Oleh: Sulistyawati, IRT
Kembali pejabat negeri ini mengeluarkan pernyataan, bahwa kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia menurun, sebagaimana yang dilansir oleh sumber Humas Kemenkeu. "Penduduk miskin pada Maret 2024 turun 0,63 juta orang dari Maret 2023 sehingga jumlah penduduk miskin menjadi 25,22 juta orang.Angka kemiskinan ini merupakan yang terendah dalam satu dekade terakhir," ujar Kepala Badan Fiskal (BKF) Febrio Kancaribu, dikutib dari laman resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jum'at, 5/7/2024. (menpan.go.id)
Dikutip pula dari KBRN, Jakarta. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Abraham Wirotomo, menyoroti angka kemiskinan di Indonesia, berkat kebijakan yang dikeluarkan Presiden Jokowi. "Pengurangan beban seperti pemberian bantuan sosial, membangun sanitasi dan membantu rusun di berbagai daerah dalam upaya mengurangi kantong kantong kemiskinan," ujarnya. Hal itu berdampak pada investor yang menanamkan modalnya di Indonesia meningkat tingkat kepercayaannya. Ditambahkan pula "Investor convidence, investor masuk, pertumbuhan ekonomi masuk dan lapangan kerja terbuka". Inilah faktor faktor yang secara keseluruhan membuat capaian ini mendapatkan apresiasi dari semua pihak," ucapnya. Menurutnya capaian in ini mendapatkan apresiasi dari Bank Dunia (ADB) dan lainnya. Di mata mereka capaian di Indonesia sangat baik di tengah situasi global yang tidak menentu.
Benarkah demikian?? Padahal PHK terjadi di mana mana, harga barang barang mahal dan teris meroket, pajak di setiap desah nafas dan tetesan keringat rakyatnya, daya beli menurun dll masih mengklaim sejumlah pepesan kosong yang tidak ada wujudnya.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa sejatinya negara tidak sungguh sungguh mengeliminasi kemiskinan yang melanda rakyatnya dengan kebijakan nyata, tapi hanya sekedar bermain angka angka. Sudah miskin rakyat masih dibonsai dengan aneka pajak begitu rupa, hingga kerdil dan mungil tidak mampu tumbuh berkembang subur daya beli dan perekonomiannya.
Sistem Ekonomi Kapitalis memang meniscayakan adanya kemiskinan ditengah tengah rakyat, apalagi negara hanya berfungsi sebagai regulator, menjadikan rakyat diabaikan dan para pengusaha dianak emaskan. Penguasa tak berperan sebagai gembala yang wajib merawat, melayani, mengayomi rakyat yang menjadi tanggungjawabnya. Tapi tak lebih dari para pedagang yang menjaga dan mengamankan kepentingannya sendiri dan para kapitalis yang membiayai pemenanganya pada konstelasi saat pemilu. Jadi saat ini para penguasa sibuk membalas jasa para kapitalis dengan segenap waktu, perhatian, pikiran dan harta milik rakyatnya dari SDA untuk balik modal kepada para kapitalis tersebut, sehingga urusan dan kepentingan rakyat menjadi terabaikan. Kalaupun ada kebijakan juga tak lebih dari tambal sulam dan tidak serius menangani kemiskinan dan penderitaan rakyat, yang penting kepentingan diri, dan kelompoknya aman.
Sesungguhnya Islam menetapkan negara sebagai ra'in (pelayan) yang menjamin kesejahteraan dan keamanan rakyatnya, individu per individu. Juga penguasa tidak ada beban tanggungjawab untuk balik modal dan melayani kepentingan kaum pemodal, karena penguasa sebagai kepala negara tidak dibiayai oleh para pemodal. Mereka hanya mendapatkan santunan dari baitul maal (kas negara) yang itu berasal dari harta milik Allah SWT. Jadi, murni tugasnya hanya menegakkan Syari'at Islam di dalam negri secara kaffah, menyejahterakan dan memberikan perlindungan/ pengayoman secara paripurna kepada rakyatnya, dan menyebarkan Islam ke penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Tidak ada urusan beban balas jasa dan balik modal kepada para kapitalis.
Inilah rahasia, mengapa Khilafah Islam mampu menyejahterakan dan mengayomi segenap rakyatnya, sehat jiwa raga. Karena ditopang oleh sistem yang menaunginya, dan juga menjadi dasar pijakannya, yaitu Sistem Politik dan Ekonomi Islam, yang bersumber dari wahyu Dzat Pemilik dan Pencipta sekaligus Pengatur kerajaan langit dan bumi, Yang Maha Baik. Yaitu Allah SWT. Untuk itu sudah waktunya kita kembali pada Syaria'at-Nya secara kaffah, agar kita meraih keberkahan dan kemuliaan hidup di dunia dan Akhirat.
Wallahu a'lam bishowab
Tags
Opini