Oleh: Rifdah Reza Ramadhan, S.Sos.
Korupsi menjadi pemberitaan di Indonesia yang tidak berkesudahan. Mulai dari level nasional hingga daerah terlibat di dalam pusaran kotor ini. Terbaru Penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Barat periksa puluhan saksi dalam proses pengungkapan kasus dugaan korupsi.
Kasus ini menyoal tentang korupsi ruislag (tukar menukar) tanah milik pemerintah Kabupaten Karawang berupa tanah seluas 4.935 meter persegi yang berlokasi di Jalan Tuparev karawang, dengan PT Jakarta Intiland. seluas 59.087 meter persegi. (Kompas.com, 28/06/2024).
Dalam kasus ini menyeret Sekda Kabupaten Karawang Acep Jamhuri. Kurang lebih sudah lebih dari 40 orang saksi dari aparatur sipil negara (ASN) dan pihak swasta pun telah dimintai keterangan. (Antara Megapolitan, 28.06/2024).
Sebelumnya pun sudah dilakukan penggeledahan pendopo dan ruangan Sekda Karawang Acep Jamhuri pada pertengahan Mei 2024. Dalam kasus ini pun penggeledahan dilakukan di kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Karawang serta di kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Karawang.
Fakta di atas barulah yang terjadi di daerah tertentu saja, akan semakin mencengangkan bila menengok berbagai kasus korupsi di negeri ini. Bahkan nominal korupsi sudah mencapai angka yang fantastis terlebih jika menyenggol sektor pertambangan. Tentu hal ini terus menerus memberikan kerugian kepada negara.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada peningkatan kasus korupsi yang terjadi sepanjang 2022. Menurut ICW juga, korupsi terjadi hampir di seluruh sektor pemerintahan, baik lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif (CNBC Indonesia, 24-3-2023).
Dari sisi pelaku korupsi, data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2004—2023 menyebutkan, sebanyak 344 kasus korupsi melibatkan anggota DPR dan DPRD. Jumlah ini terbanyak ketiga di bawah kasus korupsi yang menjerat kalangan swasta (399 kasus) dan pejabat eselon I—IV (349 kasus) (Kpk.go.id, 8/10/2023).
Inilah Buah dari Sistem Kapitalisme
Di sistem Kapitalisme hari ini sudah jelas gagal dalam melahirkan pemimpin dan aparatur negara yang amanah. Pemisahan agama dari kehidupan membuat pemegang amanah melepaskan tanggung jawabnya dan berkiblat mencapai kepentingan pribadi. Peluang-peluang korupsi pun tumbuh subur di sistem ini dari berbagai aspek.
Pertama, tidak kuatnya kesadaran bahwa amanah adalah persoalan yang berat dan mesti dipertanggungjawabkan. Di sisi lain juga jauh dari rasa bersalah dan rasa takut untuk melakukan kemaksiatan. Inilah yang membuatnya dengan mudahnya mereka mengambil yang bukan haknya.
Kedua, sikap individualisme dan ingin mendapatkan keuntungan pribadi. Seharusnya kepentingan masyarakat menjadi faktor terpenting bagi sosok-sosok pemangku amanah. Apa yang diamanahkan hendaknya digunakan sebagai upaya memberikan pelayanan dan pengurusan sempurna kepada masyarakat. Bukannya malah membuat masyarakat mendapatkan imbas tiada akhir. Kepedulian pada hak masyarakat adalah hal penting yang tidak boleh dipermainkan.
Ketiga, masuknya banyak dari pemangku amanah yang melalui jalur dan niat yang sedari awal sudah salah. Cita-cita materialisme membuat pemangku amanah menjadikan materi sebagai cita-cita, sehingga segala macam peluang yang ada akan diupayakan untuk dapat memberikannya keuntungan. Ibaratnya setelah mendapatkan kursi maka mereka akan bersungguh-sungguh mencari peluang balik modal dengan menghalalkan segala cara.
Sungguh ini menjadi permasalah terstruktur dari kapitalisme. Kebebasan dan hedonisme merenggut arah pikiran. Tentu ini tidak boleh diabaikan. Perlu dibangun penyelesaian dari skala individu, masyarakat, dan negara untuk memberantasnya. Harus segera diberantas budaya suap menyuap, menguatkan badan hukum, dan sanksi yang tegas guna menimbulkan efek jera di tengah masyarakat.
Islam Memiliki Solusi Tuntas
Di dalam peraturan Islam, korupsi adalah perbuatan pengkhianatan yang dilakukan oleh seseorang dengan menggelapkan harta yang diamanahkan kepada dirinya. Terjadinya kasus ini tidak bisa dilepaskan dari ideologi yang berdiri dan diadopsi. Maka untuk menanggulanginya diperlukan penerapan syariat Islam sebagai sistem hukum yang sempurna.
Sebab, di dalam Islam akan diberlakukan upaya efektif untuk memberantas tindak korupsi baik dari pencegahan dan penindakannya. Di dalam penerapan negara yang berlandaskan Islam akan dilakukan upaya pencegahan dari proses rekrutmen calon aparat. Di dalamnya wajib memiliki sikap amanah, profesional, dan berintegritas. Sangat berbanding terbalik dengan konsep hari ini yang lebih memandang dari sisi koneksitas dan nepotisme.
Setelah rekrutmen, negara berasaskan Islam pun memberikan pembinaan kepada para aparatur negara guna memastikan amanah berjalan dengan semestinya. Tidak lupa gaji pun diberikan dengan sangat layak berikut dengan fasilitas-fasilitas yang cukup untuk mensejahterakan aparat. Inilah yang membuat mereka tidak akan tergoda dengan yang bukan haknya. Nabi saw. bersabda, ”Siapa saja yang bekerja untuk kami, tetapi tidak punya rumah, hendaklah ia mengambil rumah. Jika tidak punya istri, hendaklah ia menikah. Jika tidak punya pembantu atau kendaraan, hendaklah ia mengambil pembantu atau kendaraan.” (HR Ahmad).
Selain itu, negara berasaskan Islam pun sangat amat melarang tindakan suap menyuap dan negara melakukan perhitungan kekayaan bagi para aparat. Hal ini sebagaimana Umar bin Khaththab pada saat menjadi Khalifah terbiasa menghitung kekayaan pejabat. Dengan itu, akan terlihat jika ada kekayaan yang tidak wajar dan segera menindaklanjutinya.
Terakhir, di dalam Islam karena masyarakat sudah dibekali dengan keimanan yang kokoh dan kekritisan yang tinggi, hal itulah yang membuat masyarakat senantiasa pula menjadi pengontrol guna membasmi tindakan korupsi. Jelas ini hanya bisa terlahir dari ekosistem sosial yang terfasilitasi dengan suasana keimanan dan cinta kepada ketaatan.
Masyarakat dan aparatur negara terkondisikan cita-citanya bukan sebatas kekangan materi, tetapi lebih dari itu yaitu menjadi sosok yang dapat bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Maka, Islamlah sistem satu-satunya yang dapat menangkal korupsi. Jelas kita tidak akan bisa bergantung pada sistem kapitalisme yang justru menyuburkannya.
Wallahu a’lam bishshawab.
Tags
Opini