Oleh: Haura (Pegiat Literasi)
Sudah menjadi lumrah sebagian masyarakat merayakan ultah (ulang tahun), terlebih pada usia remaja. Tren ultah dengan kejutan kian menjamur dan makin banyak diminati bahkan tidak hanya pada kalangan remaja ada kala di usia senja pun kejutan ultah menjadi budaya.
Kejutan ultah biasanya diinisiasi oleh keluarga atau sahabat terdekat orang yang berulang tahun. Tujuannya untuk membahagiakan seorang yang disayanginya di hari special. Namun tidak jarang kejutan ultah ini dilakukan dengan cara membahayakan bagi yang berulang tahun. Seperti mengguyur yang berulang tahun dengan air, melempari badannya dengan telur, tepung atau ngeprank dengan pura-pura memaki dan memarahi tanpa alasan yang jelas.
Hal serupa terjadi pada Ketua OSIS SMAN I Cawas, Klaten, berinisial FN (18), berakhir tragis. Korban yang diceburkan oleh teman-temannya ke kolam sekolah, justru tewas tersengat listrik. Sebelum diceburkan ke kolam sebagai kejutan ultah, korban terlebih dahulu dilumuri dengan tepung.
Kejutan ultah dengan melumuri tepung dan menceburkan ke kolam dianggap sebagai bentuk eksistensi diri dan ekspresi untuk membahagiakan teman dekat yang sedang berulang tahun padahal belum tentu orang tersebut bahagia dan senang dengan perlakuan ekstrim tersebut karena selain merugikan, juga membahayakan dirinya.
Dalam mencari eksistensi dan untuk mengekspresikan diri, perilaku remaja seringkali spontan, emosi masih sering mendorong remaja dalam mengambil keputusan, mereka bertindak berdasarkan dorongan hati tanpa disertai pemikiran mendalam dan menyeluruh sehingga tidak terpikir dampak serta resiko dari perbuatannya tersebut yang penting bagi mereka sekedar bersenang-senang bisa tertawa bersama dan merasa puas.
Fakta tersebut terjadi karena ketidakpahaman terhadap kaidah berpikir dan beramal serta pertanggungjawaban atas setiap perbuatan. Arus liberalisasi yang makin deras, turut andil dalam membentuk karakter remaja menjadi bebas dan leluasa melakukan tindakan apapun.
Liberalisasi mengajarkan kebebasan, yang akhirnya mengakibatkan paradigma berpikir remaja lemah, tidak penuh pertimbangan karena tidak memahami arah pandang hakikat kehidupan. Begitu juga pendidikan yang bertugas membina remaja pun kurang berhasil mengarahkan remaja memiliki kualitas pemikiran cemerlang dan perilaku beradab karena pendidikan saat ini didominasi oleh pijakan liberalisme kapitalis.
Liberalisasi telah menginternalisasi pada jiwa-jiwa remaja. Dianggap wajar ketika seorang remaja mampu mengekspresikan diri sekehendaknya meskipun harus melanggar kesopanan, etika, moral, norma sosial maupun aturan agama. Liberalisasi telah mengubur jiwa-jiwa dalam menyalurkan kasih sayang yang sebenarnya akibat kebebasan yang terus di opinikan melalui berbagai media tanpa ada saringan ketat dari pemangku kebijakan.
Sebagai umat beriman, momen ultah seharusnya menjadi momen perenungan dan introspeksi diri sebab ulang tahun bukan saja umurnya bertambah namun pada hakikatnya usianya makin berkurang. Apakah selama Allah beri kesempatan hidup, sudah melakukan perbuatan yang Allah sukai dan ridhai? Apakah selama hidup dan bergaul dengan orang lain ada orang yang terdzalimi, terlukai ataupun tersakiti? Dari mana kita berasal, untuk apa kita hidup dan akan ke mana kita kembali. Seharusnya pertanyaan-pertanyaan itu senantiasa teringat dalam benak pikiran sehingga mampu mengendalikan agar tidak melakukan perbuatan tidak terpuji.
Dalam Islam tidak ada tuntunan untuk memperingati ulang tahun atau pun memperlakukan seseorang pada hari ulang tahun sebagai tanda sayang dan untuk membahagiakan. Yang diajarkan Islam adalah manusia dituntut untuk menebar kasih sayang di mana pun dan kapan pun. Menebar kasih sayang tidak musti terbatas pada waktu tertentu saja.
Mengekspresikan kasih sayang dalam Islam bukan dilakukan dengan perilaku yang justru malah mencederai makna kasih sayang tersebut. Bentuk menyayangi orang lain dapat dilakukan dengan saling menasehati, meluruskan ketika salah, mengapresiasi ketika benar, memberi motivasi ketika lemah, membantu ketika membutuhkan dan sebagainya.
Islam adalah rahmat bagi segenap alam. Negara dalam Islam memiliki aturan yang mendorong masyarakat untuk menebar kasih sayang, melakukan perbuatan terpuji serta menjauhi perbuatan tercela sesuai dengan standar hukum syara.
Islam memiliki sistem pendidikan berbasis aqidah. Anak didik dibina dengan penguatan aqidah dan kaidah berpikir serta beramal yang benar. Pendidikan Islam yang berkualitas mampu mencetak generasi yang menghasilkan aktifitas produktif yang lahir dari berpikir mendalam. Allaahu A'lam bishshawab
Tags
Opini