan anak sebagai korban. Tidak tertutup kemungkinan ada kasus lain yang belum terungkap yang dilakukan oleh IS.
Ibu dalam sistem sekuler telah kehilangan fitrahnya, itu karena sekulerisme telah memisahkan antara agam dengan kehidupan. Sekulerisme memandang bahwasannya agam bukan sebagai pengatur kehidupan public, melainkan haya ibadah ritual saja yang harus dibatasi dalam pergaulan dan interaksi di Masyarakat. Ide ini mengalir secara sistemik baik melalui sistem Pendidikan, media, keamanan, dan lain sebagainya. Ide seperti ini akan memporak-porandakan kepribadian seseorang bukan berdasarkan kepribadian islam. Standard kehidupannya bukan berdasarkan hukum syara’ yang memperhatikan halal dan haram, melainkan hanya materi belaka.
Pembentukan ketahanan keluarga yang jauh dari hukum syara’ dan dekat dengan kriminalitas juga banyak terjadi. Ditambah tidak ada penyraingan media social, dan banyak yang memicu syahwat. Saat ini, rata-rata usia anak-anak yang menjadi korban aksi pornografi secara online itu mulai dari 12-14 tahun. Namun, ada juga anak-anak yang masih duduk di jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) dan kelompok disabilitas yang juga menjadi korban tindakan asusila tersebut. Berdasarkan data National Center for Missing and Explioted Children (NCMEC) ada sebanyak 5.566.015 konten pornografi yang melibatkan anak-anak Indonesia. Jumlah tersebut, membuat Indonesia masuk ke peringkat keempat secara Internasional. Dan peringkat dua dalam regional ASEAN. Sosial media merupakan sarana tersebarnya arus liberalisme termasuk dalam unsur pornografi ini. Hal itu bahkan dijadikan ladang bisnis atau demi kepuasan pribadi semata. Apapun alasannya, seharusnya hal tersebut tidak terjadi, apalagi social media bukan hanya dikonsumsi oleh kalangan dewasa saja melainkan juga anak-anak. Hal ini dapat merusak generasi masa depan. Di era kapitalisme saat ini yang menjunjung tinggi asas manfaat serta kebebasan berperilaku, menjadikan generasi tidak memandang tujuan hidup dengan benar, tidak dapat membedakan antara halal dan haram, dan membuka ruang adanya pergaulan bebas.
Adanya hukuman dan sanksi yag diterapkan negara terhadap perilaku kekerasan seksual terhadap anak tidak menimbulkan efek jera sehingga begitu banyak pelaku-pelaku lainnya yang terus melakukan tindak tak bermoral tersebut. Adapun program KLA (kota layak anak) yang digemparkan pemerintah juga tidak menyentuh akar masalah yang merajalela dari aspek Pendidikan, hingga social media. Fenomena ini menggambarkan bahwa negara pada sistem kapitalisme saat ini bukan sebagai junnah (pelindung).
Berbeda halnya pada negara dengan sistem islam yang memiliki paradigma khas dalam penyelesaian kasus kekerasan dan kejahatan anak yaitu dengan intensif dan komprehensif. Menjadikan hukum syara’ sebagai pilar pelaksana aturan baik dalam negara, bermasyarakat, keluarga, hingga individu. Negara bertindak sebagai pelindung bagi Masyarakat terutama anak-anak. Mekanisme perindungan dilakukan secara sistemik. Pertama, penerapan sistem ekonomi islam, hal ini berkaitan dengan fungsi ibu sebagai Pendidikan dan penjaga anak kurang berjalan. Tekanan ekonomi memaksa ibu untuk bekerja, islam menerapkan lapangan pekerjaan untuk kepala keluarga agar dapat memenuhi kehidupan hidup keluarga baik dari segi kebutuhan primer, sekunder, ataupun tersier.
Lapangan pekerjaan disediakan negara secara luas dengan penghasilan berbeda-beda sesuai dengan kapasitasnya. Tidak ada rakyat miskin yang sulit memiliki rumah, karena jika ada, maka negara akan sigap memanajemennya, turun tangan dalam mengatasinya. Jika ada hunian yang tidak layak huni, maka negara turun tangan dalam merenovasinya tanpa menunda-nunda. Bahkan, negara juga bisa memberikan rumah secara gratis kepada rakyat, selama bertujuan untuk kemaslahatan ummat. Tak kalah pentingnya, tidak ada seorang ibu yang banting tulang dan stress sampai mengabaikan perannya dalam menjaga dan melindungi anak,
Kedua, penerapan sistem Pendidikan islam. Negara wajib menerapkan kurikulum Aqidah islam yang melahirkan individu yang bertakwa, dan juga menyiapkan seseorang untuk bisa menjalankan amanahnya dalam berumah tangga. Salah satunya merawat dan mendidik anak
Diungkapkan seorang penyair dalam bait syairnya:
Ibu adalah sebuah madrasah (tempat pendidikan) yang jika kamu menyiapkannya
Berarti kamu menyiapkan (lahirnya) sebuah masyarakat yang baik budi pekertinya (Dinukil oleh syaikh Shaleh al-Fauzan dalam kitab “Makaanatul mar-ati fil Islam” (hal. 5)).
Dijelaskan dalam kitab Nizham Al-Islam oleh Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani, bahwasannya hukum asal seorang perempuan adalah ibu dan pengatur rumah tangga. Perempuan merupakan kehormatan yang wajib dijaga. Seluruh kebutuhan pokok setiap individu masyarakat harus dijamin pemenuhannya secara sempurna. Juga harus dijamin kemungkinan setiap individu untuk dapat memenuhi kebutuhan sekunder semaksimal mungkin.
Ketiga, pengaturan media massa. Informasi dan content yang ada adalah yang dapat menigkatkan ketaqwaan dan tidak melanggar syariat islam. Negara yang berlandaskan aturan islam, akan mencegah masuknya segala komoditas yang berpotensi melemahkan Aqidah dan kaum muslimin, negara juga memiliki kapasitas dalam menerapkan hukum islam terhadap seluruh aspek kehidupan, terutama dalam penyelesaian problematika-problematika yang ada terutama kasus pergaulan bebas, baik pornografi, pornoaksi, maupun Tindakan asusila lainnya.
Keempat, penerapan sanksi yag tegas. Dalam prosesnya, negara akan menerapkan sanksi yang tegas terhadap pelaku agar menimbulkan efek jera dan kasus yang sama tidak akan terulang Kembali baik dari pelaku sebelumnya maupun pelaku baru.
Ketika islam tegak, makai slam akan menjadi Rahmat bagi selurh, alam. Masyarakat Sejahtera terutama anak-anak yang akan bertumbuh kembang secara optimal dan Sejahtera, aman, dan nyaman. Persoalan-persoalan ummat akan dientas secara fundamental dan menyeluruh hanya dengan penerapan aturan islam secara kaffah. Penerapan islam secara kaffah ini dibutuhkan mulai dari kesadaran diri sendiri untuk senantiasa mengkaji islam dan mendakwahkannya kepada lingkungan sekitar.Wallahu'alam bishshawwab.
Refrensi :
https://news.detik.com/berita/d-7382647/hal-ini-jadi-sorotan-usai-muncul-2-kasus-ibu-cabuli-anak-bermodus-sama.
Tags
Opini