Oleh : Epi Lisnawati
Program pemerintah tabungan perumahan rakyat (Tapera) yang baru digulirkan bak bola panas yang menuai banyak kritikan dari masyarakat. Pasalnya seluruh pekerja swasta dipaksa untuk ikut menjadi peserta. Maka semua pekerja informal misalnya para pelaku usaha UMKM, ojek online, satpam di lembaga swasta semuanya harus ikut program Tapera.
Pemerintah rencananya akan memberlakukan program Tapera untuk pekerja mandiri atau informal selambat-lambatnya pada tahun 2027. Setelah menuai kritikan dan penolakan yang keras dari masyarakat pemerintah pun menunda pelaksanaan Tapera ini. Namun sayang, pemerintah tidak membatalkan peraturan yang terkait dengan Tapera ini hanya diundur pelaksanaannya.
Polemik Tapera ramai setelah terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21/2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25/2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, yang diteken Presiden Jokowi pada 20 Mei 2024. Aturan anyar ini merupakan turunan dari UU Nomor 4/2016 tentang Tapera (UU Tapera).
Meski UU Tapera sudah lama disahkan, publik mulai merasa kecolongan setelah PP Nomor 21/2024 menegaskan skema Tapera tak hanya menyasar PNS/ASN dan TNI-Polri, namun juga pegawai swasta dan pekerja mandiri. Imbasnya, iuran wajib Tapera membebani peserta sebesar 3 persen penghasilan per bulan. Dipotong dari gaji bulanan pegawai 2,5 persen dan perusahaan penyedia kerja 0,5 persen. Adapun pekerja mandiri terbebani penuh 3 persen setiap bulan. (Tirto.co.id 5 Juni 2024)
Menurut UU Tapera ini proses pengelolaan Tapera dilakukan melalui penyimpanan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan atau dikembalikan pokok simpanan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir yakni saat pensiun atau berakhir kerja atau PHK.
Sejumlah pekerja swasta atau pekerja mandiri atau informal menilai program Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera akan menjadi beban baru dalam kehidupan mereka. Selama ini penghasilan mereka sangat pas-pasan khususnya pekerja mandiri yang penghasilannya tidak pasti.
Menurut Ekonom Indef Eisha menyatakan bahwa, Tapera ini akan berpotensi menurunkan daya beli masyarakat merugikan para pemberi kerja dan para pekerja. Memang benar kewajiban Tapera ini akan menambah beban ekonomi masyarakat. Saat ini rakyat telah dibebani dengan sejumlah iuran seperti BPJS, Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Pajak dan potongan lain.
Kebijakan ini sekilas terlihat baik karena bisa mengatasi persoalan hunian masyarakat negeri ini. Namun, dibatasinya peserta Tapera menunjukan bahwa iuran wajib ini hanya bisa dimanfaatkan oleh segelintir masyarakat. Selain itu waktu pencairan dana sangat panjang akibatnya para pemilik tabungan sulit memanfaatkan rumah yang merupakan salah satu kebutuhan pokok rakyat.
Kehidupan dalam sistem kapitalis ini menjadi sulit dan sempit. Rakyat harus membanting tulang memeras otak untuk mendapatkan penghasilan yang cukup. Dalam sistem ekonomi kapitalisme ini meniscayakan mahalnya harga kebutuhan pokok, pelayanan pendidikan dan kesehatan.
Negara abai menunaikan tugas pokoknya sebagai pengurus rakyat. Pada program Tapera ini jelas menunjukan jati diri penguasa hanya sebagai penyedia tanpa memperdulikan apakah rakyat mampu mengakses rumah yang layak atau tidak.
Proyek pembangunan perumahan untuk rakyat, negara selalu mengandalkan swasta yang tentu mereka mengambil keuntungan yang besar. Karena itu kebijakan Tapera yang dipaksakan ini diduga kuat merupakan kebijakan yang pro korporasi karena dana yang terkumpul diserahkan pada korporasi. Inilah buah penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan negara sebagai pelayan korporasi bukan pelayan rakyatnya.
Dalam Islam, sistem pemerintahan Islam menjamin terwujudnya kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat. Pemimpin merupakan pengurus dan pelayan rakyatnya. Tugasnya mengurus seluruh urusan rakyat bukan mengeruk keuntungan dari rakyat.
Negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap warga negara secara menyeluruh mulai sandang, papan dan pangan dengan mekanisme yang telah ditetapkan oleh syariat. Maka negara sebagai penjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat maka seharusnya negaralah yang memfasilitasi perumahan bagi rakyat bukan dengan memungut iuran wajib dari rakyat.
Maka agar rakyat mampu memiliki rumah negara harus memastikan terbukanya lapangan kerja yang luas bagi rakyat. Meskipun tingkat pendapatan rakyat berbeda-beda sesuai kapasitasnya. Jika ada rakyat miskin yang sulit membeli rumah maka negara hadir sebagai penjamin pemenuhan kebutuhan pokok ini.
Negara wajib menjalankan perannya dengan sebaik-baiknya dan tidak boleh dialihkan ke pihak swasta. Dalam Islam pembiayaan pembangunan perumahan rakyat miskin diambil dari Baitul Maal. Pengelolaan Baitul Maal berlandaskan pada syariat baik pemasukan maupun pengeluarannya. Dalam pembangunan maupun renovasi rumah untuk rakyat miskin pelaksanaannya langsung dilakukan oleh negara tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta. Pihak swasta biasanya orientasinya mencari keuntungan.
Dalam Islam negara bisa membangun perumahan untuk rakyat miskin di lahan-lahan milik negara. Negara pun bisa memberikan tanah milik negara secara gratis untuk dibangun rumah selama bertujuan untuk kemaslahatan kaum muslimin. Inilah jaminan terpenuhinya perumahan bagi rakyat. Semua ini hanya akan terwujud dalam sistem Islam.
Wallahu’alam Bissawab
Tags
Opini