Oleh: Zahrul Hayati
Sungguh memperihatinkan, sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia menempati urutan kelas wahid sebagai negara dengan warga pelaku, pemain judi online (judol) terbanyak di dunia.
Menurut Pimpinan Satgas Pemberantasan Hadi Tjahjanto, provinsi teratas adalah Jawa Barat dengan pelaku sebanyak (535.644 dan nilai transaksi mencapai Rp 3,8 triliun) Provinsi kedua adalah DK Jakarta dengan dengan (238.568 pelaku dan transaksi Rp 2,3 triliun) Diikuti Jawa Tengah (201.963 pelaku dan transaksi Rp 1,3 triliun), Jawa Timur (135.227 pelaku dan transaksi Rp 1,051 triliun), dan Banten (150.302 pelaku dan transaksi Rp 1,022 triliun).(CNN Indonesia, 25-06-2024).
Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan fakta yang mencengangkan terkait anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang bermain judol (judi online). Tak tanggung-tanggung PPATK mengungkapkan lebih dari 1000 orang anggota DPR dan DPRD hingga Setjen yang main judol. "Terkait apakah profesi ini apakah kita bicara profesi, seperti pak Habiburokhman tadi apakah ada legislatif pusat dan daerah? Ya kita menemukan itu lebih dari 1000 orang," kata kepala PPATK Ivan Yustiavandana di komplek DPR RI, pada Rabu (26/6/2024).
Miris lebih dari 1000 orang wakil rakyat baik di lembaga Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terlibat judi online.
Sungguh memalukan fakta wakil rakyat justru terlibat judi online (judol). Padahal sebagian masyarakat berharap wakil rakyat bisa menghentikan judi online, namun nyatanya mereka sendiri juga pelaku.
Pelaku judol semakin eksis, menyebar di seluruh pelosok negeri. Menjerat masyarakat dari berbagai lapisan, mulai masyarakat bawah, ASN, pegawai BUMN, wartawan, aparat, mahasiswa, hingga pejabat di lingkaran kekuasaan, baik laki-laki maupun perempuan, dewasa, hingga anak-anak.
Gaya hidup serta budaya luar yang konsumtif, hedonisme juga tengah masif merasuki anak-anak negeri ini.
Dengan kehidupan yang kapitalistik, tingginya angka kemiskinan membuat orang melirik judol.
Padahal sudah nyata judi online hanyalah menguras harta rakyat.
Penyebab banyak orang terjerat judi online dan kecanduan judi online, adalah karena kerusakan cara berpikir akut, berharap bisa meningkatkan penghasilan tanpa perlu modal besar. Padahal kerusakan akibat mencandu permainan haram itu sudah nyata, depresi, stress dan bahkan bunuh diri akibat kalah berjudi dan pinjol, pencurian, penipuan, dan perampokan meningkat demi bisa bermain judi online, kekerasan dalam rumah tangga, hingga berakhir dengan perceraian.
Masihkah kita akan mempertahankan, dengan sistem kehidupan Sekularisme Kapitalisme hari ini rusak dan merusak serta menyengsarakan?
Sungguh memperihatinkan, sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia menempati urutan kelas wahid sebagai negara dengan warga pemain judi online (judol) terbanyak di dunia.
-
Kapitalisme Biang Masalahnya, Judol Dilegalkan.
-
Sungguh memperihatinkan dalam sistem kehidupan Sekulerisme Kapitalisme, perjudian legal karena mendatangkan keuntungan. Menguntungkan secara materi bagi bandar dan pemain yang menang, serta mendatangkan pajak untuk negara. Padahal judi hanyalah menguras harta rakyat dan hanya memberi keuntungan bagi kaum kapitalis pemilik bisnis perjudian tersebut.
Persoalan judol bersifat sistemis terkait dengan bisnis ala kapitalisme yang menghalalkan segala cara. Bahkan, judol menjadi bisnis yang terorganisasi secara internasional. Kadivhubinter Polri Irjen Krishna Murti mengungkapkan bisnis judol di Indonesia sangat terorganisasi dan di operasikan dari wilayah Mekong Raya, yaitu Vietnam, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Thailand.
Kabareskrim polri Komjen Wahyu Widada menuturkan alasan pelaku atau pemain judol tidak ditahan adalah lantaran jika hal tersebut dilakukan, penjara akan penuh.
"Kalau 2,3 juta yang masing-masing kita tangkap, terus dia sudah judi enggak pernah menang, kita tangkap, kita masukkan ke penjara, penjaranya penuh dan enggak akan menghentikan ini (judol)," kata
Wahyu dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim, Jum'at (21-6-2024).
Kalau memang negara ini sudah ditunggangi, bahkan dikendalikan oleh para mafia atau para penjudi, tinggal tunggu kehancurannya saja.
-
Judol Haram, Negara Wajib Memberantasnya.
-
Allah SWT berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung (QS Al-Maidah: 90)
Islam telah mengharamkan judi secara mutlak.
Larangan berjudi dalam Islam bukanlah sekedar hanya himbauan moral belaka.
Pemberantasan judi online secara khusus dan umum yang merebak saat ini, tidak akan pernah tuntas kecuali dalam sistem hukum Islam yang dijalankan dengan baik oleh seorang Imam (Khalifah) yang memimpin negara Khilafah.
Allah SWT pun telah mewajibkan kaum Muslim untuk menegakkan sanksi pidana (uqubat) terhadap para pelakunya. Mereka adalah bandarnya, pemainnya, pembuat programnya, penyedia servernya mereka yang mempromosikannya dan siapa saja yang terlibat didalamnya. Sanksi bagi mereka berupa ta'zir, yakni jenis sanksi yang diserahkan keputusannya kepada Khalifah atau kepada Qadhi (hakim).
Kadar sanksi yang dijatuhkan disesuaikan dengan tingkat kejahatannya. Atas tindak kejahatan atau dosa besar maka sanksinya harus lebih berat agar tujuan preventif (zawajir) dari sanksi ini tercapai. Khalifah atau Qadhi memiliki otoritas menetapkan kadar ta'zir ini. Karena itu pelaku kejahatan perjudian yang menciptakan kerusakan begitu dahsyat yang berat seperti dicambuk, dipenjara bahkan di hukum mati.
Hukum yang tegas ini adalah bukti bahwa Islam berpihak pada rakyat dan memberikan perlindungan kepada mereka. Dengan adanya pengharaman atas perjudian maka harta dan kehidupan sosial akan terjaga dalam keharmonisan. Umat juga akan didorong untuk mencari nafkah yang halal, tidak bermalas-malasan apalagi mengundi nasib lewat perjudian. Negara juga harus hadir menjamin kehidupan rakyat seperti pendidikan yang layak hingga tingkat pendidikan tinggi, lapangan kerja yang luas serta jaminan kesehatan yang memadai secara gratis. Dengan perlindungan hidup yang paripurna dalam Syari'ah Islam maka kecil peluang rakyat terjerumus ke dalam perjudian. Semua ini hanya bisa terwujud dalam kehidupan yang ditata dengan Syari'ah Islam didalam naungan Khilafah, bukan dalam sistem kehidupan yang kapitalistik seperti hari ini. Dalam sistem kehidupan yang kapitalistik, negara minim hadir dalam kehidupan rakyat, sementara berbagai bisnis kotor seperti perjudian terus eksis merebak sepertinya tidak bisa diberantas.
Wallahu a'lam bish shawaab.
Tags
Opini