Negara Bertanggung Jawab pada Pertahanan Keamanan Warganya




Oleh: Fauziah Nabihah
(Aktivis Muslimah)



Setelah PDN down berhari-hari sejak 20 Juni 2024, akhirnya hacker pembobol Pusat Data Nasional (PDN) akan mengembalikan data yang dibobolnya pada Rabu (3/7/2024) secara gratis (harianjogja.co.id, 02/07/2024).

Mereka juga mengancam pemerintah, jika tidak segera memperbaiki keamanan sibernya, di masa mendatang tidak menutup kemungkinan hal serupa akan terulang kembali. 

Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin mengakui bahwa perbaikan industri siber memang perlu dilakukan. Salah satunya, melalui peningkatan pendanaan dan perekrutan sumber daya manusia yang mumpuni dalam bidang IT. Hal ini karena pelaksana hingga auditor yang mengurus permasalahan peretesan Pusat Data Nasional (PDN) oleh ransomware tidak punya latar belakang dalam bidang (wartaekonomi.co.id, 01/07/2024).

Imbas dari peretasan PDN ini berdampak pada 210  lembaga, yang di antaranya adalah data KIPK. Hal ini membuat para calon mahasiswa kelimpungan untuk daftar ulang. Ironisnya lagi, kasus kebobolan data seperti ini bukan pertama kali terjadi di Indonesia. Pada  2023, PDN juga pernah menjadi sorotan atas dugaan kebocoran 34 juta data paspor Indonesia yang diperjualbelikan di situs online. Tahun sebelumnya, juga sempat terjadi lebih dari 10 kasus besar kebocoran data, seperti yang menimpa BPJS Ketenagakerjaan, BSI, BRI, Dukcapil, KPU, My IndiHome, BI, Jasa Marga, dsb..

Maraknya kasus pencurian data ini sempat membuat Indonesia berada di urutan ketiga dengan kasus kebocoran data terbanyak di dunia. Cukup banyak media asing yang menyorot kasus kebocoran data di Indonesia.

Melalui kasus ini pula, publik menjadi mengetahui bahwa selama ini pemerintah tidak memiliki back up data kecuali sedikit. PDNS Surabaya milik Kemenkominfo yang menyimpan data 282 kelembagaan di pusat dan daerah ini, misalnya, ternyata hanya di-back up sekira 2% oleh PDNS Batam. Sedangkan alokasi keuangan APBN terhadap PDNS tidak kecil, yakni mencapai Rp700 miliar. 

Kominfo menjadi pihak yang paling bertanggung jawab, karena PDN yang dipergunakan didesain serta dikelola oleh Kominfo. Maka, tidak cukup apabila mereka hanya mengutarakan permohonan maaf atau memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan. Hal ini justru tidak menggambarkan sikap bertanggung jawab. 

Seperti ini lah kehidupan hari ini, saat sistem pemerintahan tegak di atas paradigma kapitalis sekuler. Negara atau penguasa dalam sistem ini dihilangkan fungsi hakikinya sebagai pengurus urusan rakyat. Serta memosisikan diri sebagai regulator para pemilik modal dan bukan pengatur. Sistem ini telah berhasil merusak cara pandang manusia dan menyetir perilaku mereka, termasuk para penguasanya, dengan cara pandang yang rusak tersebut.

Kondisi ini tentu berbeda dengan Islam. Dalam pandangan Islam, posisi kepemimpinan, apalagi pada level negara, menempati posisi yang sangat politis dan strategis. Pemimpin adalah pengurus sekaligus penjaga umat. 

Strategi pertahanan siber adalah satu komponen pertahanan yang wajib menjadi perhatian Negara Islam. Negara juga akan menerapkan sistem sanksi yang kuat dan memberi efek jera sehingga setiap celah pelanggaran akan ditutup rapat. 

Negara Islam selalu menjadi pemenang dalam persaingan global. Negara akan menyiapkan segala sumber daya untuk mewujudkannya, mulai dari SDM (cyber army), riset dan teknologi, infrastruktur, logistik, dan sebagainya. 

Semua ini sangat niscaya karena didukung oleh penerapan sistem Islam kafah, mulai dari sistem politik pemerintahan, sistem ekonomi, termasuk moneter dan keuangan (baitulmal), sistem pendidikan, sistem hukum, dan sebagainya.

Melalui penerapan syariat Islam kafah, Negara Islam akan mampu menyejahterakan rakyatnya, sekaligus membangun pertahanan dan keamanannya hingga tampil sebagai mercusuar dalam konstelasi politik internasional.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak