Benarkah Kemiskinan Menurun?




oleh : Nabila Sinatrya

Kemiskinan menjadi salah satu yang diperhatikan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mencapai predikat negara maju. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2014 sebanyak 28,3 juta warga yang masuk kategori miskin, dan berjalan sepuluh tahun ini yakni 2024 menjadi 25,2 juta warga. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy merilis kondisi kemiskinan ekstrim di Indonesia yang mengalami penurunan, pada Maret 2024 sebesar 0,83 persen.

Jika mengacu pada garis kemiskinan internasional, pendapatan perhari di angka USD 6,85 atau setara dengan 112.340 rupiah. Sedangkan di Indonesia batas kemiskinan jika penghasilan per harinya kurang 20.000 rupiah. (cnbcindonesia.com/07/07/2024)

Menurut Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Abraham Wirotomo menurunnya angka kemiskinan di Indonesia adalah satu capaian positif yang mendapat apresiasi dari Bank Dunia, ADB, dan lainnya. Hal ini menurutnya berkat kebijakan yang dikeluarkan oleh Pak Jokowi seperti pemberian bantuan sosial. Dampaknya, para investor akan meningkat dalam menanamkan modal di Indonesia.

Klaim penurunan kemiskinan dan ketimpangan seolah bertolak belakang dengan meningkatnya gelombang pemutus hubungan kerja (PHK) sejak awal Januari sampai Mei 2024.

Laporan Tenaga Kerja ter-PHK yang dirilis Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), pada Januari 2024 karyawan yang kena PHK secara nasional ada 3,33 ribu orang. Dan terus bertambah di bulan-bulan berikutnya, sampai pada Mei 2024 mencapai 8,39 ribu orang yang ter-PHK. (databoks.katadata.co.id/03/07/2024)

Fakta tersebut menunjukkan bahwa sejatinya negara tidak sungguh-sungguh mengeliminasi kemiskinan dengan kebijakan nyata, tapi hanya sekedar bermain angka-angka dengan ambisi target semu.

Inilah gambaran sistem kapitalisme yang meniscayakan peran negara hanya sebagai regulator terhadap rakyat, hubungan antara rakyat dengan penguasa layaknya penjual dan pembeli, siapa saja yang memiliki kedudukan dan modal akan dianak emaskan sedangkan rakyat biasa diabaikan. Ironisnya kemiskinan ini terjadi di tengah kekayaan alam yang melimpah ruah, namun semua itu berada di tangan para kapital (pemilik modal). 
Cacatnya sistem kapitalisme disebabkan aturan yang terpancar tidak berasal dari Allah swt, melainkan manusia sendirilah yang membuat aturan dengan segala keterbatasan dan kelemahan akalnya.

Berbeda dengan Islam yang turun langsung dari sang Maha Pengatur kehidupan dengan sebaik-baiknya aturan. Islam menetapkan negara sebagai raa’in yang wajib menjamin terwujudnya kesejahteraan individu per individu melalui berbagai kebijakannya. 
Kebutuhan hidup komunal masyarakat seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan menjadi tanggung jawab negara, yang itu semua berasal dari pos kepemilikan umum yaitu hasil dari pengelolaan sumber daya alam oleh negara.

Negara juga akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk para laki-laki khususnya sebagai pencari nafkah. Memudahkan regulasi kebutuhan pokok individu, sehingga bisa dijangkau oleh seluruh kalangan. 
Hal ini hanya bisa jika sistem politik dan sistem ekonomi Islam dalam naungan khilafah Islamiyah yang mampu mewujudkan kesejahteraan secara nyata. 
Wallahu’Alam bishowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak