Oleh : Ummu Aqeela
Saat ini tahun 1446 Hijriyah, setelah kaum muslim melewati dua hari raya (Idulfitri dan Iduladha) dengan suka cita, lalu bertemu dengan bulan Muharram. Memulai sesuatu yang indah di tahun baru dalam kalender hijriah. Mulai dari nol, berharap lebih baik dari tahun sebelumnya dalam aspek individu bahkan sampai level negara.
Sebagaimana sabda Baginda Nabi saw., “Barang siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang beruntung, Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah tergolong orang yang merugi dan Barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah tergolong orang yang celaka.” (HR Al Hakim).
Selama ini kita selalu berharap, lebih baik dari hari ke hari dalam aspek individu saja. Ingin beruntung, tak ingin merugi atau bahkan celaka. Pernahkah kita berharap lebih baik dalam aspek yang lebih luas, negara misalnya. Keberuntungan itu bisa dirasakan dalam muara yang lebih luas, di semua segmen dan masalah kehidupan.
Maka, wajar jika sampai saat ini negara kita belum ada kemajuan ke arah yang lebih baik dan beruntung, karena harapan dan doa yang dipanjatkan masih dalam aspek individu saja. Oleh karena itu, mulai sekarang kita berdoa dan mempunyai harapan lebih baik dalam aspek negara.
Selama tahun lalu banyak masalah yang mendera rakyat, umat Islam khususnya. Isu deradikalisasi terus menggema. Digoreng agar terus ‘laku’ di tengah-tengah masyarakat. Padahal, masih banyak masalah lain yang jauh lebih urgent untuk segera diselesaikan. Saudara kita di Palestina yang hingga detik ini masih berjuang sendiri untuk kebebasannya, dengan diamnya seluruh pemimpin dunia.
Semua masalah yang terjadi dalam skala negara harus segera terselesaikan dan tersolusi. Perubahan tahun, mestinya membawa spirit perubahan kondisi ke arah yang lebih baik. Bagaimana kondisi yang lebih baik itu? Kondisi yang baik adalah kondisi ketika semua berjalan sesuai dengan relnya. Jika manusia yakin diciptakn oleh Allah, sejatinya yakin juga aturan yang dipakai adalah aturan Allah saja bukan yang lain.
Karena yang menciptakan lebih tahu apa yang terbaik bagi ciptaan-Nya. Apabila yang diciptakan mengambil aturan lain selain dari yang menciptakan, maka akan kacau dan rusak. Apa yang terjadi saat ini ialah gambaran bahwa manusia tidak menggunakan aturan dari yang menciptakannya. Kerusakan dan kekacauan di mana-mana. L967 dan zina dianggap hal biasa, padahal dosa dan membuat efek negatif di sekitarnya.
Sistem yang ada saat ini, membiasakan manusia tidak taat pada syariat. Bahkan terus menjauh dari syariat, karena umat digiring untuk membenci syariat. Buktinya, ketika terus menggema opini penerapan syariat, umat dipasang oleh Barat untuk mengadang. Umat terjebak pada opini yang keliru, padahal mereka muslim tapi pemikiran mereka rusak dan merusak. Ada sebagian umat yang sadar bahwa mereka telah dirusak, namun masih banyak yang belum sadar. Oleh karenanya, dakwah harus terus digaungkan ke seluruh jagad maya dan nyata. Karena Allah telah memerintahkan hamba-Nya untuk berdakwah, sebagaimana firman-Nya dalam surat Ali Imran ayat 104,
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”
Patut menjadi renungan, sudahkah dalam level negara mengikuti Al Qur’an dan sunnah? Sementara Allah memerintahkan hamba-Nya menyeru pada kebajikan agar berada di rel kebajikan. Jika menjauh dari kebajikan, maka kerusakan demi kerusakan akan terus menyertai negeri ini. Kecuali jika ada upaya untuk merubah kondisi rusak ini ke arah yang lebih baik sesuai dengan Al- Qur’an dan sunnah.
Hijrah dalam sejarah Islam identik dengan bulan Muharam. Kata hijrah artinya meninggalkan, menjauhkan dari dan berpindah tempat, berasal dari Bahasa Arab. Dalam konteks sejarah, hijrah adalah kegiatan perpindahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shalallohu alaihi wassalam bersama para sahabat beliau dari Mekah ke Madinah. Sejak saat itulah, awal mula penentuan tanggal 1 bulan Muharam dalam kalender hijriah.
Sedangkan dalam konteks saat ini, hijrah adalah berubah ke arah yang lebih baik dari level individu hingga negara. Merubah sistem yang rusak menjadi sahih (benar). Perubahan sistem sebuah kebutuhan dan keniscayaan, jika ingin memiliki kondisi yang jauh lebih baik. Kondisi itu tak lain dengan hanya menerapkan Islam secara kaffah dalam aspek negara. Sejarah telah menorehkan fakta-fakta, bahwa ketika Islam diterapkan dalam sebuah sistem akan membawa kesejahteraan dan keberkahan bagi seluruh alam. Maka, tidak ada tawar-menawar untuk segera menerapkannya sebagai konsekuensi keimanan kepada Allah Swt. Jika Islam secara Kaffah sudah menggema, bukan hanya kebebasan Palestina menjadi buahnya, namun juga seluruh umat manusia.
Allahualam bishawab.