Oleh: Auliyaur Rosyidah
Menjelang tahun ajaran baru, masyarakat disibukkan dengan euforia memulai jenjang atau kelas pendidikan baru. Para orang tua disibukkan dengan tagihan pembayaran kebutuhan sekolah. Terutama bagi para calon mahasiswa baru, mereka berupaya lolos berbagai seleksi untuk menjadi mahasiswa di kampus impiannya masing-masing.
Beberapa dari mereka telah lolos penerimaan mahasiswa baru lewat jalur SNBP (Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi), dan beralih kesibukkannya kepada proses administrasi masuk perguruan tinggi.
Lolos SNBP adalah hal yang didambakan semua calon mahasiswa yang mengikuti seleksi. Namun siapa sangka, rupanya ada beban berat diluar dugaan yang menimpa mereka. Muncul sebuah berita mengejutkan, bahwa beberapa perguruan tinggi negeri menaikkan angka UKT (Uang Kuliah Tunggal).
UKT yang selama ini terkesan sudah mahal, rupanya akan menjadi lebih mahal lagi dan jelas hal ini akan semakin mengurangi peluang bagi anak bangsa untuk dapat mengenyam Pendidikan tinggi.
Sebuah kisah viral, sosok Aisyah yang terdampak atas naiknya UKT di Universitas Riau. Siti Aisyah adalah salah satu dari ribuan orang yang diterima di Universitas Riau (Unri) melalui Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP). Namun gadis berusia 18 tahun ini akhirnya lebih memilih mengundurkan diri karena mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Gadis ini sebelumnya dinyatakan lulus jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Riau dan harus membayar UKT golongan 4 yakni Rp3,5 juta per semester. Padahal Siti berasal dari keluarga tidak mampu. Kesempatan untuk dapat mengenyam Pendidikan tinggi yang diperolehnya pun pupus sirna. Padahal dia adalah seorang pelajar yang berprestasi.
Kenaikan UKT tidak hanya terjadi di kampus Unri saja, kampus-kampus negeri lainnya pun juga melakukan hal yang sama, yang juga mendapat protes dari calon mahasiswa baru yang telah lolos seleksi masuk kampus-kampus tersebut. Berita ini sudah menjadi topik trending, hingga akhirnya Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) bersuara atas persoalan ini.
Namun rupanya, suara dari Kementerian justru lebih menghebohkan lagi. Sekretaris Ditjen Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Tjitjik Srie Tjahjandarie menyebutkan bahwa pendidikan tinggi adalah kebutuhan tersier, bukan wajib belajar. Seolah, memang wajar UKT mahal dan memang wajar hanya orang berduit yang dapat mengenyam Pendidikan tinggi.
Benar, Pendidikan itu mahal sebab membutuhkan dana besar. Mulai dari membangun fasilitas belajar, lingkungan belajar yang nyaman, sumber-sumber belajar, menggaji tenaga didik serta pegawai pendukung, mengapresiasi segala bentuk hasil keilmuan, dan lain sebagainya jelas membutuhkan anggaran yang besar.
Namun pertanyaannya, kepada siapakah sebenarnya beban anggaran Pendidikan itu dijatuhkan? Apakah rakyat yang harus menangggungnya?
Pada faktanya, beban biaya Pendidikan termasuk UKT yang semakin mahal ini dijatuhkan kepada rakyat yang menginginkannya, yang membutuhkannya. Rakyat harus membanting tulang untuk menggerakkan sendi-sendi Pendidikan di negeri ini. Negara sedikit sekali terlihat perannya untuk menanggung beban anggaran Pendidikan negeri. Padahal, untuk siapa anak-anak bangsa berpendidikan? Tidak lain tidak bukan adalah untuk masa depan negara ini sendiri.
Apakah negeri ini terlalu miskin untuk membiayai anak-anak bangsa berpendidikan tinggi? Ataukah pemerintah yang tak mampu mengelola harta negara? Pertanyaan ini perlu direnungkan, dan tak butuh waktu lama untuk mengetahui jawabannya. Negeri ini tidak miskin. Sumber daya alam melimpah ruah, sumber daya manusia juga tidak kurang. Kemana semua kekayaan tersebut? Tentu masalahnya adalah sistem pemerintahan negeri ini yang tak sanggup mengelola semua kekayaan itu secara benar dan tepat agar cukup untuk mensejahterakan rakyat hingga menjamin hak pendidikannya.
Dalam sistem negara islam, pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang mana harus dilayani dengan benar dan baik oleh pemerintah. Islam mengajarkan bahwa menuntut ilmu adalah suatu kewajiban (fardhu ‘ain) bagi setiap muslim. Eksistensi negara islam itu sendiri adalah sebagai negara penegak ajaran-ajaran islam secara kaffah dan menyebarkannya ke seluruh dunia. Sehingga, setiap kewajiban yang diperintahkan oleh Allah swt. baik itu kepada individu, maupun masyarakat, negara harus berperan besar untuk mewujudkan pelaksanaan kewajiban tersebut, dan mencegar terjadinya pelanggaran atas kewajiban tersebut. Pendidikan a.k.a proses menuntut ilmu jelas tidak luput dari tugas negara untuk mewujudkannya.
Bagaimana negara islam mewujudkan terlaksananya Pendidikan bagi seluruh rakyatnya? Negara islam tidak akan membebankan biaya Pendidikan yang tinggi kepada rakyatnya. Sebab, yang harus menanggung biaya tersebut adalah negara. Mengapa demikian? Karena ditangan negaralah segala harta milik umum yang ada di negara itu dikelola. Harta milik umum tersebut yang memang diperuntukkan untuk memenuhi segala kebutuhan bersama yakni kebutuhan rakyat demi masa depan negara dan demi melaksanakan syariat islam.
Ibarat ibu yang mengasuh dan mengurus anak-anaknya, ibarat penggembala yang merawat dan mengurus gembalaannya, demikianlah seharusnya tanggung jawab pemerintah kepada rakyatnya. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah saw. :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Terjemahan: Dari Ibnu Umar ra. dari Nabi Saw. sesungguhnya beliau bersabda: “"Ketahuilah setiap dari kalian adalah seorang pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin orang banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan isteri pemimpin terhadap keluarga suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, budak juga seorang pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya, ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya." (H.R Muslim)
Tags
Opini