Oleh : Ummu Aqeela
Seorang pria bernama DS (42), yang tinggal di Dusun Jagil, Desa Gambiran, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, ditemukan tewas tergantung di jembatan yang terletak di Desa Sumbergedang, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan. Penemuan mayat korban yang tergantung mengegerkan warga.
Peristiwa tragis ini diketahui pada Kamis (11/7/2024) sekitar pukul 10.30 WIB. Kasno (42), seorang warga yang sedang mencari rumput di sekitar lokasi kejadian, melihat korban sudah dalam keadaan tergantung di jembatan. Kasno segera melaporkan penemuan tersebut kepada Kepala Dusun, yang kemudian menghubungi Polsek Pandaan.
Jenazah korban segera dievakuasi ke Rumah Sakit Bhayangkara Pusdik Brimob Watukosek untuk keperluan visum. Pihak keluarga korban menolak dilakukan otopsi. Motif korban gantung diri diduga masalah himpitan ekonomi. Apalagi istri korban sedang sakit dan harus menjalani operasi.
"Menurut keterangan dari keluarga, istri korban sedang menderita kanker rahim dan akan menjalani operasi pada 17 Juli mendatang. Korban juga memiliki banyak hutang," tutup Iptu Budi Luhur.
(Akurat.co, 11 Juli 2024)
Inilah cerminan masyarakat sakit dalam naungan sistem sekularisme-kapitalisme. Sekularisme yang berasaskan pemisahan agama dari kehidupan nyata makin mengikis iman dalam dada seseorang. Terkikisnya iman dalam diri seseorang inilah yang kerap kali membuat diri putus asa, bahkan depresi, karena menghadapi problematika hidup yang makin pelik. Sehingga jalan pintas bunuh diri pun kerap kali dipilih.
Di sisi lain, kapitalisme yang lahir dari rahim sekularisme nyata melahirkan masyarakat individualis nan problematik. Masyarakat yang tergerus rasa peduli dan empatinya sehingga menghilangkan kepekaan terhadap persoalan yang menimpa orang-orang di sekitarnya. Masyarakat cuek yang membuat dirinya tak ambil pusing dengan masalah orang-orang di sekitarnya.
Paradigma kapitalisme yang berorientasi untung dan rugi juga membuat negara abai dengan persoalan individu rakyatnya. Ya, dalam naungan kapitalisme, negara bukanlah pengurus urusan rakyat, melainkan regulator bagi kepentingan para pemilik modal. Tidak heran, bila negara terus saja melahirkan kebijakan yang berpihak kepada kapitalis, sedangkan rakyat adalah objek yang terus diperas darah dan keringatnya.
Kebijakan ekonomi kapitalisme yang berbasis ribawi juga memiliki andil besar dalam menyengsarakan rakyat. Alih-alih menyejahterahkan, ekonomi ribawi nyata menjerumuskan rakyat dalam jurang utang yang berakibat fatal. Demi lepas dari utang ribawi, cara haram pun dihalalkan. Bunuh diri pun akhirnya menjadi pilihan jika tak menemukan jalan keluar.
Dalam paradigma Islam, tindakan bunuh diri jelas dilarang oleh syariat. Sebab, sebagai seorang Muslim harus meyakini bahwa ketetapan Allah SWT niscaya mengantarkan dirinya pada kebaikan. Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (TQS. An-Nisa [4]: 29).
Tindakan bunuh diri yang makin marak niscaya dapat dicegah, andai sistem Islam diterapkan secara totalitas dalam seluruh aspek kehidupan. Sebab, Islam memandang bahwa menjadi tanggung jawab negara mengurus dan menjaga rakyatnya, baik fisik maupun psikisnya. Kesejahteraan bukan sebatas terpenuhinya kebutuhan jasmani, melainkan juga terpeliharanya kesehatan mental rakyat.
Penerapan sistem Islam kafah yang paripurna akan membentuk individu bertakwa, masyarakat yang gemar berdakwah, dan negara yang benar-benar me-riayah. Dengan begitu, masalah bunuh diri akan tuntas karena setiap individu muslim dapat memahami hakikat dan jati dirinya sebagai hamba dengan menjadikan Islam sebagai the way of life.
Ketika Islam menjadi jalan hidup bagi setiap muslim, tidak aka nada generasi yang sakit mentalnya, mudah menyerah, atau gampang putus asa. Mereka akan menjadi generasi terbaik dengan mental sekuat baja dan kepribadian setangguh para pendahulunya.
Wallahu’alam bishowab.