Oleh Nurul Layli (Aktivis Mahasiswa)
Miris, ruang aman bagi generasi muda semakin hari semakin menipis. Bagaimana tidak, dalam beberapa pekan terakhir saja sudah ada beberapa kasus yang korbannya adalah anak-anak di bawah umur. Salah satunya adalah kasus pencabulan siswi sekolah dasar (SD) berusia 13 tahun di Baubau, Buton, Sulawesi Tenggara yang dilakukan oleh 26 orang dimana rata-rata mereka berstatus pelajar. Kapolres Baubau, AKBP Bungin Masokan Misalayuk menyatakan bahwa kasus ini bisa terjadi karena korban maupun pelaku sama-sama tidak dalam pengawasan dari orang tua (cnnindonesia.com).
Selain itu, terdapat juga dugaan kasus penganiayaan oleh oknum polisi yang mengakibatkan salah satu orang tewas yang berinisial AM (13) di Kuranji, Sumatera Barat. Dugaan penganiayaan tersebut dilakukan terhadap lima orang anak dan dua orang dewasa berumur 18 tahun. Penganiayaan itu diduga berupa sundutan rokok, ditendang dicambuk, hingga pemaksaan seksual. Sehubungan dengan kasus tersebut, LBH Padang mendesak Polresta Padang dan Polda Sumbar untuk memproses hukum oknum anggotanya yang diduga melakukan penganiayaan kabar24.bisnis.com).
Sungguh biadab tindakan yang telah dilakukan oleh oknum-oknum pelaku tersebut dimana mereka tega melakukan tindakan amoral terhadap anak di bawah umur. Bahkan, kasus ini pun bukanlah yang pertama kali terjadi dan satu-satunya. Sudah begitu marak kasus serupa terjadi di masyarakat hari ini. Anak-anak menjadi korban kekerasan baik di lingkungan masyarakat, sekolah, bahkan keluarga. Pelakunya pun beragam, bisa dari orang dewasa termasuk orang tua dan guru, teman sebaya, bahkan aparat. Lantas, mengapa hal semacam ini bisa terjadi bahkan angka kasusnya semakin tinggi?
Pertama, fenomena ini sebenarnya menunjukkan sekilas potret sistem pendidikan hari ini yang gagal melahirkan individu berakhlak mulia. Hal ini karena sistem pendidikan yang diterapkan saat ini berlandaskan asas sekularisme yaitu suatu pemahaman yang memisahkan agama dengan kehidupan. Agama hanya difungsikan untuk mengatur ranah spiritual dan individual semata. Sementara terkait aturan kehidupan manusia dibebaskan untuk mengaturnya.
Dalam sistem pendidikan saat ini, sangat minim pengajaran terkait agama dan moral dibandingkan dengan pelajaran umum. Hal ini bisa berdampak pada gagalnya pembentukan kepribadian Islam terhadap para pelajar. Belum lagi orientasi pendidikan hari ini yang ditujukan hanya untuk mendapatkan nilai materi semata, semisal nilai yang tinggi, gelar yang bergengsi, dan pekerjaan dengan gaji maksi. Alhasil lahirlah generasi yang minus nilai moralnya serta kurang berperan bagi masyarakat di sekitarnya. Maka wajar jika generasi hasil sistem pendidikan sekuler-kapitalis hari ini banyak yang terlibat kasus-kasus amoral, misalnya pergaulan bebas, narkoba, bullying, dan lainnya.
Kedua, fenomena ini sebenarnya juga menunjukkan bahwa hukum yang selama ini diterapkan ternyata tidak efektif untuk menghentikan tindak kejahatan. Bahkan, adanya lembaga perlindungan yang secara khusus menangani kasus-kasus terkait anak, masih belum cukup mengatasi persoalan ini. Hal ini memberikan pengertian bahwa hukum yang diberikan pada pelaku kejahatan belum mampu memberikan efek jera sehingga masih berani untuk mengulangi perbuatannya.
