Oleh: Minah, S.Pd.I
(Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)
Miris! Peredaran Minol terus menjadi sorotan. Padahal jelas keharamannya. Sebagai mana dilansir pada media kaltim.tribunnews.com.
Peredaran minol di Kota Samarinda terus menjadi sorotan. Hal ini lantaran masih banyaknya tempat yang menjual minol tanpa izin, seperti warung kelontongan bahkan mini supermarket. Kemudahan dalam membeli minol itu tentunya membuat resah masyarakat. Masyarakat khawatir hal itu akan berdampak pada generasi muda.
Pemkot Samarinda memutuskan mengeluarkan Peraturan Wali Kota (Perwali) sebagai langkah mengatasi kekosongan Peraturan Daerah (Perda) terkait peredaran minuman keras atau miras di Kota Samarinda. (Kaltim.tribunnew.com,28/6/2024).
Legal atau tidak, berizin atau tidak, Minol seharusnya dilarang oleh negara. Karena jelas minol itu diharamkan dalam Islam. Bukan sekadar diawasi dan meminta masyarakat untuk melaporkan jika terjadi pelanggaran. Di sisi lain memberi izin dan memfasilitasi karena pajak yang didapat dari kebolehan Minol.
Asas Kapitalisme sekuler dengan sistem ekonominya karena manfaat dan adanya permintaan menjadikan Minol boleh dan bebas dikonsumsi, tidak peduli haram dan aturan syariat. Miris!
Minol hukumnya jelas haram. Negara Islam tegas melarang dan memberikan hukuman kepada pelaku, produsen, pengedar, dstnya. Menyadarkan masyarakat akan pentingnya Islam dalam tuntutan kehidupan bernegara.
Penguasa demokrasi cenderung abai pada urusan moral yang dianggap urusan pribadi. Padahal minol sangat membahayakan anak-anak generasi. Keberadaan pabrik-pabrik minol masih ada dan perederannyapun terus bertambah dari tahun ke tahun. Padahal, Minol sudah jelas sekali keharamananya dalam syariat Islam.
Banyak sekali kerugian-kerugian akibat minol. Baik pada kerugian ekonomi, sosial, hingga ancaman kepada generasi bangsa, akan mengundang bahaya besar bagi masyarakat.
Faktanya jelas bahwa minol menjadi sumber kejahatan dan kerusakan seperti pembunuhan, pemerkosaan, kecelakaan dan kejahatan-kejahatan lain yang ternyata terjadi akibat minuman beralkohol.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah mengingatkan bahwa:
“khamr itu adalah induk keburukan. Siapa saja yang meminumnya, Allah tidak akan menerima shalatnya 40 hari. Jika ia mati dan khamr itu ada di dalam perutnya maka ia akan mati dengan kematian jahiliah.” (HR. ath-Thabrani, ad-Daraquthni, al-Qadhaiy). “Semua yang memabukkan adalah khamr dan semua khamr adalah haram.” (HR. Muslim).
Kapitalisme menjadikan semua hal yang dianggap menguntungkan sebagai komoditas bisnis. Lain dengan negara khilafah, akan bersandar pada aturan syariat.
Sejatinya Islam mengatur urusan moral sebagaimana urusan-urusan yang lain. Penerapan Islam kaffah menjamin terjaganya masyarakat dari kerusakan moral, termasuk tersebarluasnya minol yang membahayakan umat.
Dalam pandangan Syariah, aktivitas meminum khamr (minuman keras/ miras) merupakan kemaksiatan besar dan sanksi bagi pelaku adalah dijilid 40 kali dan bisa lebih dari itu.
Islam juga melarang total semua hal yang terkait dengan minol mulai dari pabrik minol, distribusi minol, toko yang menjual hingga konsumen (peminum minuman keras atau beralkohol).
Anas Ra. menuturkan: “Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah mencambuk orang yang minum khamr dengan pelepah kurma dan terompa sebanyak 40 kali.” (HR. Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, dan abu Dawud).
Dalam sistem Islam, pemerintah wajib menjalankan syariah baik dalam menetapkan yang halal maupun haram, produsen dan pengedar khamr harus dijatuhi sanksi yang lebih keras dari orang yang meminum khamr sebab bahayanya lebih besar bagi masyarakat.
Dengan cara itu akan tercipta kehidupan masyarakat yang damai, tentram dan sejahtera dalam naungan rida Allah Subhanahu Wa Ta'aala.
Namun, semua itu akan terwujud jika syariah diterapkan secara menyeluruh dalam sistem Khilafah Rasyidah sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam dilanjutkan oleh para sahabat dan generasi kaum Muslim terdahulu. Begitupun umat Islam harus terus menerus berjuang untuk mewujudkan kehidupan Islam dalam bingkai Khilafah. Wallahu A'lam
Tags
Opini