Oleh : Yusni Ummu Rayyan
Salah satu peran negara yang paling utama dalam pandangan Islam adalah menjaga dan melindungi akidah/keyakinan umat Islam. Munculnya banyak aliran sesat di Indonesia jelas menunjukkan bahwa negara saat ini tidak hadir dalam menjaga dan melindungi akidah umat Islam, padahal aliran-aliran sesat itu telah memakan banyak korban dari kalangan umat Islam. Mereka banyak yang akhirnya tersesat/menyimpang dari akidah Islam yang lurus, bahkan murtad dari Islam.
Beberapa bulan terakhir ini di Media Sosial dihebohkan dengan seliweran video konyol dari seorang yang meskipun tidak membuat Aliran baru ataupun mengaku nabi baru tapi omongannya banyak yang kedudukannya bahkan bisa melebihi seorang nabi beneran. Bagaimana tidak melebihi seorang nabi ? Dia mengaku diperintah langsung oleh Allah, dia mengaku bisa memerintah malaikat Munkar nakir, malaikat penjaga neraka, bisa melakukan perjalanan lintas waktu seperti ketemu dengan berbagai ulama lintas generasi, Bisa bicara sama jin, binatang, malaikat, para nabi, para ulama, dll. Hebat kan? Karena tidak semua Nabi yang bisa bicara dengan binatang? Dengan mantra khasnya "Maqola Maqoli" dia seolah bebas merajalela menyesatkan umat Islam.
Hanya saja karena muslim Indonesia ini memang banyak yang awam total maka manusia "uniq" ini justru ada penggemarnya dan ada juga pengikutnya. Luar biasa bukan? Banyak umat Islam negeri ini yang tidak punya standar benar dan salah menurut Islam, ditambah lagi pemerintah seolah olah abai dalam perkara ini pemerintah tidak hadir dalam menjaga dan melindungi aqidah umat.
Negara Tidak Hadir Dalam Menjaga Aqidah Ummat
Mengapa negara terkesan tidak hadir untuk menjaga dan melindungi akidah umat Islam? Tidak lain karena negara saat ini menganut dan menerapkan akidah sekularisme. Sekularisme hakikatnya adalah akidah sesat. Pasalnya, sekularisme adalah akidah yang meyakini agama harus dipisahkan dari urusan negara.
Dalam negara sekuler, negara tidak boleh campur tangan dalam urusan keyakinan warga negaranya. Andai ada warga negara yang gonti-ganti agama/keyakinan, negara tidak peduli. Negara pun tidak akan peduli andai banyak muslim yang murtad dari Islam, termasuk menganut aliran sesat.
Sedangkan dahulu, Rasulullah saw.—sebagai kepala negara—sangat tegas terhadap aliran yang menyimpang. Sebagaimana diketahui, dalam sejarah Islam, pernah muncul seorang yang mengeklaim sebagai nabi (nabi palsu). Ia adalah Musailamah al-Kadzdzab (Musailamah sang Pendusta).
Nama aslinya Musailamah bin Habib dari Bani Hanifah. Berbagai cara dilakukan Musailamah untuk mengukuhkan posisinya. Salah satunya mengirimkan surat kepada Nabi Muhammad saw.. Dalam suratnya, Musailamah meyakinkan bahwa dirinya adalah seorang nabi dan rasul Allah juga, sama seperti Nabi Muhammad saw.
Nabi Muhammad saw. kemudian mengirimkan surat balasan untuk Musailamah. Sebagaimana dikutip dari Sirah Ibnu Ishaq, berikut surat balasan Nabi Muhammad saw., “Dari Muhammad Rasulullah kepada Musailamah sang Pendusta. Keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk (QS Thaha: 47). Sungguh bumi ini adalah milik Allah. Allah mewariskan bumi ini kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (Ibnu Hisyam, Sîrah Ibnu Hisyâm, 2/601).
Peristiwa itu diperkirakan terjadi pada akhir tahun ke-10 Hijriah. Namun demikian, balasan surat Nabi Muhammad saw. itu sedikit pun tidak mengubah keyakinan dan semangat Musailamah untuk menyebarkan ajarannya. Bahkan, ‘dakwah’ Musailamah makin aktif setelah Nabi Muhammad saw. wafat. Akibatnya, propaganda yang disebarluaskan Musailamah memengaruhi stabilitas pemerintahan Islam setelah Rasulullah saw., yakni pemerintahan Islam di bawah Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq ra.. Oleh karena itu, di bawah komando Khalifah Abu Bakar ra., pasukan kaum muslim kemudian menumpas Musailamah dan pengikutnya dalam Perang Yamamah (12 H). (Al-Mubarakfuri, Ar-Rahîq al-Makhtûm, hlm. 416).
Sekulerisme Pangkal Kesesatan
Sekulerisme adalah Aqidah yang memisahkan agama dan kehidupan yang dianut dan diterapkan di negeri ini sesungguhnya adalah pangkal kesesatan. Dari akidah ini lahir sistem demokrasi yang menjamin kebebasan (liberalisme), di antaranya kebebasan beragama. Ini sebenarnya tidak ada masalah sebab dalam Islam pun setiap orang bebas memeluk agama. Setiap orang tidak boleh dipaksa untuk memeluk agama Islam.
Allah Swt. berfirman,
لاَ إَكْرَاهَ فِي الدِّيْنِ
“Tidak ada paksaan dalam memasuki agama (Islam).” (QS Al-Baqarah [2]: 256).
Masalahnya, dalam demokrasi, kebebasan beragama tidak hanya dipahami sebagai kebebasan untuk memeluk agama tertentu. Faktanya, demokrasi juga menjamin kebebasan orang untuk gonta-ganti agama, termasuk murtad dari agama Islam. Ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri.
Rasulullah saw. bersabda,
مَنْ بَدَّلَ دِيْنَهُ فَاقْتُلُوْهُ
“Siapa saja yang mengganti agamanya (murtad dari Islam), maka bunuhlah.” (HR Al-Bukhari).
UMAT BUTUH KHILAFAH DALAM MENJAGA AQIDAH UMAT.
Umat Islam butuh seorang pemimpin yang mampu menjaga aqidah umat dan memerangi kesesatan seperti Abu Bakar Ra. Dalam memerangi kesesatan yang dilakukanya dalam memeberantas Nabi palsu Musailmah Al Khadzab.
Tentunya pemimpin seperti Abu Bakar ra tidak akan ada di negara yang menerapkan sekulerisme pemimpin seperti Abu Bakar hanya akan ada di dalam negara yang menerapkan Syariat Islam yaitu Daulah Khilafah Islamiyyah. Waallahu a'lam bissawab.