Ketiga, adanya pengaruh sosial media yang sangat liberal dan mudah diakses oleh seluruh kalangan. Hal ini bisa menjadi salah satu pemicu terutama bagi anak-anak untuk mencoba hal-hal yang kurang baik. Sebab sebuah tontonan itu bisa menjadi tuntunan bagi anak-anak jika tanpa pengawasan dari orang tua dan regulasi sistem informatika dari negara. Untuk itu, diperlukan sinergitas dari seluruh komponen masyarakat dan negara untuk bisa menuntaskan persoalan ini.
Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhai di sisi Allah, telah mengatur seluruh urusan umat manusia secara lengkap dan sempurna. Menjelaskan berbagai aturan kehidupan, menjawab segala pertanyaan serta menuntaskan semua permasalahan manusia. Islam juga memiliki berbagai mekanisme untuk menyelesaikan persoalan terkait dengan jaminan perlindungan anak yakni dengan melibatkan tiga pilar penegakan syariat.
Pertama, adanya keimanan dan ketakwaan individu. Kedua hal ini akan dibentuk melalui sistem pendidikan Islam. Visi dari pendidikan Islam sendiri adalah untuk (1) membentuk kepribadian Islam (Syakhshiyyah Islamiyyah) pada diri peserta didik; (2) memperkaya mereka dengan tsaqafah Islam; serta (3) mencetak generasi yang ahli IPTEK. Dengan visi pendidikan tersebut, maka sistem pendidikan Islam berhasil mencetak generasi yang tidak hanya ahli ilmu dunia tapi juga ahli ilmu agama. Sebut saja Al-Khawarizmi, Ibnu Sina, Maryam Al-Asturlabi dan ilmuwan lainnya, merupakan contoh generasi yang lahir dari pendidikan Islam.
Kedua, adanya kontrol dari masyarakat. Dengan diterapkannya sistem pendidikan Islam, maka akan berpengaruh juga pada terbentuknya masyarakat Islam dimana pemikiran, perasaan dan peraturan di dalamnya berlandaskan pada Islam. Masyarakat Islam inilah yang nantinya akan menjalankan fungsi amar ma’ruf nahi munkar sehingga akan menjaga penerapan syariat di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat.
Ketiga, penerapan aturan Islam secara kaffah oleh negara. Seluruh syariat Islam akan bisa diterapkan secara sempurna ketika ada negara yang menaunginya. Pelaksanaan sistem pendidikan hanya bisa diterapkan dengan tegaknya Daulah Islamiyah, termasuk sistem ekonomi yang akan mendukung operasional sistem pendidikannya.
Selain itu, Khilafah Islamiyah juga memiliki mekanisme sistem sanksi yang ampuh untuk mengatasi tindak kejahatan. Hal ini karena sistem sanksi dalam Daulah Islam memiliki dua fungsi yaitu (1) zawajir atau memberikan efek jera dan (2) jawabir atau penebus dosa. Dengan diberlakukannya sistem sanksi Islam ini, maka akan mampu untuk meminimalisir tindak kejahatan yang ada.
Tak hanya itu, Khilafah Islamiyah juga akan mengatur terkait sistem informasi serta konten-konten yang akan ditayangkan di media sosial. Konten yang ditayangkan adalah konten yang Islami dan edukatif, bukan konten yang justru akan merusak moral generasi. Segala situs yang tidak islami dan terindikasi melanggar syariat tentu akan ditindak tegas bahkan diblokir karena berpotensi buruk pada warga daulah.
Dengan sinergitas dari berbagai komponen dan penerapan seluruh aturan Islam dalam semua bidang kehidupan, perlindungan dan ruang aman terhadap anak akan dapat diwujudkan. Dengan demikian, sebagai seorang muslim sudah seharusnya memperjuangkan kembali tegaknya Khilafah Islamiyah. Menerapkan aturan Islam secara sempurna dalam kehidupan demi meraih keberkahan di dunia maupun di akhirat. WaLlahu a’lam bishawab.
Tags
Opini